NovelToon NovelToon
Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romantis / Time Travel / Enemy to Lovers / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: zwilight

Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.

"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"

Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.

Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?

ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 35 | Talk To Your Husby

Tokyo Opera City Art Gallery—jadi tempat berlangsungnya pameran tunggal yang diadakan oleh seorang seniman kenamaan dunia. Puluhan karya seni dan hiruk pikuk pengunjung dari mancanegara menambah kesan luar biasanya pelaksanaan pameran akbar ini.

"Gawat, aku ngerasa lagi di surga..." matanya sampai berbinar sepanjang lorong yang tiap dindingnya menampilkan karya seni luar biasa. Dengan langkah pelan ia mengamati satu persatu lukisan itu dengan mata penuh kekaguman.

"Bagus ya Ma," ucap Nathael pelan, tangannya masih berpegangan erat pada Papanya. Sementara Anala sibuk memotret setiap sudut diruangan itu. "Iya kan... dari dulu Mama selalu punya mimpi buat bisa ngadain pameran, nggak harus sebesar ini yang penting orang-orang bisa lihat karya Mama."

Sebelah tangan Nathael yang bebas langsung meraih baju Mamanya, dia tersenyum memberi dukungan. "Mama pasti bisa kok, Nael akan dukung Mama!" senyum tulus yang berhasil membuat hati Anala menghangat.

Anala sedikit menunduk, ia memilih menepi dan memandang Nathael lebih dekat. "Tapi Mama nggak yakin, sayang. Susah bikin pameran apalagi kalau sendiri." ada sedikit resah yang tergambar oleh tatapan Anala.

"Kamu kan punya banyak kenalan anak seni. Apalagi teman kuliah kamu pasti akan bantu kok."

Suara Elliot tiba-tiba menginterupsi percakapan mereka. Keduanya sama-sama mendongak, menatap heran pada Elliot yang tiba-tiba bicara. "Temen kuliah? aku aja nggak ingat apapun." matanya beralih menatap nanar ke arah lain.

"Kita bisa hubungi temen-temen kamu lagi, aku akan bantu kamu." meski suaranya mengalun pelan, tapi efeknya berhasil membuat cahaya itu kembali hidup di mata Anala. "Beneran?" katanya sambil kembali ke posisi berdiri dan langsung melingkarkan tangannya di lengan Elliot.

Elliot tak berani menatap lama, dia mengalihkan pandangannya dengan tangan yang sibuk mengusap tengkuknya. "Kita kan mulai pacaran sejak kuliah. Sejak saat itu, kamu selalu cerita apapun tanpa ditutupi, termasuk soal temen-temen kamu."

Pembicaraan mereka terus berlanjut, begitupun dengan langkah pelan sambil sesekali memperhatikan lukisan yang mendadak kalah pamor dari obrolan mereka.

"Kayaknya aku secinta itu ya sama kamu sampai cerita apapun?" Kepalanya sedikit miring, sengaja menggoda Elliot dari samping. Namun pria itu hanya menatap lurus tanpa terpancing perasaan. "Bukan cuma kamu, tapi aku juga..."

Sontak wajah Anala langsung memerah. Ia memegangi kedua pipinya, menepuknya agar tak terlalu terlena. "Kenapa Ma?" Nathael jadi tak mengerti apa yang membuat Mamanya tiba-tiba bereaksi aneh.

Anala hanya menggeleng dengan mata tersenyum, pandangannya lalu beralih pada Elliot dengan binaran terang. "Kamu tuh kayak malaikat dihidup aku." Elliot langsung mendelik, alisnya terangkat satu. "Malaikat pencabut nyawa?"

"Ya bukan! tapi kamu itu malaikat pelindung."

Pandangannya lurus ke depan, pameran seni ini seolah tak ada artinya dibanding percakapan mereka yang kian intens. Anala mulai mengerti kenapa dirinya di masalalu begitu mencintai pria yang tidak pandai memanjat ini.

Nathael yang sejak tadi terus berdiri ditengah-tengah obrolan orang dewasa mulai bosan. Ia menarik sedikit ujung baju Elliot, membuat pria itu menunduk menatap putranya. "Kenapa sayang?" suara lembut yang menenangkan hati.

"Nael mau di gendong biar sama tinggi dengan Mama dan Papa," tanpa menunggu lama Nathael kini sudah berpindah posisi dalam gendongan Papanya. Anala tak bisa menyembunyikan senyumnya saat dua orang ini terlihat sangat dekat.

Tiba-tiba sesuatu diluar dugaan terbersit dalam benaknya. Tangannya tersampir dibelakang, matanya menatap pada sebuah lukisan yang tepat berada didepannya. "Aku nggak ingat, kira-kira apa ya yang bikin kamu mau jalani pernikahan sama perempuan berisik dan banyak omong kayak aku?"

Raut wajah Elliot langsung berubah riang, matanya tak beralih pada siluet Anala. Ujung bibirnya terangkat walau tipis. "Apa ya... mungkin karena kamu yang nembak duluan, kamu juga yang lamar aku duluan."

Bohong... aslinya Elliot justru merasa kesal karena perasaannya terus didahului Anala. Saat dia ingin mengakui cinta, Anala lebih dulu mengakuinya. Saat ia hendak melamar, Anala dengan lancangnya merengek minta di nikahi duluan.

Aslinya aku kesel, kamu selalu selangkah lebih maju soal hubungan kita.

Anala menyerungut, matanya mendelik sambil berkacak pinggang menatap Elliot. "Anjir... aku sebucin itu sama cowok yang bisa manjat tapi nggak bisa turun?"

Elliot membelalak, tak menyangka istrinya tiba-tiba membicarakan pengalaman paling ingin dikubur oleh Elliot. Ia menelan ludah sebelum bicara. "Eh! apaan kamu tiba-tiba bongkar aib orang."

Perempuan itu hanya cengengesan, terlalu puas dengan ekspresi sang suami. Ia mengangkat dua jaringan membentuk tanda peace. "Nggak bongkar El, cuma keceplosan dikit. Lagipula yang tau cuma anak kamu doang tuh."

"Hayolo Papa ternyata nggak bisa manjat ya?" Nathael ikut terkekeh, sengaja satu tim dengan Mamanya untuk menjahili Papa. Elliot mencubit hidung kecil itu dan menyipit dengan suara pelan.

"Nael jahat nih, nggak belain Papa."

Anak kecil itu tersenyum lagi, tangannya tiba-tiba sudah melingkar erat di leher Papanya. "Walaupun begitu, Papa tetap yang paling keren diantara semua orang yang Nael kenal." ucapan menenangkan itu menghangatkan jiwanya, salah satu yang jadi alasan kenapa ia tetap bertahan.

***

"Anala, apa boleh aku bicara serius?"

Napas Anala mendadak tercekat begitu Elliot bicara dengan nada serius. Matanya juga berbeda, terlihat profesional bukan datar seperti biasa. Sambil menahan detak jantung yang tiba-tiba berkecamuk kencang, Anala meyakinkan dirinya untuk ikut duduk di sofa yang ada di kamar mereka.

"So–soal apa?" tanyanya dengan raut wajah ragu dan nada terbata. Mata Elliot masih menatapnya lurus, menyesap segelas wine yang sudah tertata diatas meja.

Tepat setelah tangannya meletakkan kembali gelas itu, matanya berubah sendu, seolah takut salah bicara. Elliot mengepalkan tangannya, mencoba menyemangati diri sebelum bicara. "Apa kamu benar-benar kehilangan separuh ingatan yang udah kita lewati bersama?"

Anala mengangguk cepat, tangannya tiba-tiba berubah dingin. Entah kenapa rasa takut menguasainya setiap kali berbicara tentang ingatan yang hilang tersebut. "A–aku tau kamu nggak percaya, tapi aku nggak bohong. Aku beneran nggak ingat apapun yang terjadi sepuluh tahun lalu."

"Tapi... ada saat dimana potongan ingatan itu tiba-tiba muncul." Anala menggeser duduknya lebih dekat pada Elliot, sebelah tangannya langsung meraih jemari pria itu. Dengan pelan, matanya menatap dalam pada sorot mata Elliot yang terlihat penuh luka dan trauma.

"Belum lama ini, aku pernah denger suara yang nggak tau datangnya dari mana. Dalam suara dan ingatan itu, aku pernah dipenuhi kegelisahan saat kamu jauh. Aku seolah dibutakan oleh rasa cemburu. dan disaat yang sama ada Yohane yang selalu dengerin ceritaku."

Elliot menahan napas sejenak, terlalu tegang hingga tanpa sadar jantungnya berubah sesak. "Apa itu waktu aku lagi diluar negeri? apa Yohane mencoba mempengaruhi kamu sejak saat itu?"

Anala menggelengkan kepalanya, "Aku nggak tau, setiap kali aku coba buat mengingat semuanya berubah kosong. Aku nggak ngerti apa yang sebenarnya terjadi."

Ada sesuatu yang mengusik di dalam dadanya—bukan sakit, tapi juga bukan sekadar takut. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu kecil yang berkepak di perut tapi sayapnya penuh duri.

Tangannya terulur menggenggam kedua tangan Elliot dengan erat. Sorot matanya tak berubah, masih penuh harap dan cinta. "Tapi satu hal yang harus kamu percaya, aku nggak mencintai Yohane. Sama sekali enggak!"

Elliot terkesiap, ia bisa merasakan tangan Anala yang dingin menggenggam tangannya. Matanya tak beralih pada kedua bola mata yang menatapnya dalam. Tak ada kebohongan yang tersisa, semuanya benar-benar terasa nyata tanpa sandiwara.

"Anala..."

"Ya?"

Pria itu tersenyum lalu balik menggenggam tangan Anala dan menciumnya. "Setelah ini... ayo kita mulai lagi dari awal. Ayo jadi pasangan yang saling terbuka dan tanpa luka lagi. Ayo jadi orang tua yang harmonis dan penuh tawa, kita wujudkan lagi pernikahan bahagia itu."

Tanpa sempat Anala sadari, air mata sudah luruh dipipi. Kata-kata Elliot menjangkau ke bagian paling dalam jiwanya, ia bahagia hingga rasanya sulit untuk dijelaskan. Tangannya lepas dari genggaman Elliot, ia menyeka air matanya dengan kasar tanpa suara.

"Kamu percaya sama aku? kamu mau maafin semua salahku selama ini?" suaranya bergetar terbawa tangis. Rasanya tak pantas mendapatkan maaf semudah ini.

Elliot mengangguk, tangannya dengan lembut menyeka air mata yang terus jatuh. "Aku percaya kamu karena kamu istriku. Nggak ada alasan untuk nggak memaafkan, karena sejak awal rasa cintaku jauh lebih besar daripada kecewaku."

Tapi Anala masih tak sanggup menatapnya lekat, dadanya naik turun sesenggukan. "Gimana ini El... rasanya aku sesak karena bahagia." ia menepuk-nepuk dadanya, nyeri terasa hingga nyaris sesak napas.

Namun Elliot menahannya, dia malah membawa Anala kedalam dekapannya. "Makasih ya udah kembali jadi Anala yang aku kenal. Pelan-pelan kita perbaiki lagi semuanya, termasuk semua ingatan kamu." diakhir katanya Elliot mengecup puncak kepala Anala dengan lembut, obrolan intim yang terjadi saat anak-anak terlelap.

"Sekarang aku ngerti kenapa Anala sepuluh tahun lalu begitu tergila-gila sama kamu sampai nekat buat ngelamar duluan."

Mereka terkekeh bersama layaknya kesembuhan yang menjalar memperbaiki setiap bagian yang retak. Mulai saat ini mereka akan mulai semuanya dari awal, melupakan kesalahan dan menata kembali masa depan.

1
aria
lanjut
Mayuza🍊: secepatnya ka✊
total 1 replies
Mayuza🍊
semoga nanti author dan readers dapat suami kayak Elliot yaa😭
__NathalyLg
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
Mayuza🍊: mana bener lg 😔
total 1 replies
Ahmad Fahri
Terpana😍
Mayuza🍊: haii kaa makasih banyak supportnya ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!