Putus karena tahu ternyata hanya dijadikan barang taruhan, bagaimana perasaan kalian? Itulah yang dialami oleh Candra. Mau marah, tapi tidak bisa. Tertekan? Tentu saja, karena tidak bisa meluapkan semua emosinya. Penyebab dari semua ini adalah Arjuno, seorang cowok laknat yang hobinya taruhan.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkan luka di hati Candra. Berbagai macam cara dia lakukan demi terlepas dari bayang-bayang Juno. Hingga akhirnya memutuskan terbang ke Paris. Namun ternyata semuanya sia-sia.
Apa yang membuat semua perjuangan Candra sia-sia? Lalu bagaimana kisah Candra ini berlanjut? Akankah Candra menemukan seseorang yang benar-benar mampu menyembuhkannya?
"Jodoh nggak usah dicari, nanti juga datang sendiri." Quotes by Candra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Fujiwara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Overthinking
Pagi ini Candra beraktivitas seperti biasanya. Wanita itu sedang berada di ruangan Novi untuk membahas beberapa bagian guna pagelaran busana yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Tidak hanya ada Candra, ada juga Nisa dan Ifi. Novi menatap sebal pada Candra yang sejak tadi ponselnya tidak berhenti berdering.
“Matiin dulu HP lo, Can,” geram Novi.
“Ehehehe, maaf. Nih gue matiin,” ucap Candra menunjukkan ponslenya yang sudah dalam keadaan mati.
“Lanjut lagi,” titah Nisa.
Mereka pun kembali melanjutkan obrolan yang sempat tertunda. Bukan obrolan yang serius, malah mereka terkesan hanya mengobrol ngalor- ngidul dengan sesekali diselingi ghibahan dari Nisa yang memang selalu membawa berita – gosip – terhangat dari orang- orang yang bahkan tidak mereka kenal.
“Fi, lo lagi deket sama seseorang, ya?” todong Nisa tiba- tiba.
“Hah? Siapa?” tanya Candra, Novi, dan Ifi bersamaan.
“Kenapa lo malah tanya sih? Harusnya kita yang tanya lo,” kata Candra menonyor kepala Ifi.
“Lho? Gue malah nggak tau. Lagian nih orang satu asal jeplak kalo ngomong.”
“Gue nggak asal jeplak! Kemarin gue lihat lo akrab banget sama Eric. Kalian lagi deket, ya?”
“Astaga! Mana ada, mata lo rabun, ya? Jelas- jelas kemarin gue sama dia berantem gara- gara nggak niat pas photo shoot.”
“Iya mungkin gue salah lihat,” ujar Nisa meggaruk kepalanya.
“Nggak mutu lo,” ucap Novi kecewa, dia sudah sangat berharap jika perkataan Nisa tadi benar adanya.
Setelah berbincang panjang, keempat perempuan itu memutuskan untuk berpindah tempat. Mereka hendak makan siang bersama. Namun baru akan keluar, keempatnya dicegat oleh Eric. Mata pria itu berbinar melihat ada Candra di sana. Tangan Eric sudah melebar hendak memeluk Candra.
“Eits, dilarang peluk. Gue udah punya calon laki,” ucap Candra berhasil menghindar.
Eric mengernyitkan dahi mendengar ucapan Candra yang tidak dia mengerti. Sementara Nisa, Ifi, dan Novi hanya tertawa. Mereka pun melanjutkan langkahnya.
“I'm going with you!” pinta Eric dengan wajah dimelas- melaskan.
“Should not! You have a photo shoot with Anna. Get ready!” ujar Novi dengan mata melotot.
Eric mendengus kesal, tapi akhirnya menurut. Pria itu berjalan dengan kepala menunduk.
“Kasihan juga tuh si Eric,” gumam Nisa.
“Biarinlah. Nanti juga lupa kalo udah ketemu Anna,” jawab Candra.
“Ah iya, kemarin dia punya skandal sama Anna,” kata Ifi mengingat sebuah gosip yang mengatakan Eric dan Anna sedang berkencan.
“Tapi si Eric ngotot kalo mereka nggak ada hubungan. Kalian tau, kan? Gimana tuh bule tergila- gila sama Candra?” tanya Novi.
Candra menggeleng. “Si Eric cuma terobsesi.”
Candra segera menelpon Juno setelah mengaktifkan ponselnya lagi. Sepertinya dia akan kena marah oleh pria itu karena sejak tadi tidak membaca chat darinya. Cukup lama sambungan telepon terhubung. Candra mengernyit. Apa benar Juno marah padanya?
“Kenapa?” tanya Ifi.
“Juno nggak jawab telepon gue,” jawab Candra.
“Sibuk kali…,” kata Nisa.
“Sama cewek lain,” tambah Novi, lalu mereka bertos ria.
“Sembarangan mulut kalian ngomong. Lagian kalo bener- bener tuh buaya selingkuh, gue bakal tinggalin dia. Masih ada Tayo,” ucap Candra sombong.
“Alah, nanti nanges,” ucap Nisa usil.
“Fi, tolong geplakin pala Nisa. Tangan gue nggak sampai.”
“Dengan senang hati,” kata Ifi tersenyum manis dan segera melaksanakan titah Candra.
“Jangan macem- macem lo, Fi!” Nisa melotot dan segera menghindar dari telapak tangan Ifi. “Novi selamatkan Puteri Nisa dari tangan kotor Ifi,” ucap Nisa lebay.
“Ogah, gue nggak ikut- ikut,” jawab Novi.
“Ah, nggak asik lo.” Nisa cemberut, membuat teman- temannya tertawa.
...👠👠👠...
Malam ini Candra sedang menikmati udara malam di tepi Sungai Seine. Dia berjalan seorang diri. Namun hatinya merasa gusar karena sedaritadi Juno belum bisa dihubungi. Sebenarnya kemana perginya buaya itu? Candra berdecak pelan, wajahnya ditekuk.
“Awas aja kalo bener- bener selingkuh tuh buaya,” gumam Candra.
Akhirnya Candra memilih opsi terakhir, dia menelpon Nata untuk menanyakan perihal Juno. Nata dan Candra sudah berdamai sejak insiden itu. Namun sepertinya Nata masih belum merestui jika Juno hendak menikahi sepupunya itu. Sementara Tian sudah memberi restu, tentu hal itu membuat Juno merasa sudah menang. Pria itu hanya perlu menaklukkan Nata yang memang sangat sulit untuk takluk.
“Halo, Bang?” sapa Candra begitu sambungan telepon terjawab. “Lo dimana?” tanya Candra.
“Hmm, nggak sih. Gue cuma mau tanya, lo hari ini ketemu sama Juno nggak?”
“Oh, nggak? Tadi sih dia telepon gue, tapi karena gue lagi ada meeting jadi nggak gue jawab. Terus tadi gue telpon balik, tapi nggak jawab dia.”
“Hah? Ya nggak usah gitu juga. Gue cuma mau tanya itu doang.”
“Oke. Sorry, ganggu waktu lo.”
Percakapan berakhir. Ternyata Nata tidak bertemu dengan Juno hari ini. Juga pria itu tidak mengetahui keberadaan Juno.
“Ckck, astaga! Gue udah kayak ABG aja,” gumam Candra.
Lamunan Candra buyar ketika dia sedang asyik menikmati pemandangan malam di Sungai Seine. Ponsel Candra berdering, sebuah senyum terbit di bibirnya. Juno menghubunginya. Candra berdehem sebelum menjawab panggilan itu. Memastikan jika suaranya tidak serak.
“Halo?” sapa Candra.
“Maaf, Sayang. Tadi aku ada meeting sama klien,” ucap Juno begitu mendengar suara Candra.
“Ohh, meeting. Kirain lagi sama cewek lain,” kata Candra.
“Siapa yang berani ngomong gitu? Kamu tau sendiri aku udah nggak main- main.”
“Iya- iya percaya. Kamu dimana? Kenapa suaranya berisik?” tanya Candra mengernyitkan dahi, pasalnya dia mendengar suara berisik dari seberang sana.
“Oh, aku di tempat latihan. Ada pertandingan hari ini,” jelas Juno.
“Kamu nggak ikutan, kan?” tanya Candra menyelidik.
“Ikut dong, lumayan hadiahnya bisa buat tambah- tambah biaya nikah nanti.”
Candra menepuk dahinya mendengar hal itu dari mulut seorang Juno. Namun Candra terdiam, membenarkan apa yang Juno katakan.
“Berapa hadiahnya?” tanya Candra penasaran.
“Juara satu dapet 20 juta. Terus juara dua…”
“Kamu harus menang, Jun! Dapetin duit… eh, juara satu,” potong Candra begitu mendengar sejumlah uang yang fantastis itu.
“Oke, aku siap- siap dulu. Nanti aku telepon lagi, ya?”
“Bye.”
Candra tersenyum membayangkan uang itu. Semoga saja Juno benar- benar bisa memenangkan juara pertama.
“Lumayan, bisa buat tambah- tambah,” gumam Candra.
Candra pun memutuskan kembali ke apartemennya. Hari sudah sangat larut dan udara malam makin dingin menusuk tulang. Wajar saja karena Paris mulai memasuki musim dingin, udara makin hari makin terasa dingin. Candra merapatkan jaketnya dan terus berjalan menuju apartemennya. Setelah sampai apartemen nanti, Candra akan menunggu kabar dari Juno.
“Aih, nggak sabar gue pengen tau hasilnya,” gumam Candra tersenyum senang.
...🥊🥊🥊...
Tertanda: Otor Kiyowo 👉☺