NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Teman-teman Yura masih asik bercanda di ruang tengah, sambil sesekali mengintip ke dapur.

“Gue gak ngerti sih, mereka kayak Tom & Jerry, tapi vibes-nya couple banget,” komentar Febi sambil ngemil keripik.

“Ada-ada aja mereka tuh,” timpal Hana, menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Sementara itu, di dapur...

Yura sedang mengeluarkan sayuran dari kantong belanja. Ardhan berdiri di belakangnya, mengambil satu persatu barang dan menyusunnya di kulkas.

“Eh, ini daging ayam ditaruh mana?” tanya Ardhan.

“Freezer, tapi yang bawah,” jawab Yura tanpa menoleh.

Ardhan pun membuka freezer, lalu,

“BRAK!!”

Kepalanya membentur pintu kulkas bagian atas.

“Aw! Sumpah ini kulkas dendam sama gue,” keluh Ardhan sambil mengelus keningnya.

Yura menoleh cepat dan menahan tawa. “Tuh kan! Lo kebanyakan gaya, sih. Pinter gaya, gak pinter buka kulkas.”

“Gue tuh terlalu tinggi, kulkasnya aja yang pendek,” dalih Ardhan.

Yura mengangkat satu wortel dan mengacungkan ke arah Ardhan. “Nih, buat ngompres! Biar otaknya gak makin ngelantur.”

“Gue juga punya nih buat lo,” Ardhan ambil terong dan sok dramatis mengarahkannya ke Yura, “Simbol hati yang keras!”

Yura ketawa ngakak. “Lo tuh gak bisa serius ya?”

“Bisa,” jawab Ardhan, lalu dia mendekat sedikit ke arah Yura dan dengan nada lembut berkata, “Apalagi kalau soal kamu.”

Yura yang baru aja buka laci langsung berhenti. “Ardhan…”

Ardhan tersenyum kecil, “Tenang, bercanda kok,” katanya seolah gak terjadi apa-apa.

Yura hanya bisa mendengus dan lanjut membereskan belanjaan, pipinya mulai merona sedikit.

Tak lama kemudian, Ardhan salah menaruh minyak goreng di rak makanan ringan.

“Ardhan! Itu minyak, bukan minuman!”

“Eh serius? Kirain ini botol minuman tradisional,” jawab Ardhan sambil mengangkat botol minyak dengan gaya sok iklan.

“Gue nyerah deh,” ucap Yura sambil menutup wajah pakai kedua tangan.

Tiba-tiba, dari ruang tengah, Aldin berteriak, “Kalian tuh beres-beres mau masak atau perang sih, Kelamaan gue mau order GoFood!”

“Sebentar woy! Ini dapur bukan panggung komedi!” balas Yura.

Ardhan hanya cengengesan. “Kalau panggung, lo partner tetap gue kan?”

“Yang ada lo gue pecat,” cibir Yura sambil melemparkan bawang merah ke arah Ardhan.

Ardhan menangkapnya sambil berkata, “Cinta itu kayak bawang, makin dikupas makin bikin nangis.”

“Jadi lo cinta sama bawang atau gue?” pancing Yura iseng.

Ardhan terdiam sebentar, lalu menjawab, “Kalau gue bilang cinta lo, gimana?”

Yura terdiam.

“Malah main drama-dramaan nih berdua,” ucap Hana sambil berdiri di ambang dapur, menatap Yura dan Ardhan.

“Masakannya segera dibuat,” sahut Yura cepat, berusaha terlihat sibuk.

“Butuh bantuan gak?” teriak Febi dari ruang tengah.

“Gak perlu!” jawab Yura cepat, hampir bersamaan dengan suara panci yang digeser Ardhan.

Ardhan hanya tertawa kecil melihat reaksi salting Yura yang jelas tak bisa disembunyikan.

“Din, siap-siap aja pesan makanan kalau dalam sejam mereka belum kelar,” ujar Hana sambil geleng-geleng kepala, lalu kembali duduk.

“Kenapa?” tanya Aldin dengan nada polos.

“Lo tau kan orang jatuh cinta tuh gimana,” jawab Febi sambil menyenggol Aldin.

“Emang kayak gimana?” tanya Rizki sok polos, membuat semua melirik.

“Kek gak pernah jatuh cinta aja lo,” cibir Febi.

Tawa pun pecah memenuhi ruang tengah. Mereka larut dalam obrolan santai, menikmati momen berkumpul yang jarang terjadi.

Sementara itu di dapur, situasinya jauh berbeda, lebih hangat, lebih berwarna, seperti taman hiburan kecil untuk dua orang yang hatinya tengah bermain jungkat-jungkit.

Yura sedang mengiris bawang, Ardhan mengaduk sayur, tapi pandangan mereka saling mencuri-curi waktu.

“Eh, lo tau gak?” bisik Ardhan pelan. “Gue baru sadar, irisannya makin miring tuh sejak lo senyum-senyum sendiri.”

“Gak usah ngaco deh,” balas Yura, pipinya memerah. “Fokus.”

“Fokus banget ini mah,” goda Ardhan.

Yura melempar tatapan tajam, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Dapur itu bukan cuma tempat masak, tapi saksi dua hati yang mulai saling terikat, perlahan tapi pasti.

“Yura, lo tau gak? Lo tuh kayak garam di hidup gue,” ucap Ardhan sambil mengaduk-aduk sayur di wajan.

Yura melirik sinis. “Asin?”

“Enggak... bikin semua jadi ada rasanya.”

Yura mendelik. “Gombalannya udah basi.”

“Gak lah,” jawab Ardhan enteng.

Yura tak tahan dan mendorong pelan bahu Ardhan dengan sendok sayur di tangan. “Masak aja sana, banyak bacot!”

Tiba-tiba, minyak di wajan nyiprat ke tangan Ardhan.

“Aw!” teriaknya sambil melompat sedikit.

Yura refleks menghampiri. “Ya ampun, kenapa sih lo gak hati-hati?”

“Gue terlalu fokus liat lo sih,” jawab Ardhan sambil meringis, lalu nyengir.

Yura mendesah, mengambil es batu dari freezer dan membungkusnya dengan serbet kecil.

“Nih, pegangin. Jangan gaya mulu, jadinya luka.”

Ardhan menerima es batu itu, lalu menatap Yura serius. “Lo sayang ya?”

Yura mendelik. “Sayang ayamnya gosong.”

Tawa kecil kembali mengisi dapur.

Dari ruang tengah terdengar teriakan Hana, “Kalau masakannya gosong, kita tetap pesen pizza ya!”

“Gak gosong! Cuma... agak ‘berjiwa’ aja,” balas Yura.

“Aku sih yakin ini masakan penuh cinta,” celetuk Ardhan, “Rasanya pasti... nano-nano.”

Yura hanya bisa geleng-geleng.

Tak lama kemudian, Yura memutuskan menggoreng telur namun saat Yura membalik telur dadarnya tiba-tiba telur itu terbang sedikit karena terlalu semangat.

PLAK!

Telurnya jatuh ke lantai.

Ardhan langsung berseru, “Ini baru namanya telur patah hati!”

Yura sudah pasrah sambil berjongkok, “Lo bantuin bersihin atau mau gue pecahin satu di kepala lo?”

Ardhan ikut jongkok, mengambil lap, dan berkata, “Gue bantuin. Masa cewek gue disuruh bersihin sendiri?”

Yura langsung berhenti bergerak. “Siapa cewek lo?”

“Ya lo lah. Siapa lagi?” jawab Ardhan santai.

Yura mencubit lengan Ardhan pelan.

“Oke... oke... belum resmi ya... tapi udah di hati.”

Ardhan tertawa kecil.

Keempat teman Yura berdiri berjejer di ambang pintu dapur, menyaksikan kekacauan kecil yang terjadi di dapur.

“Pesan makan aja yok,” saran Aldin santai sambil bersandar di kusen pintu.

“Pesan aja deh, gue gak yakin mereka berdua bakal kelar,” timpal Hana, nadanya setengah pasrah.

“Enak aja lo! Gue udah masak capek-capek, malah mau beli makan di luar!” protes Yura, memutar tubuhnya menghadapi mereka dengan spatula di tangan seperti sedang siap perang.

“Yakin rasanya enak?” tanya Rizki sambil menaikkan alis, menahan tawa.

“Yakin dong!” jawab Ardhan cepat, penuh percaya diri. “Chef Ardhan gak pernah gagal!”

“Gak pernah gagal? Tapi gagal move on tuh,” bisik Febi ke Hana, membuat mereka tertawa cekikikan.

“Tunggu bentar lagi! Sedikit lagi jadi, sabar napa!” ucap Yura sambil mengibaskan tangan, mengusir mereka seperti ayam di halaman.

“Baik, Chef. Tapi kalau rasanya bencana, jangan salahkan kami kalau kabur diam-diam,” cibir Febi sambil mengangkat tangan tanda menyerah, lalu mereka pun balik ke ruang tengah.

Yura menggeleng pelan sambil tersenyum. “Berasa ikut acara masak bareng tukang nyinyir,” gumamnya.

“Yang penting partner masaknya asik,” seloroh Ardhan sambil mengedipkan mata.

Yura hanya mendengus, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!