Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama
Hanum menatap dirinya di cermin sesaat setelah riasannya selesai. Matanya nampak terkesima dengan apa yang di lihatnya.
"Ini beneran lo, Num? Ajegile... cantik bener," ucap Hanum saat MUA yang meriasnya sudah keluar dari kamarnya. Hanum tak percaya dia ternyata bisa secantik ini. Wajahnya benar-benar cantik dengan riasan tipis dan tidak berlebihan. Di pipinya nampak semburat merah jambu membuatnya semakin terlihat manis. Rambutnya yang biasanya hanya di ikat atau bahkan saat bekerja hanya di gelung rapi, kini tergerai dengan aksen curly dari tengah ke ujung, membuat penampilannya semakin terlihat cantik.
Hanum menurunkan pandangannya, gaun berwarna merah tanpa lengan dengan bagian leher berbentuk V hingga sedikit menampilkan belahan dadanya. Hanya sedikit, namun Hanum merasa tidak nyaman dengan itu. Bagian pinggangnya mengikuti lekuk hingga Hanum merasa bokongnya terlihat sedikit menonjol. Panjang gaun hingga ke mata kaki namun ada belahan di depan hingga ke bagian atas paha. Cantik. Tapi Hanum sedikit tidak terbiasa jadi dia hanya merasa risi.
Hanum menghela nafasnya, dia harus terbiasa, karena bagaimana pun Hanum akan segera menjadi istri Arya dimana pasti dia harus ikut pria itu dalam berbagai acara pesta. Itu yang di katakan Ratna. Jadi pelatihan tiga hari ini sangat berguna untuk kedepannya.
Hanum melangkah keluar kamar, kakinya berjalan hati- hati sebab belum terbiasa menggunakan sepatu high heels.
Arya menunduk melihat jam di pergelangan tangannya. Acara pertunangan Rendi akan segera di mulai, tapi Hanum belum juga muncul. Tak masalah sebenarnya Arya juga tak ingin terlalu lama di acara tersebut. Hanya untuk formalitas dan Arya akan pulang.
Ketukan sepatu terdengar membuat Arya mendongak. Saat menemukan Hanum, Arya tak bisa tak tertegun di tempatnya.
Gadis itu yang biasanya menggunakan seragam pelayan di rumahnya, kini nampak cantik dengan gaun mahal yang dia kenakan. Tidak Arya rasa gaun itu jadi lebih indah karena Hanum sendiri.
Hanum tersenyum ke arahnya membuat Arya semakin tenggelam dalam pandangannya, hingga Hanum berdiri tepat di depannya. "Ayo, Tuan."
Hanum mengernyit saat melihat Arya hanya diam, hingga untuk kedua kalinya Hanum kembali memanggil Aryan.
"Tuan?" Hanum bahkan mengibaskan tangannya membuat Arya mengedipkan matanya.
"Tuan, sampe terkesima gitu. Saya cantik, ya?" Hanum memiringkan wajahnya dan tersenyum manis membuat Arya berdecak.
"Lama sekali, ayo!" Hanum mengerutkan bibir, lalu mengikuti Arya untuk segera pergi.
Di dalam mobil Hanum tak bisa tak merasa gugup, dia berkali-kali menghela nafasnya agar mengurangi gemetar di tubuhnya, telapak tangannya bahkan terasa dingin saat mobil melaju semakin jauh dari gerbang rumah.
"Kenapa?" Arya menatap Hanum yang tak bisa diam di tempat duduknya.
"Ya gugup lah, Tuan. Saya kan baru pertama kali pergi ke pesta."
Saat ini mobil melaju memasuki gerbang besar dan menampilkan rumah besar dengan suasana ramai yang sudah pasti menampakkan banyaknya para tamu yang datang. Karpet merah yang terbentang menyambut kedatangan Arya dan Hanum saat baru saja turun dari mobil mewah yang membawa mereka.
Hanum baru saja akan mendorong pintu agar segera keluar sebelum Arya menahannya dan membuatnya menoleh.
Baru saja akan bertanya Hanum merasakan jemarinya di tarik dan sebuah cincin meluncur terpasang di jari manisnya.
Hanum tertegun saat cincin itu nampak indah dan pas di jarinya.
"Apa ini, Tuan?"
"Akan aneh jika nanti orang-orang bertanya dan kita tak memiliki bukti hubungan kita." Aryan masih mengarahkan tatapannya pada jari tangan Hanum. Wajahnya datar tanpa ekspresi membuat Hanum menebak-nebak apa yang pria itu pikirkan.
Saat Arya mendongak Hanum dengan cepat mengangguk. "Aku akan turun lebih dulu," ucap Arya dengan membuka pintu.
Setelah Aryan benar-benar turun Hanum kembali di buat terkejut saat tangan Aryan terulur padanya. Tak ingin membuang waktu Aryan terlalu lama Hanum segera menyambut uluran tangan tersebut dan keluar dari dalam mobil.
Saat kaki Hanum menginjak karpet merah yang terbentang perasaan gugup kembali menyerang, dan Aryan bisa merasakannya sebab tangan Hanum yang terasa dingin di genggamannya.
"Ingat jangan jauh dariku kalau kamu gak mau kena masalah."
Hanum mengangguk dan merasakan genggaman tangan Arya mengerat.
Dua orang di depan pintu membungkuk hormat lalu mempersilakan Arya dan Hanum masuk.
Melangkah lebih dalam Hanum bisa melihat banyaknya orang di dalamnya. Tatanan megah ini menunjukan betapa kayanya yang punya acara. Tentu saja itu terlihat dari rumah yang besar yang dia datangi kini.
Dari yang Hanum dengar tunangan Rendi adalah putri pemilik perusahaan besar, dan sudah pasti kaya. Jadi tidak di ragukan lagi.
Arya membawanya melangkah ke arah perkumpulan para pria tua yang terdiri dari tiga orang, dan Hanum tahu salah satunya adalah Tuan Hardi alias kakek dari Arya.
"Kakek," sapa Arya dengan mengangguk hormat.
Hardi menoleh dan tersenyum saat melihat Arya. "Arya." lalu tatapannya beralih pada Hanum. "Ini?"
"Pacarku." Hanum melepas tangan Arya lalu mengulurkan tangannya pada Hardi, dan langsung membawanya untuk dia cium.
"Halo, Kakek. Saya Hanum." Hardi tertegun lalu terkekeh.
"Ya, ya ..." Hardi tak menyangka jika Hanum akan mencium tangan tuanya sebagai penghormatan.
Bukan hanya Hardi, Arya pun di buat terdiam dengan tingkah Hanum.
Dengan menipiskan bibirnya Arya kembali ke dua pria tua di sebelah Hardi. "Ini kedua adik kakek. Kakek Rustan dan kakek Harlan." Hanum mengangguk dan memberikan senyumnya.
"Hallo, kakek, senang bertemu." Hanum pun melakukan hal yang sama yakni mencium punggung tangan Rustan dan Harlan.
"Jadi kamu punya pacar? Bukan karena Randi yang bertunangan hari ini, kan?" ucap Harlan dengan senyum penuh wibawanya. Namun Arya tahu ucapan itu penuh sindiran. Meski benar, tapi Arya juga tak mungkin menunjukkan jika dia tak mau kalah dari Rendi. Dia bahkan rela membuat kontrak dengan Hanum hanya agar Rendi tak mendahuluinya.
"Jangan bicara begitu. Arya sudah membuat kemajuan yang bagus, bukan?" Kakek tua bernama Rustan menepuk pundak Arya.
"Hanya waktunya saja yang tepat, kakek," ucap Arya dengan tenang.
"Ngomong- ngomong, kamu dari keluarga mana?" tanya Harlan pada Hanum.
Hanum menoleh pada Arya membiarkan Arya yang bicara, dan Arya menatap Hanum dengan menarik sudut bibirnya. "Hanum dari keluarga biasa, kakek."
Hanum hanya menipiskan bibirnya mendengar ucapan Arya seolah membenarkan.
"Sungguh? Aku kira kamu akan memilih wanita yang memiliki kuasa, setidaknya untuk mendukung posisi kamu di keluarga besar kita. Seperti Rendi, Tari pasti bisa mendukungnya."
Arya tak bereaksi berarti, dia berucap dengan tenang, "Apa keluarga kita masih membutuhkan dukungan dari orang lain, kakek? Kenapa aku merasa kakek sedang meremehkan kekuatan keluarga kakek sendiri. Dan aku masih mampu melakukan semuanya sendiri."
Harlan yang merasa tersindir menipiskan bibirnya, namun masih nampak tenang.
Arya menggenggam tangan Hanum. "Aku memperkenalkan Hanum sebagai pacarku, bukan rekan kerja, kakek." Hanum tak bisa tak tersenyum menatap Arya, wajahnya menampakan berbinar sudah seperti benar-benar terpesona.
Melihat itu Hardi mengangguk, lalu terkekeh. "Arya benar. Jangan bicarakan hal lain di pertunangan Rendi. Lagi pula kita bukan orang yang kekurangan kekayaan hingga membutuhkan cucu menantu yang kaya."
Dalam hati Hanum menggerutu. Ini baru permulaan, kan? Dan Hanum yakin drama ini masih panjang.
Doble Up kalau boleh kak