Di usia yang tak dikatakan muda, Amaira Husna selalu didesak untuk segera menikah. Alih-alih berkeluh-kesah kepada sahabatnya, Reynand. Menceritakan kegalauannya tentang bagaimana cara mengambil sikap sebab orangtuanya telah mencarikan jodoh untuknya, justru dia mendapati hal yang tak pernah dia sangka.
Salahnya yang bercerita atau inilah solusi satu-satunya untuk menolak jodoh dari orangtua. Sebab Reynand datang di hari yang sama bertepatan disaat tamu orangtuanya tiba. Reynand datang mengutarakan niat untuk melamarnya.
Akankah Amaira menerima tindakan konyol Reynand, yang notabenenya berstatus sahabat dengan hubungan yang jelas tanpa dilingkupi adanya cinta.
Atau terpaksa menerima dan menganggapnya sebatas solusi yang malah berbuntut frustasi akibat keputusannya?
Tpe-
20-09-2019
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARyanna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Begitu mataku terbuka, sosok yang aku tunggui semalaman tetap takku temui.
Kurubah posisiku menjadi duduk. Mataku mulai mengedar memandang tiap sudut ruangan yang dapatku jangkau. Menatap sekelilingnya, betapa bodohnya aku menunggu sampai pagi dan tertidur disini, rutukku dalam hati.
Aku menghembuskan nafas secara kasar, lalu bangkit dengan langkah gontai menuju dapur untuk meneguk segelas air putih. Dilanjut ke kamar untuk bersiap berangkat bekerja.
***
Aku sedang berada di kubikel langsung mendongak saat Dewi menghampiri. "Kenapa tadi di panggil Pak Hendro?"
"Lembur," jawabku singkat seraya mengarahkan pandanganku kembali ke layar komputer.
"Gak pengertian banget tu Bos, pengantin baru dijatah lembur," gerutu Dewi.
Farida seketika menggeser kursi berodanya, hingga mendekat ke arahku. "Ra, kamu ada masalah kan?" tanya Farida setelah menempelkan sikunya pada sandaran kursiku.
Akupun menoleh ke arah Farida lalu menggeleng.
"Mukamu kusut semenjak masuk kerja," ucap Farida to the point.
Dewi kini Fokus menatapku, pandangan matanya menyipit memperhatikanku. "Reynand ngapain kamu?" tanyanya kemudian.
"Ngapain gimana?" aku balik bertanya.
Farida memutar bola matanya. "Yah malah balik nanya. Ya, mana kita tahu? Makanya kita tanya ke kamu?" ucap Farida.
Gak mungkinkan aku bilang ke mereka, kalau Reynand sudah terhitung tiga hari ini gak pulang.
"Yah, malah bengong!" tegur Dewi sambil menepuk pundakku.
"Gak kok, cuma kecapekan aja." Alasanku doang, dari pada diberondong banyak pertanyaan.
"Hmm biasa Da, efek kebanyakan lembur dirumah, barangkali." Ucap Dewi asal dan terkikik setelah menyelesaikan kalimatnya.
Farida mencebik dan beranjak berdiri dilanjut berpamitan untuk pergi ke toilet. Dewi kini juga melangkah pergi masuk ke ruangannya.
Aku menarik nafas dan menghembuskan secara perlahan. Lalu mengecek ponselku yang berada di sisi kiri meja. namun tak ada satupun notifikasi pesan maupun panggilan dari Reynand. Pesanku yang kemarin saja masih belum di Read dan yang ada hanya pesan dari nomor tak dikenal yang mengatakan anda menang undian 100juta. Hahaha Mimpi!
***
Aku keluar dari gedung perkantoran pada pukul sembilan lebih sepuluh menit. Kini aku sedang mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.
Tiba-tiba saja terdengar sedikit suara gemuruh dan saat melintasi gundukan atau lebih tepatnya polisi tidur terasa keras dan juga mobil terasa lebih berat.
Apalagi setir mobil berbalik ke arah kiri dengan sendirinya, akupun segera meminggirkan mobil dibahu jalan. Dan benar saja saat aku turun, salah satu ban depan kiri kempes.
"Sial!" umpatku. Akupun memegangi kepalaku. "Kenapa harus diwaktu yang gak tepat," gerutuku.
Aku mulai mengedarkan pandangan disekitar. Tempatnya begitu sepi, ada beberapa ruko tapi sudah tutup. Lampu penerangan jalan pun juga temaram dan hanya beberapa yang menyala, juga gak ada kendaraan lain yang melintas.
Aku mencoba mengambil ponselku yang berada di dalam tas, lalu mengeluarkannya. Aku mencoba menghubungi Reynand.
Sudah tersambung, namun cukup lama aku menunggu tapi tidak diangkat. Sudah aku coba, mungkin lima kali tapi panggilan tetap tak terjawab.
"Sialan!" Aku benar-benar geram bercampur kesal. Sampai kapan dia akan marah. Disaat seperti ini siapa yang bisa kuharapkan.
Rasanya wajahku sudah mulai memanas. Mataku perih dan sungguh sial sekali hari ini.
Aku berfikir, bengkelnya Papa jam segini juga pasti sudah tutup. Akhirnya akupun menelpon Papa meminta bantuan beliau, agar menjemputku serta aku memberi kode atau letak dimana aku kini tengah berada, karena aku tak tau nama jalan dimana kini aku berada.
Aku cukup bernafas lega, sebelum telfon ditutup, barusan Papa memberitahuku akan segera kemari.
Posisiku masih berada di luar mobil, tapi begitu aku menoleh ke arah belakang, aku menajamkan penglihatanku, terlihat Siluet kalau tidak salah hitung ada sekitar lima sosok lelaki berjalan menuju ke arahku.
Bulu kudukku bergidik, merinding. Ketakutan serta merta muncul karena langkah mereka semakin mendekat. Sial benar-benar sial aku hari ini.
Aku menyeret kakiku mundur ke belakang. Pandanganku mengedar, sepi sekali disini. Tak ada satu kendaraan yang melintas, kepada siapa aku berteriak meminta tolong.
Aku takut jika mereka adalah pelaku begal. Bisa saja mereka mengambil harta benda, tapi bagaimana jika mereka menyeret lalu melecehkanku dan dilanjut melakukan tindak kriminal lain seperti membunuhku.
Jantungku berdegup kencang, tubuhku bergetar, kakiku terasa melemas, tulang kakiku melumer seperti jelly. Aku benar-benar takut dan waswas. Aku panik lalu masuk kembali ke dalam mobil dan menguncinya.
Gemetaran ditanganku semakin menjadi, bahkan sepenuhnya sudah menjalar disekujur tubuhku. Sepertinya mereka sudah benar-benar mendekat dan sampai. Aku panik dan tanpa sadar aku menggigit jari-jariku.
Tok tok tok
Dan benar saja mereka sudah berada di sekeliling mobilku. Bahkan terdengar ketukan di jendela, aku semakin takut. Ponselku kini berdering ditambah ketukan di sisi kiri maupun kanan jendela mobil semakin keras, aku makin panik dibuatnya, tanganku refleks menutup telinga.
"Aaaaaa!" teriakkan.
"Papa ....Mama... Tolong....."
Tok Tok Tok buka pintu mobilnya
Tok tok tok
Suara ketukan itu makin menjadi, aku semakin takut bahkan kepalaku sudah kubenamkan di stir mobil. Cukup lama aku didalam mobil.
Tok tok tok tok
Ira ... Ira buka pintunya
Lalu terdengar suara ketukan pada jendela kaca tepat disebelahku dan sayup-sayup suara seseorang yang kukenal. Takut-takut aku menoleh dan dalam keadaan cahaya lampu yang remang dari penerang jalan yang membias masuk, dapat kulihat wajahnya, walau sedikit tak jelas tapi aku dapat mengenali dia siapa.
Aku terperangah, mataku semakin berkaca dadaku pun naik turun dan seketika aku bergerak membuka knop pintu mobil lalu aku turun dari mobil dan berhambur menenggelamkan wajahku pada dada bidangnya.
Memeluknya erat untuk menyalurkan segenap rasa takut yang tengah melanda. Aku terisak dan menangis dipelukannya, kemudian berbisik serta mengadu menyebut namanya, "Rey... Reynand... Aku .... takut."
Hik Hik hikssssss
Part ini masih berlanjut yaa 😚😚
To be Continue