[⚠️Disclaimer ⚠️
Jangan singgah kalau tak sungguh. Jangan buka bab kalau sekadar kepo di awal, apalagi cuma boom like doang. Ikuti cerita ini sampai tamat, rasakan sensasi punya bestie yang cetar membahana badai.]
.
Popoy, Gilang dan Lele adalah sahabat satu geng yang membagongkan. Masuknya Gilang sebagai anak baru memunculkan gonjang-ganjing dunia persilatan.
Lele, pewaris Uchiha yang adalah jelmaan Sarada akan membawa kalian semua ke dalam cerita anak SMA terdahsyat sedunia menembus universe alam khayal hingga alam barzah.
Bacalah, maka kalian akan menemukan teori konspirasi di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan Separuh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kakak Kelas yang Hilang
Pas banget kedatangan gue ke Bandung bertepatan dengan pertandingan karate yang bakal diikutin Gilang. Gue udah ga mood lagi ke areal perkemahan Puput, gara-gara ada setan bermuka jelek di sana. Untung ada event karate itu, jadi gak sia-sia banget gue datang ke Bandung.
Gue, Nita, Dwi dan Reka bakal nontonin Gilang tanding. Sementara Puput enggak. Dia ga bisa ninggalin tugas-tugasnya di lapangan katanya.
Setelah Gilang nganterin gue sampai di homestay, dia pun balik ke penginapannya di desa sekitar areal perkemahan. Gilang udah gue tawarin diantar driver gue tapi dia nolak dan milik balik pakai ojol mobil.
Bahkan gue udah nawarin kenapa Gilang ga nginap aja di tempat gue, karena tempat pertandingannya besok dekat dengan homestay gue dan butuh waktu sekitar 45 menit dari lokasi perkemahan itu.
Gilang nolak tawaran gue juga. Alasannya karena perlengkapannya ga dibawa, masih ada di penginapannya. Iya sih, gue paham. Apalagi baju karate itu, baju pemberian Puput, si cewek yang menyadarkan Gilang bahwa dia harus berubah. Siapa lagi cewek yang nyadarin dia kalau bukan Puput. Masa gue? Udah tahu kalau Gilang sama gue cuma gue ajak haha hihi doang.
Gue dan teman-teman gue sampai di homestay. Gue sih lanjut mandi terus istirahat. Kalau cewek-cewek itu ga tahu deh, katanya mau keliling buat cari spot-spot foto.
Sebenarnya kalau soal foto-foto biasanya gue gila banget dan ga mau ketinggalan. Tapi sepulang gue dari tempat menyeramkan itu gue jadi serba ga mood. Pingin rebahan aja bawaannya.
Gue pun mandi dan masih terbayang-bayang dong muka jelek yang neror gue di toilet portabel tadi. Paranoid abis gue sekarang. Jadinya gue oun mandi bebek doang. Cuma gebyar-gebyur ga jelas, buru-buru. Gue ga sempat pakai lulur mandi, gue ga sempat pakai masker muka, gue ga sempat pijat-pijat kepala pas keramas, pokoknya mandi yang paling ga jelas seumur hidup gue.
Setelah mandi dan bebenah, gue pun rebahan. Gue pingin banget Vcall bokap-nyokap gue. Gue pingin ceritain kejadian membagongkan di areal perkemahan tadi. Tapi, niat gue itu gue urungkan karena gue ga mau buat bokap-nyokap gue over thinking.
Terus gue lihat chat-chat dan riwayat telepon gue sama Papoy, sama Gilang dan orang-orang terdekat gue. Gue pingin banget ngebacot sama seseorang sekarang, tapi sama siapa ya?
Gue buka chat gue yang udah-udah sama Gilang. Gue jadi terbayang-bayang sama tu anak. Si Jamet yang paling gue sebel ternyata adalah seorang yang keren. Kerennya itu karena prinsipnya kuat banget. Dia rela berbuat nekat demi memulai sebuah perubahan.
"Kita ga pernah tahu sebelum mencoba," itu kata-kata Gilang yang selalu terngiang-ngiang sama gue.
Ya, bener juga.
Gue pernah nyesel karena suatu hal yang intinya related banget sama kata-kata Gilang barusan.
[Flashback on]
Dulu gue punya senior yang gue taksir. Dia ada di kelas dua belas, sementara gue masih kelas sepuluh.
Kenapa gue naksir sama dia? Memang orangnya ganteng, kulitnya bersih, kalau kemana-mana selalu wangi, dari kelas unggulan, anak basket, pokoknya wajar deh kalau murid cewek di sekolah itu pada naksir sama dia.
Tapi ada sesuatu yang lain yang bikin gue naksir berat sama dia. Dia orangnya penyayang binatang.
Suatu ketika gue pernah mergokin dia blusukan di got ga jauh dari pusat perbelanjaan. Cowok itu yang biasanya wangi, rapi, penampilan kece, barang-barang branded, semua kandas seketika.
Dia lagi di got. Kaki dan tangannya berkubang lumpur yang bau. Bajunya kotor, pokoknya jadi kaya gembel.
"Kak? Kakak lagi ngapain?" kata gue sambil nutup hidung gue. Dia masih nunduk-nunduk terus ngomong sama gue. "Eh, elu Dek. Bisa minta tolong ga?" katanya.
"Ha? Minta tolong apa Kak?" kata gue. Sebenarnya waktu itu gue ogah banget nolongin dia, habisnya jorok banget.
"Tolong pegangin ini," kata cowok itu sambil ngasihin ke gue seekor anak kucing yang semua bulunya kena lumpur. Dia diam aja, ga mengeong.
Gue iba banget, tapi gue jijik. Tangan gue ragu, maju-mundur gitu nerimanya. "Pegang sebentar," katanya sambil masih berdiri di got. Gue pun megang anak kucing itu di lehernya. Setelah itu cowok ini melepas kemejanya dan membalut tubuh anak kucing itu biar pas digendong ga ngotorin tangan dan baju gue.
Gue sampe "Haaaaa... Segitunya?"
Gue pun gendong anak kucing itu. Terus kami jalan sebentar dan nemu keran di pelataran ruko. Cowok itu minta izin buat pake kerannya dan penjaga ruko itu ngizinin.
Dia ngebersihin anak kucing itu sebelum ngebersihin dirinya sendiri. Gue salut banget sama dia. Setelah ngebersihin anak kucing itu dan ngebersihin dirinya, kami pun jalan ke mobilnya.
Di sana ada handuk kecil yang biasa dia pakai malah dipakaikan ke anak kucing itu. Dia buat tempat biar anak kucing itu nyaman di dalam mobil dengan menggunakan kardus yang isinya baju kaos dia yang ada di mobil. Gila, itu kaos branded, anjoy! Dipakai buat kucing jalanan ini yang ga tahu mungkin di dalam badannya dia penyakitan kali.
Cowok itu pun ngucapin terima kasih sama gue dan kami pun berpisah. Sejak saat itu gue akrab sama cowok itu. Kami punya hobi yang sama yaitu menyayangi kucing.
Tapi kedekatan kami ga naik level, ya segitu-gitu aja. Tetap berteman walau sering jalan, dan jelas-jelas walau gue naksir sama dia. Perasaan itu gue pendam sampai akhirnya dia ngikutin ujian akhir sekolah di kota lain.
Ya, cowok itu pindah. Kami ga pernah kontakan lagi. Dulu sih alasannya karena fokus belajar, mau fokus ke ujian akhir terus setelahnya dia juga mau ikut seleksi masuk perguruan tinggi. Komunikasi semakin minim, minim dan minim sampai akhirnya kami putus kontak sama sekali.
Jarak dan waktu menghapus kebersamaan kami. Tapi, enggak dengan perasaan di hati gue. Yang awalnya manis, gue pendam sendiri dan terasa semakin manis dan akhirnya terasa pahit dan terasa semakin pahit dengan gue pendam sendiri.
[Flashback off]
"Kita ga pernah tahu sebelum mencoba," itu kata-kata Gilang yang selalu terngiang-ngiang sama gue.
Seandainya dulu gue ngomong sama dia kalau gue naksir sama dia, mungkin di antara kami ada sebuah kesempatan yang membuat kami tetap bersama. Meskipun yang di sana sibuk mengejar kelulusannya lalu ujian-ujian yang lainnya. Dan meskipun yang di sini bolak-balik kontrol ke rumah sakit tiap beberapa waktu sekali.
Ya, seandainya.
Hemh, sekarang, Gilang, lu yang ngeluarin kata-kata itu... Gue harap lu bisa mengejar apa yang menjadi tujuanlu. Gue harus support elu, Gilang. Walaupun elu jamet, tapi lu tetap sohib gue.
tp benar juga sih Le rencana lo biar gayung papoy jadian, krn sebenarnya papoy suka ama gayung😁krn Gilang dah puy Mentari jd Papoy cm memendam di dlm hati
tp yg bikin sedih banget klo lele gk bertemu vino, gk tau vino dah mati atau masih hidup
itu yg q rasakan, hewan yg ku sayangi pergi gk kembali padahal di rawat dari msh orok🤧
duh gilang kw bisaan ngetawain papoy kw yang lagi menstruasi ntar gantian kau yang diketawain
barengan nih gilang kw mimpi basah puput kw datang bulan cucok lah kalian