Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Ucapan Terima Kasih
Ketika matahati mulai condong ke barat, dan bayang-bayang pun mulai memanjang. Di lain tempat, Arkan juga menepikan motornya disebuah tempat tenda warung yang telah memiliki momen manis. Ditempat ia dan Kimi pernah makan bersama.
"Bu, Seblaknya dua! dibungkus" Kata Arkan pada Ibu penjual Seblak yang dulu juga pernah ia dan Kimi kunjungi.
"Siap, Mas.".
Arkan sedang menunggu di kursi yang tersedia saat tahu-tahu saja seorang perempuan mendekatinya.
"Aah ... untungnya aku ketemu kamu, Ar." Wanita itu adalah Ayumi, yang terakhir kali bertemu dengannya di toko milik Kimi.
Arkan mengeryit, melihat wajah Ayumi yang baru saja menampakan raut kelegaaan.
"Bisa bantu, aku, Ar?" Tanya Ayumi.
"Bantu apa, Yum?" Arkan menatap pada Ayumi yang terlihat sedikit merasa tidak enak padanya. Entah kenapa.
"Emmm ... Boleh pinjam uang dulu, ngga? Buat bayarin Seblak aku, Ar."
Arkan tertegun sejenak. Namun tak sempat bersuara saat Ayumi dengan cepat menuntaskan ucapannya.
"Aku janji bakal bayar! Aku benar-benar ceroboh banget, Ar. Waktu berangkat dari rumah cari Seblak, seingatku, aku sudah bawa dompet yang aku simpan di jok motor."
"Taunya, pas Seblaknya udah kepesan. Dompetku ngga ada, kayanya ketinggalan. Aku benar-benar ceroboh banget" Ayumi mengesah pelan, lalu menatap Arkan dengan mata penuh harap.
"Plis ... bantuin aku, yah!"
Arkan terkekeh, "Kamu ngga kasih saya kesempatan untuk bicara, Yum?" Ucap Arkan pada Ayumi yang sekarang meringis merasa bersalah.
"Sori, Ar. Aku benar-benar panik. Mana hp ku juga ketinggalan lagi, aku jadi bingung sendiri mau minta bantuan siapa?"
"Ngga mungkin juga, kan, aku tiba-tiba batalin pesananku. Seblaknya aja udah dibungkus. Ngga mungkin Ibunya pisahin kuah sama isiannya buat dibalikin ke tempat semula." Kali ini Ayumi terkekeh pelan seraya mengikuti Arkan yang beranjak.
"Berapa? Saya bayarin!" Arkan mendekati Ibu penjual Seblak yang berdiri di balik meja portable.
Ayumi menanyakan jumlahnya pada Ibu penjual yang khusus untuk pada pembayaran.
Ibu Itu terlihat mulai menghitung jumlah pesanan Ayumi. "Totalnya jadi delapan puluh lima ribu."
Arkan mengeluarkan uang warna merah dari dalam dompetnya. Lalu sekalian membayar pesanannya sendiri saat sudah selesai.
Arkan hendak berbalik dan pergi saat Ayumi kembali berucap padanya.
"Makasih, yah, Ar! Aku ngga tau bakal gimana tadi, kalau ngga ada kamu."
Arkan mengangguk."Sama-sama, Yumi."
"Aku janji bakal bayar, Ar!" Ucap Ayumi dengan serius.
"Ngga usah, Yum! Anggap aja traktiran dari saya." Jawab Arkan sambil berlalu, yang ternyata di ikuti oleh Ayumi.
"Ngga bisa gitu, lah, Ar. Aku kan tadi bilangnya minjem. Aku harus bayar ke kamu"
"Tunggu sebentar ... Ar!" Ayumi menghadang langkah Arkan saat Ayumi menyadari Arkan yang hendak menaiki motornya.
"Saya serius, ngga usah di–" ucapan Arkan menggatung begitu saja, diabaikan oleh Ayumi yang sekarang berbalik mendantangi Ibu penjual Seblak tadi.
Ayumi terlihat bicara sebentar dengan Ibu itu lalu kembali melangkah ke arahnya dengan membawa selembar kertas bersama pulpen.
"Kamu tulis alamat rumah kamu, di sini, Ar!" Ucap Ayumi saat sudah dekat.
"Anggap itu sebagai traktiran dari saya, Yum."
Ayumi menggeleng lalu tanpa aba-aba menarik telapak tangan Arkan. Membuatnya terkesiap, lantas hendak menarik tangannya dari pegangan tangan Ayumi, tepat saat wanita itu meletakkan selembar kertas tadi bersama pulpen itu.
"Kali ini aku maksa banget, Ar. Tolong tulis alamat rumah kamu, dikertas itu." Ayumi begitu keukeuh dengan keinginannya.
Arkan sampai menghela napasnya terlebih dulu, sampai kemudian mengangguk lalu menuliskan alamatnya di kertas tadi, yang lantas menerbitkan senyum dibibir Ayumi.
"Mungkin sekali lagi, saya bicarakan ini pada kamu. Saya benar-benar ikhlas membantu Kamu, Yum. Jadi kamu ngga perlu repot-repot membayar yang tadi." Arkan menyerahkan kertas berisikan alamatnya pada Ayumi, yang disambut wanita itu dengan senyum semringah.
"Aku tahu, niat tulus kamu. Tapi, untuk yang satu ini. Aku ngga bisa terima dengan tangan terbuka begitu aja."
Arkan manggut-manggut saja, "Okelah, terserah kamu." Ujaranya kemudian. "Saya pergi dulu."
Ayumi mengangguk dengan cepat lalu melambaikan tangannya saat melihat motor Arkan mulai melaju.
"Makasih banyak, Arkan!" Teriak Ayumi yang masih bisa didengar oleh Arkan.
Kimi duduk di ruang tengah, tangannya bergerak pelan membuka kotak hadiah dari Ehsan, yang diberikan oleh Sarah.
Kimi dibuat takjub pada hijab hitam yang berada di dalam kotak hadiah itu. Hijab itu berbahan satin dengan motif kaligrafi arab.
Kimi mengambil hijab itu hendak mengenakannya. Namun urung saat suara mesin motor yang berhenti di pekarangan rumah.
Kimi memasukan kembali hijab itu ke dalam kotak tadi lalu meletakannya di atas sofa, bersamaan dengan salam yang terdengar dari suara familiar itu.
"*Assalamualaikum*. "
"*Wa'alaikumussalam*, Mas." Jawab Kimi, ia memerhatikan Arkan yang melebarkan senyum seraya memangkas jarak.
"Mas beliin kamu Seblak, Dek."
Kimi mengambil kresek itu dari tangan Arkan yang berisi kotak styrofoam. "Mas beli, di mana?" Tanya Kimi semangat. Pas sekali, tadi ia juga tiba-tiba menginginkan Seblak.
"Di tempat kita makan waktu itu."
Kimi tersenyum, yang membuat hati Arkan sekali lagi membuncah. Untuk suatu yang tidak bisa Arkan mengerti.
"Makasih, yah, Mas!"
Arkan mengangguk seraya mengikuti Kimi yang berjalan ke arah dapur.
"Mas, kok. Bisa kepikiran beliin aku, Seblak? Aku curiga, Mas. Kayanya ini jawaban untukku."
Arkan terkekeh, seraya melangkah ke kamar mandi yang ada di ruang dapur untuk mencuci kakinya.
"Jawaban apa, Dek?" Arkan harus sedikit mengeraskan suaranya agar bisa didengar oleh Kimi.
"Aku tadi mau Seblak, Mas. Cuma ngga kebeli aja. Trus ngomong sendiri. Ya Allah ... rasanya aku mau makan Seblak." Kimi membawa dua mangkok berisi Seblak ke atas meja makan.
"Eh, kamu benaran bawa Seblak. Berarti ini jawaban dari doaku, doang, Mas." Kimi terkekeh seraya melihat ke arah Arkan yang menarik kursi di seberangnya.
Arkan menatap Kimi. Demi apa, Arkan menyukai Kimi yang cerewet seperti ini. Hal ini, mengingatkannya pada Kimi yang dulu. Yang sama-sama cerewet.
"Oh, gitu. Pantesan hati Mas, tergerak untuk beli Seblak. Ternyata udah ada yang doain di rumah."
Arkan terkekeh melihat Kimi yang menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Wanita itu seperti terakhir kali, yang terlihat begitu lahap memakan Seblak. Kimi menunjukan senyum puas dengan mata yang berbinar. Sampai rasanya, Arkan sanggup membelikan Kimi Seblak berjuta kali. Hanya untuk bisa melihat senyum dan mata berbinar itu. Memang terdengar berlebihan, tapi memang ini yang telah Arkan rasakan sekarang.
"Punya, Mas. Juga dimakan Seblaknya! Jangan cuma lihati aku." Protes Kimi padanya yang sedari tadi hanya menatap Kimi.
Arkan mengangguk pelan lalu mulai menyuapkan Seblak, ke dalam mulutnya. Lindahnya langsung bisa merasakan sensasi dari rasa pedas, gurih, dan sedikit rasa asam yang terasa khas.
Namun, sampai suapan yang keberapa pun. Arkan tetap memerhatikan Kimi. Entah, sejak kapan memandang Kimi bisa menjadi kesenangan tersendiri untuknya.
"Terima kasih, Dek!" Barangkali rasa itu tidak tersimpat dengan baik hingga kini ia justru mengungkapkannya.
Kimi mendongak, "Makasih buat, apa?"
"Terima kasih, karena telah menjadi istriku."
Arkan bisa melihat kilatan terkejut di kedua mata indah itu. Namun, lantas teratasi dengan baik setelah wanita itu menganggukkan kepalanya. Lalu kembali menunduk, melahab Seblaknya dengan lebih cepat dari sebelumnya.