NovelToon NovelToon
Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / Keluarga / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

Di kehidupan sebelumnya, Emily begitu membenci Emy yang di adopsi untuk menggantikan dirinya yang hilang di usia 7 tahun, dia melakukan segala hal agar keluarganya kembali menyayanginya dan mengusir Emy.
Namun sayang sekali, tindakan jahatnya justru membuatnya makin di benci oleh keluarganya sampai akhirnya dia meninggal dalam kesakitan dan kesendiriannya..
"Jika saja aku di beri kesempatan untuk mengulang semuanya.. aku pasti akan mengalah.. aku janji.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 29

Malamnya, Emily kembali membuka akun Daisy, dia membaca pesan-pesan dari para pengikutnya, banyak yang berterima kasih karena karya-karyanya menguatkan mereka.

Setelah itu dia tersenyum samar, lalu membuka draft pesan balasan untuk email dari Hilton Group.

[Terima kasih atas apresiasinya. Saya merasa terhormat dengan undangan ini. Namun, izinkan saya mempertimbangkan dahulu sebelum menjawab.]

Emily menekan tombol kirim dengan tangan bergetar, dia tahu, cepat atau lambat, rahasia Daisy akan terbongkar.

Dan saat itu tiba, dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hubungannya dengan Albert, apakah semakin dekat, atau justru runtuh sejak awal.

Hari-hari setelah menerima email Hilton Art Division berjalan dengan rasa cemas sekaligus bersemangat bagi Emily, dia memilih untuk membalas dengan hati-hati, tetap menggunakan identitas Daisy tanpa pernah menyebutkan nama atau menunjukkan wajahnya.

[Saya bersedia bekerja sama secara online. Namun, saya mohon untuk tetap menjaga kerahasiaan identitas saya. Saya ingin karya saya berbicara, bukan diri saya.]

Balasan itu dia ketik dengan tangan gemetar sebelum akhirnya di kirim. Dalam beberapa menit, Hilton Art Division membalas cepat, seolah mereka sudah menunggu:

[Kami menghormati keputusan Anda, Daisy. Namun, perlu diketahui, semakin besar kolaborasi ini, semakin banyak publik dan media yang ingin tahu siapa sosok di balik karya. Kami harap suatu saat Anda mempertimbangkan untuk tampil ke depan.]

Emily menggigit bibirnya.

Dia tahu itu akan jadi masalah di masa depan, tapi untuk saat ini, dia merasa inilah keputusan yang terbaik..

***

Di kantor pusat Hilton Art Division, ruang rapat kembali dipenuhi diskusi. Para staf memandangi layar laptop mereka, membaca balasan Daisy.

“Dia bersedia bekerja sama, tapi tetap menolak menunjukkan identitas,” ucap Kepala Divisi. “Apa yang harus kita lakukan, Tuan?”

Albert duduk bersandar dengan tangan menyilang di dada. Wajahnya serius, tapi matanya tajam. “Terima. Lanjutkan kerjasama itu.”

“Tapi, Tuan, biasanya kita menandatangani kontrak resmi dengan data lengkap seniman. Kalau..”

Albert memotong singkat, “Jika Daisy ingin tetap anonim, biarkan. Dunia seni punya banyak wajah. Selama karya itu miliknya, Hilton bisa memfasilitasi. Kita akan membuat kontrak digital dengan sistem yang aman.”

Para staf saling berpandangan, lalu mengangguk. Tidak ada yang berani membantah.

Albert menatap layar, memperhatikan lukisan-lukisan yang dikirim Daisy. Ada sebuah karya baru dimana seorang gadis berdiri di tepi pantai dengan langit senja, wajahnya samar seakan disengaja kabur.

Tapi mata si gadis itu, meski hanya bayangan namun seolah menyimpan kesedihan mendalam.

“Daisy..” gumam Albert pelan, nyaris tidak terdengar oleh siapapun. “Siapa sebenarnya kau?”

Di kamar tidurnya, Emily menatap laptopnya dengan senyum tipis, dia baru saja menyelesaikan satu karya digital untuk proyek Hilton, yaitu lukisan yang menggambarkan bunga matahari yang tetap berdiri tegak meski diterpa badai hujan.

Pesan masuk. Email dari Hilton Art Division.

[Lukisan Anda menyentuh hati banyak orang di tim kami. Tuan Albert Hilton pribadi ingin mengucapkan terima kasih. Beliau berkata, karya Anda membuatnya mengingat sesuatu yang penting dalam hidupnya.]

Emily membeku. Matanya membesar. “Albert.. melihat karyaku?”

Jantungnya berdetak cepat. Selama ini, ia selalu merasa Albert hanya pria dingin yang bicara soal bisnis, tidak pernah peduli pada hal-hal emosional.

Tapi kenyataan bahwa Albert melihat karyanya dan bahkan merasa tersentuh jelas membuat Emily merasakan sesuatu yang sulit di jelaskan.

“Dia.. tidak tahu kalau aku Daisy, kan?” bisiknya, setengah panik.

Semakin hari, proyek online itu berkembang pesat. Daisy, alias Emily diminta membuat beberapa karya untuk katalog pameran Hilton yang akan dipublikasikan global.

Setiap kali ia mengirimkan lukisan baru, balasan dari Hilton Art Division selalu hangat, bahkan terkadang diselipi kalimat-kalimat personal dari “Tuan Hilton”.

Seperti pada email terakhir:

[Bunga matahari dalam badai itu indah sekali. Saya merasa seperti melihat pantulan diri saya sendiri. Terima kasih, Daisy.]

Emily menatap layar lama, jemarinya terhenti di atas keyboard. Albert tidak tahu bahwa Daisy adalah dirinya, tapi melalui karya itu, Albert seolah bicara langsung padanya, tanpa formalitas.

Ada sesuatu yang aneh. Emily merasa lebih mengenal sisi lembut Albert lewat interaksi sebagai Daisy dibanding lewat percakapan mereka sehari-hari.

Di sisi lain, Hilton Group mulai menerima banyak pertanyaan dari media dan komunitas seni tentang siapa Daisy?

Mengapa Hilton berani mengadakan kolaborasi besar dengan seniman yang tidak pernah menampakkan wajahnya?

“Publik makin penasaran,” lapor Kepala Divisi saat rapat. “Beberapa media bahkan menyebut Daisy sebagai ‘seniman hantu’ yang misterius.”

Albert tersenyum tipis. “Biarkan. Rasa penasaran itu akan membuat orang semakin tertarik dengan pameran kita. Daisy tidak perlu menunjukkan wajahnya untuk saat ini. Identitas hanyalah topeng. Karyanya sudah cukup berbicara.”

Namun, jauh di dalam dirinya, Albert sendiri tak bisa menahan rasa ingin tahu yang semakin besar. Setiap kali melihat karya baru Daisy, dia merasa ada sesuatu yang familiar, seakan-akan setiap goresan warna menyimpan rahasia yang ingin ia ungkap.

Malam itu, Emily berbaring di ranjangnya dengan laptop masih terbuka di samping. Ia membaca ulang email terakhir dari Hilton, lalu menatap buku sketsanya.

Ada sebuah gambar yang baru ia buat: seorang pria bersiluet, berdiri tegak dengan jas formal, tapi wajahnya samar, tak terlihat jelas.

Emily menggambar sambil berbisik pada dirinya sendiri. “Kenapa aku malah.. Menggambar dia?”

Dia menutup buku cepat-cepat, wajahnya memerah.

“Aku harus berhati-hati. Jangan sampai mereka tahu kalau Daisy adalah aku. Terutama.. Albert.”

Namun tanpa di sadari, semakin banyak karya yang dia buat, semakin kuat benang merah antara dirinya dan Albert.

Hilton Group makin penasaran siapa Daisy. Dan Albert, tanpa tahu kebenarannya, semakin tenggelam dalam rasa ingin tahunya, karena di balik setiap lukisan Daisy, dia merasa menemukan sisi manusia yang selama ini ia pikir sudah hilang dalam dirinya.

Di tengah pemikiran Emily yang jauh ke masa depan, dia memandang kembali lukisan sang ibu yang sampai hari ini belum dia sentuh.

Ponsel di tangannya dia alihkan ke mobile banking, memeriksa berapa banyak uang yang sudah dia kumpulkan.

"Aku rasa sudah boleh.."

Emily melihat-lihat merk cat dan kuas yang ingin di belinya untuk melanjutkan karya itu.

Beberapa akan dia beli secara online, dan alat lain akan dia beli besok sepulangnya dari kampus.

"Ibu.. tenang saja, kali ini aku akan menyelesaikannya sebelum meninggalkan dunia ini," ucap Emily sambil mengambil botol obat yang di simpan di laci melukisnya.

"Obat-obatan ini hanya mencegah perkembangan penyakit anda, tapi lebih baik lagi bila anda memutuskan untuk mengimbanginya dengan melakukan kemoterapi, apalagi ukurannya belum terlalu besar"

Ucapan dokter padanya beberapa minggu yang lalu membuat dia terus memikirkan, apakah dia harus masuk ke tahap itu?

Kemoterapi?

Waktunya masih tersisa dua tahun, namun saat dia memeriksakan diri, ternyata penyakitnya sudah mulai timbul, padahal dia sudah menjaga pola makan yang baik agar tidak terkena masalah di bagian pencernaan.

"Sepertinya benar.. nasib bisa di ubah namun takdir tidak akan berubah," ucap Emily sebelum masuk ke alam mimpi, mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah.

1
Cty Badria
tinggal keluarga y hanya ngangap alat, tidak suka jalan y bertele, pu nya lemah banget
Lynn_: Terimakasih sudah mampir ya kak😇
total 1 replies
Fransiska Husun
masih nyimak thor
Fransiska Husun: /Determined//Determined/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!