Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 - Mimpi Buruk
Aiden melangkah keluar ke balkon sambil membawa ponselnya yang bergetar. Setelah keluar, ia sedikit menutup pintu balkon agar angin tidak masuk ke kamarnya. Ia tidak ingin Anya sakit karena angin malam.
"Apa hasil penyelidikan?" Aiden melanjutkan berjalan ke ujung balkon dan meletakkan tangannya di pagar balkon. Langit malam tampak sangat gelap, dan baik bulan maupun bintang tidak terlihat. Angin terus berhembus, tetapi itu tidak membuat Aiden merasa sedikit pun kedinginan.
"Tuan, saya sudah mencari apoteker yang mencampur obat Tuan. Dia meninggal karena terpeleset dan jatuh dari balkon rumahnya." kata Harris dari ujung telepon.
Senyum dingin muncul di wajah Aiden, membuat wajah tampannya terlihat menyeramkan, "Imel sangat pintar. Dia bergerak sangat cepat!"
Ia berbalik dan bersandar pada pagar. Matanya tertuju pada tubuh mungil yang sedang tidur di tempat tidur. Ia ingin memastikan Anya masih tertidur pulas dan tidak terbangun. Matanya melembut saat menatap sosok Anya yang sedang tidur di tempat tidurnya.
"Saya juga bertemu dengan salah satu rekannya. Rekan itu mengatakan bahwa apoteker itu satu-satunya yang menyediakan obat untuk Tuan." kata Harris.
"Kembali, Harris. Tidak ada gunanya tinggal di sana. Orang yang membuat obatnya sudah mati. Kesaksian rekannya tidak cukup kuat. Kau tidak akan bisa menemukan cukup bukti untuk menjatuhkan Imel." kata Aiden pelan.
Harris sangat keberatan. Ia kesal karena tidak bisa menemukan bukti konkret untuk menjerat Imel meskipun mereka tahu siapa yang telah melakukan semua ini.
Sejak kecelakaan Aiden, Imel telah berusaha menyakiti Aiden sampai-sampai menjadi benar-benar gila. Wanita itu sudah gila.
"Tuan, semua tanda mengarah pada Nyonya Imel. Izinkan saya memberikan semua bukti kepada Tuan Bima dan biarkan Tuan Bima yang mengurusnya!" kata Harris tergesa-gesa. Ia tidak rela jika penyelidikannya dihentikan tanpa hasil.
"Tidak!" jawab Aiden tegas, "Kita tidak bisa membiarkan ayahku mengetahui rencana ini. Kita akan tetap menyelidiki Imel secara diam-diam. Sekarang, kembali!"
"Baik, Tuan!" Meskipun merasa keberatan, Harris tidak berani menentang keputusan Aiden, "Tuan, saya baru saja menerima informasi bahwa Tuan Ivan akan kembali ke Indonesia bulan depan untuk menghadiri pesta ulang tahun ayah Tuan."
Ivan Atmajaya…
Keluarga Atmajaya dikaruniai tiga putra. Ardan Atmajaya dan Aiden Atmajaya adalah putra Bima Atmajaya dan Vina. Sementara Ivan Atmajaya adalah putra kedua, putra haram Bima Atmajaya dan selingkuhan Bima, Imel.
Dulu, Ardan, kakak Aiden, adalah presiden utama perusahaan Grup Atmajaya dan Ivan adalah wakil presidennya. Saat itu, Aiden diberi tanggung jawab menangani cabang luar negeri perusahaan Grup Atmajaya.
Namun, Ardan secara tak terduga menderita penyakit jantung dan meninggal mendadak di kantornya.
Saat itu, putra Ardan, Nico, juga bekerja di perusahaan Grup Atmajaya sebagai kepala manajer. Namun, karena usianya yang masih muda, ia tidak bisa menggantikan ayahnya untuk memimpin perusahaan. Ia masih belum berpengalaman untuk menggantikan posisi ayahnya.
Agar Grup Atmajaya tidak jatuh ke tangan selingkuhan Bima, Aiden harus kembali ke Indonesia untuk mengambil alih posisi kakaknya.
Setelah kematian Ardan, Ivan yang menjabat sebagai wakil presiden secara alami memiliki peluang besar untuk mengambil alih seluruh perusahaan. Namun, sebagai putra istri sah Bima Atmajaya, Aiden bergegas pulang dan mengambil alih posisi kakaknya.
Aiden secara paksa mengirim Ivan ke luar negeri untuk mengurus cabang perusahaan asing. Ia ingin menyingkirkan pria itu dari Indonesia agar tidak bisa mengambil alih Grup Atmajaya. Di luar negeri, Ivan sama sekali tidak memiliki kekuasaan karena perusahaan cabang luar negeri adalah perusahaan yang dibangun Aiden dari nol. Hanya Aiden yang berkuasa di sana.
Sekarang, Ivan Atmajaya akan pulang untuk menjenguk ayahnya. Sepertinya badai besar akan menerjang Keluarga Atmajaya.
Meskipun Aiden sudah mulai berjalan lagi setelah kecelakaan yang menimpanya, matanya masih buta. Mungkin ini adalah waktu yang tepat bagi Imel dan Ivan untuk menyingkirkannya dari perusahaan.
"Biarkan saja dia kembali. Lebih mudah menangani ibu dan anak ini secara langsung." jawab Aiden dingin sambil mendengus.
"Tapi Tuan, mata Tuan..." Sebagai orang yang selalu berada di samping Aiden, Harris tentu bisa melihat sikap tuannya. Sering kali ia merasa bahwa Tuannya bertingkah seperti orang normal, seolah-olah ia bisa melihat. Itu membuatnya menduga bahwa Aiden bisa melihat lagi. Namun, ia tidak tahu seberapa jauh penglihatan Aiden telah pulih. Ia khawatir pada Aiden. Tuannya belum pulih sepenuhnya. Ia tidak ingin membiarkan Aiden kehilangan penglihatannya lagi.
"Aku akan pulih perlahan. Kita akan mengamati situasi selama beberapa hari sebelum pergi ke luar negeri untuk mencari perawatan alternatif lain." kata Aiden tenang.
"Baik, Tuan. Maafkan saya karena terlalu gegabah." Setelah menyampaikan semua laporan kepada Aiden, Harris merasa lebih tenang dari sebelumnya. Saat penyelidikan, seolah-olah ia diliputi adrenalin dan ia bertindak sangat gegabah.
"Hmm… bersabarlah. Aku tidak akan hanya memaafkan Imel, aku tidak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Kita akan menunggu sampai dia menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya." Wajah Aiden mungkin terlihat sangat tenang saat mengatakan itu, tetapi otaknya berputar keras, memikirkan rencana untuk menjatuhkan lawannya. Ia tidak akan tinggal diam jika ada yang mencoba menyakitinya.
Setelah menutup telepon, Aiden langsung kembali ke kamarnya. Ia menutup pintu balkon dan berjalan ke tempat tidurnya.
Ia melihat tubuh mungil Anya di tempat tidur bergerak gelisah. Dahinya sedikit berkeringat karena mimpi buruk yang telah mengganggu tidurnya.
"Aiden… aku takut…" katanya pelan.
"Aiden… apakah kita akan mati?" tanyanya dengan suara rendah.
Aiden membelai rambut Anya, berusaha menenangkannya agar kembali tertidur lelap. Ia mencium keningnya dengan lembut, "Jangan takut. Aku di sini…"
Tapi itu tidak berhasil, Anya bergerak gelisah dan keringatnya semakin banyak.
"Aiden, kau tidak boleh mati. Aku tidak akan membiarkanmu mati. Keluarlah…"
Air mata mulai mengalir di wajah Anya. Ia menangis tersedu-sedu sambil terus memanggil nama Aiden.
"Anya, bangun! Bangun…" Aiden mengguncang tubuh Anya untuk membangunkannya dari mimpi buruknya.
Dari dalam tidurnya, Anya merasakan guncangan di tubuhnya sehingga matanya langsung terbuka. Ia melihat Aiden duduk di sampingnya dengan wajah yang basah oleh air mata. Saat melihat Aiden, ia langsung bangun dan memeluknya erat-erat.
"Aiden, kau baik-baik saja. Tidak terjadi apa-apa padamu!" Anya membenamkan wajahnya di leher Aiden. Air mata masih mengalir di wajahnya, membasahi piyama yang dikenakan Aiden. Namun, Anya tidak peduli, ia terlalu sedih karena mimpi buruk yang dialaminya. Mimpi itu terasa begitu nyata.
Aiden dengan lembut menepuk punggung Anya seolah menenangkan seorang anak yang mengalami mimpi buruk, "Itu hanya mimpi buruk. Jangan dipikirkan. Aku baik-baik saja!"
Aiden tahu mimpi buruk apa yang menghantui Anya. Ia tahu kejadian itu dengan sangat jelas, tetapi ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Anya. Ia tidak tega menceritakan semua itu pada Anya…