Simpanan Brondong Tajir

Sevia langsung menoleh ke arah suara yang menegurnya, betapa kagetnya dia saat mendapati suami brondongnya yang dia nikahi seminggu lalu ada di belakang bersama dengan beberapa orang staf engineering. Dia pun langsung menyingkir memberi jalan pada rombongan yang akan ke lantai atas.

"Maaf!" Sevia langsung menunduk hormat pada atasannya itu.

Sementara Dave hanya melihat Sevia dengan sudut matanya tanpa sedikit pun niat untuk menyapanya.

Setelah kepergian beberapa staf engineering, gadis berambut segi layer itu menghela napas dalam. Tidak, dia tidak boleh sakit hati dengan sikap Dave yang seolah-olah tidak mengenalnya. Itu adalah sikap yang wajar, karena memang sebelumnya mereka hanya dua orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain. Adapun pernikahan di antara mereka, semua itu hanyalah kesalahpahaman.

Sevia terus bergelut dengan pikirannya sampai Elvira menepuk bahunya, barulah dia tersadar dari lamunannya.

"Bukannya mau ke atas? Mau ngapain sih, Via?" berondong Elvira

"Aku mau memberikan surat keterangan dokter ke HRD, 'kan tiga hari gak masuk kerja." Sevia pun melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan HRD yang ada di lantai atas.

Sementara Elvira hanya mengikutinya dari belakang. Meski sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan pada sahabatnya itu, tapi Elvira menahannya, menunggu waktu yang tepat untuk bertanya pada Sevia.

Sevia terus menyusuri lorong ruangan kantor menuju ruangan HRD berada, yang mana melewati beberapa kubik tempat staf engineering bekerja. Mendadak hatinya terasa begitu sakit saat dia melihat Ines sedang bersenda gurau dengan Andika sambil menikmati sarapan pagi berdua.

Sekuat hati, Sevia menahan air matanya yang memaksa ingin keluar, sehingga dia beberapa kali menengadah ke atas agar air matanya tidak sampai jatuh dan terlihat oleh orang lain.

Saat sampai di ruang HRD, Sevia pun langsung memberikan surat keterangan dokter yang dia bawa.

"Permisi, Mbak! Saya mau memberikan surat keterangan dokter karena kemarin tidak masuk tiga hari," ucap Sevia dengan sopan.

"Oh! Sevia udah baikan?" tanya Yuli selaku staf HRD yang mengurus absensi karyawan.

"Alhamdulillah udah, Mbak." Sevia pun tersenyum manis merasa senang ditanyakan kabarnya oleh orang yang kedudukan di perusahaan sudah jelas lebih tinggi dari dia.

"Yang rajin kerjanya, biar tahun ini dipromosikan jadi karyawan tetap." Yuli pun memberi semangat pada Sevia karena dia tahu karyawan yang ada di depannya tidak pernah mangkir, sakit pun bisa dihitung dengan jari.

"Baik Mbak, terima kasih!" sahut Sevia dengan wajah berseri. Harapannya untuk bisa melanjutkan kuliah lagi sepertinya bisa terwujud jika dia diangkat jadi karyawan tetap.

Hati yang hancur karena penghianatan kekasih dan seseorang yang diangggap sebagai sahabat, kini berubah cerah dengan harapan baru di hatinya.

Setelah Sevia berpamitan dengan Yuli, dia pun segera menemui Elvira yang menunggunya di depan ruangan HRD. Elvira selalu enggan jika diajak masuk ke ruang HRD karena dulu dia pernah dapat surat peringatan gara-gara keseringan tidak masuk kerja karena banyak tugas di kampusnya.

Melihat wajah Sevia yang berubah berseri, gadis berwajah tirus itu pun menjadi bertanya-tanya. "Via, kamu ketemu Mas Adam? Wajahnya berseri sekali," goda Elvira.

"Bukan Mas Adam yang bikin aku bahagia, tapi yang lainnya dan itu ...." Sevia pun memberi jeda ucapannya, "R.A.H.A.S.I.A," bisik Sevia.

Elvira langsung cemberut mendengar apa yang dikatakan sahabatnya itu, sehingga ide iseng untuk mengerjainya muncul begitu saja. Elvira langsung menggelitik Sevia sampai dia tidak bisa menahan tawa karena kegelian. Mereka lupa kalau posisinya sekarang berada di lantai atas, tempat orang-orang yang mempunyai titel bekerja, yang membutuhkan ketenangan dalam melakukan pekerjaannya sehingga saat mendengar suara gaduh kedua gadis yang terus berceloteh membuat mereka melihat ke arahnya.

Merasa semua mata melihat ke arahnya, dengan langkah seribu Sevia dan Elvira pun mempercepat langkahnya setengah berlari karena malu. Sampai pada akhirnya, Sevia menabrak seseorang yang akan keluar dari ruang meeting yang dilewatinya.

Bruk

Sevia langsung oleng setelah menabrak dada bidang seorang lelaki tampan bermata biru itu, sehingga Dave lelaki yang ditabrak oleh Sevia langsung meraih tangannya dan menarik istri sirinya agar tidak terjatuh.

"Berjalanlah dengan benar!" ucap Dave datar lalu pergi begitu saja meninggalkan Sevia yang masih bengong tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Menyadari Sevia yang diam saja, Elvira pun langsung menarik tangan Sevia agar segera turun dari sana.

Saat sampai di tempat kerjanya, Elvira dan Sevia langsung tertawa karena merasa habis dikejar hansip gara-gara ketahuan mencuri mangga tetangga.

"Gila kamu, Via! Beruntung banget tabrakan sama si Abang ganteng," puji Elvira.

"Abang ganteng? Maksud kamu siapa?" tanya Sevia tidak mengerti maksud Elvira.

"Tentu saja direktur baru itu. Udah ganteng, masih muda, lulusan luar negeri jadi direktur lagi. Sempurna pokoknya, andai dia mau sama aku, aku pasti terima. Masalah umur sih gak ngaruh kalau soal cinta." Elvira terus saja mengoceh, tanpa sadar kalau Sevia sudah pergi ke toilet sendiri meninggalkan sahabatnya yang sedang berandai-andai.

Saat sadar kalau Sevia sudah tidak ada di tempatnya, Elvira pun mulai celingukan mencari keberadaan gadis berambut segi layer itu.

"Tuh bocah kemana lagi?" gerutu Elvira pelan.

***

Waktu pun begitu cepat berlalu, Sevia dengan lunglai pulang ke kontrakannya setelah seharian dia bekerja. Meski pergelangan tangannya masih sedikit terasa sakit, tapi dia tidak memperdulikannya.

Sepertinya aku harus pindah kontrakan, rasanya aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan di depanku. Apa harus cari kerja lagi? batin Sevia.

Sevia larut dengan pikirannya, hingga saking lelahnya dia berpikir, tanpa terasa matanya pun terpejam.

Dalam tidurnya, dia merasa Andika ikut tiduran bersamanya di kasur yang hanya muat dua orang itu. Laki-laki yang sudah memporak-porandakan hatinya itu menciumi Sevia seluruh wajahnya dengan satu tangan Andika menelusup masuk ke dalam baju memainkan bukit kembar yang tidak terjamah. Merasa tidak puas hanya memainkannya, Andika pun perlahan menaikkan baju Sevia hingga terpampang jelas perut ramping dengan dua bukit yang sintal yang menantang jiwa lelakinya.

Namun, saat dia akan menyicipi sesuatu yang selalu dicegah oleh Sevia, seseorang dari belakang langsung menariknya dan memukul wajah Andika hingga terlihat jelas sudut bibinya pecah. Karena memang hal yang dikira Sevia itu mimpi sebenarnya memang terjadi. Hanya saja saking lelahnya tubuh dan pikiran Sevia membuat dia merasa sedang bermimpi.

"Siapa kamu??!!" pekik Andika marah karena mendapat bogem mentah dari orang yang tidak dikenalnya.

"Aku suaminya, brengsekk!! Kamu ingin menodai istriku?? Kurang ajar!!" bentak Dave yang tadi tidak sengaja melihat dari CCTV yang dia pasang diam-diam saat terakhir kali Dave berada di kamar Sevia.

...~Bersambung~...