NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bentakan sore hari.

Seperti malam-malam sebelumnya.Mas Adit selalu tidur di kamar Raina, tidak lagi keduanya tidur terpisah.Jujur dari hati kecil Raina yang paling dalam ada kehangatan yang melegakan dan menenangkan meski tidak sepenuhnya.

Karena pada bagian hati_nya yang lain, ia bambang dan bingung dengan perubahan sikap mas Adit yang begitu dadakan.Pria yang dulunya tidak pernah menatapnya ketika berbicara, pria yang tidak pernah mau tau keadaanya, dan pria yang hampir tidak pernah pulang ke rumah, baru-baru ini pria itu menjadi lebih ramah dan perhatian, lebih hangat dan romantis.

"Mungkinkah ini balasan dari semua doa-doa di sepertiga malamku? jika iya, terimakasih yang Alloh engkau kabulkan doa-doa itu, meski di waktu yang ku pikir adalah akhir.Semoga ini awal yang baik untuk seterusnya. "

Raina menatap wajah tampan di depannya begitu nyenyak memeluknya.Ia tersenyum mengusap pelan pipi halus pria_nya.Lalu kemudian ikut terlelap menyusulnya dalam mimpi.

Pagi harinya Raina mengantar suaminya sampai ke depan pintu.

"Nanti siang tidak perlu mengantar makanan ke kantor, " ucapnya sebelum pergi.

Raina mengangguk paham, ia juga tidak bertanya alasannya, takut mas Adit kurang nyaman.

"Baiklah hati-hati di jalan, " Raina berinisiatif mengambil punggung tangan suaminya dan menempelkannnya di dahi. (Salim)

Aditya tersenyum tipis, ia mengacak rambut istrinya sebelum benar-benar meninggalkan rumah.

Seperti biasa setiap pagi Raina akan menyirami tanaman bunga_nya.Ia bersenandung kecil dengan selang air di tangannya. Padahal kepala pelayan sudah melarangnya, namun Raina tetap melakukannya.

Raina seketika teringat dengan sang ibu, besok malam adalah tepat empat puluh hari_nya beliau.

Rain hendak menghubungi suaminya namun ia melihat ini masih jam kerja, takut suaminya akan terganggu. Jadi ia memutuskan untuk membicarakannya saat suaminya pulang nanti.

Raina keluar mencari bahan-bahan untuk di bawa pulang besok.Di sana di kampung ibunya masih ada paman, adik dari mendiang sang ibu.Beliau juga yang kemarin membantu proses pemakaman.Sekalian mau memastikan kabar rumah_nya.

Raina membeli banyak sekali kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, kopi, sarden, mie instan, dll, Ia rencananya mau di berikan kepada pamannya sebagai tanda terimakasih.

Acara belanja sudah selesai.Rain menyempatkan duduk sebentar menikmati ice cream coklat kesukaanya.Tanpa ia sadari sejak tadi seseorang terus memperhatikannya.

Sementara itu Aditya hari ini sudah ada janji dengan seseorang untuk makan bersama di suatu tempat.

Dari kejauhan asisten Dika menghela nafas melihat siapa tamu yang sedang di tunggu kedatangannya oleh tuan_nya.

Larasati..

"Jadi perempuan itu benar-benar kembali, di waktu yang sangat terlambat dan bisa merusak hubungan tuan dan istrinya, semoga saja tuan tidak tertipu lagi, " gumam asisten Dika dari kejauhan sembari mengamati.

Aditya duduk di pojok kafe tua yang terletak di sudut kota, sebuah tempat yang nyaris terlupakan oleh waktu. Lampu kuning temaram menggantung rendah, memantulkan cahaya lembut ke meja kayu yang sudah mulai kusam. Di luar, senja menggantung di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga yang perlahan ditelan gelap. Jari-jarinya memutar cangkir kopi yang sudah mendingin, pikirannya berkelindan antara yang seharusnya dan yang tak terhindarkan. Lalu pintu kafe terbuka, dan masuklah sosok yang dulu ia kira telah benar-benar hilang dari hidupnya: Larasati.

Langkahnya tenang, tapi mata perempuan itu menyimpan ribuan tanya yang belum pernah sempat terjawab. Ia duduk perlahan, di hadapan lelaki yang dulu pernah ia cintai dengan seluruh napas. Tak ada pelukan. Tak ada senyum lebar. Hanya diam yang berat dan mengendap seperti hujan yang tak kunjung jatuh. “Kupikir kamu tidak akan datang,” ucap Larasati akhirnya, suaranya nyaris tenggelam oleh musik jazz yang mengalun pelan di latar.

Aditya mengangguk pelan, nyaris tak terlihat. “Kupikir juga begitu,” katanya, suara seraknya seperti tercipta dari sisa-sisa rindu yang lama dikubur. “Tapi entah kenapa... aku tetap melangkah ke sini.”

Larasati tersenyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip luka daripada bahagia. “Aku lihat kamu sudah berubah,” katanya lirih. “Lebih... manusia.”

“Mungkin karena sekarang aku punya seseorang yang hangat,” jawab Aditya pelan, menyebut nama itu nyaris seperti mantra: Raina. Ia menatap gelas kopinya, seolah takut menatap mata perempuan di hadapannya. Tapi Larasati tak gentar. Ia tahu, di balik semua ketegasan itu, Aditya belum benar-benar pergi dari masa lalu mereka.

“Raina? jadi nama perempuan itu, Raina, _kalau sudah begitu,” bisik Larasati, nadanya getir, “kenapa kamu masih datang? Kenapa kamu masih ingin bertemu aku?”

Hening sejenak. Lalu Aditya mengangkat pandangannya, menembus mata perempuan yang pernah—dan mungkin masih—ia cintai. “Karena sebagian dari diriku,” katanya lirih, “masih tertinggal di masa itu. Masa di mana aku mencintaimu. Dan bagian itu... belum mati.”

Larasati menunduk. Bibirnya bergetar, dan sebutir air mata jatuh, cepat ia seka sebelum sempat mengalir. “maafkan aku karena sudah pergi waktu itu,"

Aditya menarik napas panjang. “Maafmu tak akan merubah apapun terhadap situasi yang telah terjadi sekarang, ” jawabnya. “Waktu itu, aku belum siap untuk jatuh. Kamu terlalu berarti. Dan itu... menakutkan, tapi kamu tetap melakukannya.

Larasati hanya mengangguk. Ia tahu itu. Tapi mendengarnya diucapkan sekarang—terlambat, penuh penyesalan—rasanya seperti membuka kembali luka yang belum sempat sembuh. “Sekarang kamu siap?” bisiknya.

Tatapan mereka bertemu dalam diam. Di mata Aditya, ada jawab yang tak membutuhkan kata: penyesalan, keikhlasan, dan mungkin... cinta yang masih tersisa. “Sekarang... aku terlambat.”

Larasati tersenyum, tipis dan pedih. Ia berdiri, tubuhnya tegak meski jiwanya rapuh. “Aku tidak datang untuk merebutmu kembali,” katanya, suaranya hampir bergetar. “Aku cuma ingin tahu... apakah aku pernah benar-benar dimiliki.”

Aditya menatapnya, dan menjawab dengan suara yang nyaris tak terdengar, “Kamu pernah. Sepenuhnya.”

Lalu Larasati pergi. Melangkah keluar dari kafe itu, dan mungkin juga dari hidup Aditya, untuk kedua kalinya. Dan ketika pintu menutup perlahan di belakangnya, Aditya menutup mata, merasakan dunia yang dulu pernah ia miliki perlahan menjauh, menyisakan ruang kosong di antara detak jantung yang kembali tak teratur.

Sesampainya di rumah Aditya tak langsung mencari Raina.Ia justru memilih menghabiskan waktunya di ruang kerja.

Rain baru turun melihat kepala pelayan hendak mengantar kopi ke ruang kerja.

"Mas Adit sudah pulang bi,? " tanya Raina, Ia baru keluar dari kamar.

"Sudah dari tadi nyonya, "

"Baiklah kalau begitu biar saya yang antarkan kopinya, " Raina mengantar kopi tersebut ke ruangan kerja.

"Permisi mas, aku masuk ya," ucap Raina setelah tiga kali mengetuk pintu tak ada jawaban.

Ketika pintu ruang kerja itu ia dorong perlahan, aroma kopi menggantung di udara, tapi cepat tergantikan oleh sesuatu yang lebih tebal: ketegangan. Aditya duduk di balik meja, wajahnya menegang, mata fokus pada tumpukan berkas di hadapannya. Kemeja putihnya kusut di bagian lengan, rambutnya acak tak rapi seperti biasanya. Tapi yang paling membuat Raina terpaku adalah ekspresinya—lelah, kacau, dan... terluka. Bukan ekspresi yang biasa ia temui dari Aditya, bahkan di masa-masa tersulit sekalipun.

Raina berdiri di ambang pintu, ragu sejenak. Lalu ia melangkah pelan, menaruh cangkir kopi di tepi meja sambil berkata lembut, “Aku bawain kopi, sama cemilan,mas. Kamu belum makan kan?”

Aditya tidak langsung menoleh. Ia hanya mengangguk kecil, nyaris tanpa suara. Tapi saat Raina hendak menarik tangannya mundur, cangkir itu tergeser ujung map—dan dalam sekejap, cairan kopi tumpah membasahi sebagian berkas yang terbuka. Berkas penting, penuh angka dan catatan.

“Oh yang ampun,maaf—mas, aku nggak sengaja—” Raina panik, buru-buru mengambil tisu dari sudut meja. Tangannya gemetar.

Dan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, suara itu keluar dari mulut Aditya. Bukan suara datar atau dingin yang biasa, tapi bentakan—kasar, tinggi, dan menghantam seperti cambuk.

“RAINA! Astaga, bisa nggak sih kamu nggak ganggu! Ini dokumen penting! Kamu pikir ini waktunya main-main?!”

Suara itu membuat Raina membeku. Tisu di tangannya terjatuh. Matanya melebar, seolah ia baru saja ditampar di tempat terbuka. Di antara mereka yang selama ini saling diam dalam jarak dan kesepian, kini kata-kata menjadi peluru pertama yang benar-benar melukai.

Aditya terdiam, seolah menyadari apa yang baru saja ia katakan. Tapi tak ada permintaan maaf. Tidak saat itu. Ia hanya menghela napas kasar, mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu kembali duduk. “Tolong keluar, Rain. Aku lagi butuh tenang.”

Raina menatap suaminya lama. Hening. Tanpa menangis. Tanpa berkata apa-apa. Lalu ia melangkah mundur, keluar dari ruangan itu dengan dada yang baru saja dipukul dari dalam. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar diusir dari hati yang dulu pernah jadi rumahnya.

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!