Sang Pemilik Cinta

Setelah pertemuan Rey dan Rasya dipernikahan Jessy. Rey dan Rasya makin intens berkomunikasi, sesekali mereka bertemu untuk makan siang bersama.

Hari ini, Rey diajak makan malam di rumah Rasya. Rey memasuki rumah sederhana itu, ini adalah satu-satunya rumah yang diberikan Roy sebelum meninggalkan Diana dan tidak jadi bercerai dari Shinta. Roy juga memberikan Diana sejumlah uang yang lumayan cukup dijadikan modal jahit rumahan yang cukup untuk kehidupan mereka berdua.

"Assalamualaikum," ucap Rey ketika pintu dibuka oleh Diana.

"Rey, anaknya mas Ryan?"

"Iya tante, sebelumnya Rey atas nama keluarga mohon maaf," suara lirih Rey.

"Mohon maaf kenapa Rey? tidak ada yang salah, memang keadaan yang memaksanya menjadi seperti ini." Suara sedih Diana, kemudian dilanjutkannya lagi.

"Roy juga tidak benar-benar meninggalkan kami, walau kami tidak bersama, namun sesekali berkomunikasi. Sayangnya kami kehilangan kontak, setelah kondisi kesehatan mas Roy mulai memburuk. Rasya mencoba beberapa kali menemui Roy, tapi gagal." Kata-kata terakhir Diana diangguki Rasya.

"Lalu bagaimana kondisi Roy sekarang?" tanya Diana lagi.

"Baik, om Roy sudah mendapatkan perawatan medis yang sangat baik, tapi kami masih menunggu pendonor yang tepat untuknya. Sudah ada dua orang yang bersedia, namun gagal karena tidak cocok."

"Kapan kami bisa menemuinya Rey?" tanya Rasya.

"Kapanpun kalian ada waktu, saya siap mengantarkan," jawab Rey.

"Kamu baik sekali Rey, beruntung wanita yang akan mendapatkanmu." Senyum Diana pada Rey dan dibalas yang sama.

"Rey dekat dengan Cinta bun," celetuk Rasya.

"Cinta teman Mely?" tanya Diana.

"Iya sewaktu wisuda, bunda duduk disebelah ayahnya Cinta dan ternyata ayahnya Cinta adalah sahabat om Ryan." Jelas Rasya kepada Diana.

"Ya ampun, dunia tidak selebar daun kelor," ucap Diana dan dibalas senyuman dari Rey kemudian berkata "begitulah tante, sebenarnya kita dekat namun terasa jauh."

"Memang apapun jika belum waktunya, tidak akan terjadi. Jika dipaksakan terjadi sesuai kehendak kitapun juga tidak akan sebaik yang kita mau," lirih Diana.

"Betul tante." Kata Rey spontan.

Setelah berbincang hangat, kemudian mereka makan malam bersama lalu Rey pamit pulang. Sebelum beranjak pergi, Rey berkata "kalau tante dan Rasya ada waktu, sabtu ini saya antar menemui om Roy. Kebetulan papi dan mami juga ingin menjenguknya."

"Saya takut kalau bertemu dengan mas Ryan dan mba Vena juga." Jawab Diana, lalu dielus punggungnya oleh Rasya dan berkata "ga apa-apa bunda, ada Rasya."

"Baiklah, terimakasih atas makan malamnya tante. saya permisi, assalamualaikum," ucap Rey dan menuju ke mobilnya.

"Waalaikumusalam," jawab Diana dan Rasya bersamaan.

Rey segera menancapkan gasnya, lalu pergi.

Sesampainya di apartemen, Rey menelepon papinya dan saling memberikan informasi baik dalam hal perusahaan maupun keluarga. Sungguh Rey anak yang bisa diandalkan, walaupun kadang liar di luar namun sangat hangat didalam.

Beberapa hari kemudian, akhirnya pertemuan itu terjadi. Rey dan orangtuanya sampai lebih dahulu di rumah sakit XY, mereka menunggu kedatangan Diana dan Rasya dilobby.

Beberapa menit kemudian Rasya dan Diana muncul. Terlihat kehangatan Vena yang menyapa Diana sambil memeluknya, Ryan juga menyapa Rasya dan memeluknya. Ada guratan rasa bersalah di wajah Ryan "maafkan aku Di"

"Iya mas, tidak apa. memang sudah jalannya seperti ini," jawab Diana.

kemudian mereka bersama-sama menuju ruangan Roy. Roy langsung berkaca-kaca melihat wanita yang sangat dirindukannya datang bersama sang buah hati.

Mereka saling berpelukan dan meluapkan tangisannya. "maafkan aku Di" suara Roy lirih

"Ssssttt.." Ucap Diana menjulurkan telunjuknya pada bibir Roy.

"Aku ikhlas mas, selama ini juga aku bahagia, ada Rasya yang selalu menemaniku." Tunjuk Diana pada lelaki muda disebelahnya.

"Maafkan papa ya nak," ucap Roy pada Rasya.

"Iya pa." Rasya memeluk ayahnya.

Rasa haru menyelimuti ruangan itu. Kesalahpahaman yang terjadi selama ini hilang. Semua indah pada waktunya.