Alexa tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan Angkasa-pria yang nyaris asing baginya. Bukan karena permintaan keluarga, bukan pula karena cinta, tetapi karena sebuah alasan yang tak bisa dijelaskan.
Alexa terjebak dalam kehidupan yang tak pernah ia inginkan, tapi semakin ia mencoba memahami pria itu, semakin banyak hal yang tak masuk akal dalam pernikahan mereka.
Di balik sorot mata tajam Angkasa, ada sesuatu yang tersembunyi. Sebuah kebenaran yang perlahan mulai terungkap. Saat Alexa mulai menerima takdirnya, ia menyadari bahwa pernikahan ini bukan sekadar ikatan biasa-ada janji yang harus ditepati, ada masa lalu yang belum selesai.
Namun, ketika semuanya mulai masuk akal, datanglah pilihan: bertahan dalam pernikahan yang penuh teka-teki atau melepaskan segalanya dan menghadapi konsekuensinya.
Di bawah langit yang sama, akankah hati mereka menemukan jalan untuk saling memahami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vin97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 Persimpangan
Alexa melangkahkan kakinya hendak berjalan memutari gedung, hari ini Angkasa punya jadwal yang cukup padat. Ia sudah meninggalkan gedung sejak pukul 9 pagi. Itu artinya ia tak punya pekerjaan apapun karena atasannya sedang tidak ada ditempat.
Ia pun memutuskan untuk melihat gedung itu dengan seksama.
Gedung itu berdiri megah, menjulang setinggi lima belas lantai di jantung kota. Fasad kacanya berkilauan diterpa cahaya matahari, mencerminkan kemewahan dan kekuasaan yang berdenyut di dalamnya.
Di lantai pertama, lobi luas menyambut setiap tamu dengan lantai marmer mengilap dan lampu gantung kristal. Resepsionis berdiri di balik meja panjang, mencatat setiap nama yang masuk.
Lantai dua hingga lima dipenuhi hiruk-pikuk divisi operasional. Suara telepon berdering, jari-jemari mengetik cepat di keyboard, dan rapat-rapat kecil digelar tanpa henti. Di lantai enam hingga sembilan, suasana lebih tenang. Ruang-ruang pribadi milik para manajer dan kepala divisi berjajar rapi, sementara ruang rapat besar menjadi saksi diskusi panjang yang menentukan arah perusahaan.
Lantai sepuluh terasa berbeda. Karpet tebal membungkam langkah kaki, udara dipenuhi keheningan berwibawa. Di ujung lorong, sebuah pintu kayu besar terbuka menuju ruangan paling berkuasa di gedung ini. Kantor CEO luas dan elegan, dengan meja kayu mahoni berdiri kokoh di tengahnya. Jendela besar menyajikan pemandangan kota dari ketinggian, seolah memperlihatkan dunia yang berada dalam genggamannya. Sebuah lounge pribadi dan balkon kecil menjadi tempatnya merenung, menimbang keputusan-keputusan besar yang akan mengubah arah perusahaan.
Lantai sebelas hingga empat belas adalah wilayah para eksekutif dan ruang konferensi utama. Di sinilah rencana-rencana masa depan digodok, kesepakatan bisnis dibuat, dan strategi disusun dengan penuh perhitungan.
Namun, di puncak gedung, suasana berubah. Lantai lima belas adalah oasis bagi mereka yang bekerja keras di bawahnya. Begitu pintu lift terbuka, aroma kopi dan makanan memenuhi udara. Food court luas dengan desain modern-industrial menyajikan berbagai hidangan, sementara dinding kaca besar menghadirkan panorama kota yang menakjubkan. Di sisi barat, balkon terbuka menjadi tempat favorit untuk menikmati angin sore sambil menyesap kopi. Beberapa karyawan masih terpaku pada laptop mereka, sementara yang lain larut dalam tawa ringan, melupakan pekerjaan sejenak sebelum kembali ke meja mereka.
Di gedung ini, ambisi dan kenyataan bertemu. Dari lantai sepuluh tempat keputusan besar diambil, hingga lantai lima belas tempat energi diperbarui-setiap sudutnya menyimpan cerita tentang perjuangan, mimpi, dan perjalanan menuju puncak.
Setelah lelah mengitari gedung yang tinggi itu, Alexa berniat untuk kembali keruangan.
Namun disela langkahnya ia bertemu dengan Elisa yang muncul dari lobby.
"Elisa.. apa yang kamu lakukan disini ?" Sapa Alexa, sapaan yang tampak hangat namun diterima buruk oleh Elisabeth.
"Kau menanyakan apa yang ku lakukan disini ?"
"Perusahaan ini milik keluargaku"
"Kau masih berani bertanya apa yang ku lakukan disini ?" Tanya Elisa.
Alexa tak menjawab, ia tak menyangka bahwa pertanyaannya akan membuat Elisa kesal.
Elisa menghela nafas kesal kemudian berjalan pergi menuju lift.
Alexa sendiri hanya diam, melihat Elisa menghilang dibalik pintu lift.
Ia hendak menaiki lift yang berbeda, seseorang berdiri tepat disampingnya.
"Hallo Alexa" sapaan Alam tampak terasa hangat.
Ditempat ini tampaknya yang hanya bisa menerima baik dirinya adalah Alam.
Alexa tersenyum dan membalas sapaan Alam.
"Siang Pak Alam. Pak Alam tidak meeting ?" Tanyanya.
"Oh.. sangat aneh kamu memanggilku pak" ucap Alam.
Alexa tersenyum tipis.
"Angkasa sedang meeting ya ?" Tanyanya.
"Itu mungkin untuk proyek lain." Jawabnya.
"Oh... Berbeda ya ?" Tanya Alexa.
Alam tersenyum.
"Itu berarti kamu sedang tidak ada kesibukan kan ?" Tanya Alam.
Alexa mengangguk ragu, meskipun sebenarnya ia tak seharusnya meninggalkan ruangannya lebih lama. Tapi ia akan sangat bosan apalagi tidak ada siapapun disana.
"Sudah makan siang ?" Ajak Alam.
"Apa tidak masalah makan siang dengan manajer ?" Tanya Alexa.
"Memangnya kenapa ?" Tanya Alam dengan nada tertawa.
"Aku manusia, kamu manusia."
"Kita sama kan. ?" Tanyanya lagi.
Alexa mengangguk.
"Baiklah"
Mereka kemudian menaiki lift menuju lantai 15.
Foodcourt disana tersedia banyak sekali makanan yang bisa dinikmati, mereka juga dapat makan siang gratis yang sudah disediakan oleh kantor.
Sementara itu ditempat lain, Elisa berjalan dengan bahagia menuju ruang Alam, hari ini dia sudah menyiapkan makan siang kesukaan alam.
Seperti biasa ia disambut hangat oleh sekertarisnya.
"Selamat siang Mbaa Elisa, mau tunggu didalam ?"
"Pak Alam sedang diluar. Harusnya sebentar lagi dia akan kembali" ucapnya.
"Baiklah. Terima kasih" jawab Elisa lalu ia masuk kedalam ruangan itu.
Waktu berlalu, ia menunggu hampir 30 menit, namun Alam tak kunjung kembali.
Elisa pun memutuskan menghubungi Alam.
"Hallo kak ? Kakak dimana"
"Oh. Hallo Elisa, aku sedang dikantin."
"Kantin ?"
"Kakak makan diluar ?" Tanya Elisa.
"Ah iya Elisa, siang ini aku ada janji makan siang"
"Kamu diruang ku ya ?" Tanya Alam.
Elisa melihat kotak makan siangnya.
"Iya kak. Aku membawa makan siang untuk kakak" ucap Elisa. Terdengar kecewa.
"Oh.. maaf ya Elisa, kayaknya siang ini aku gak bisa menikmati makan siangmu" ucap Alam.
"Pak Alam.. duduk disini saja boleh ?" Suara wanita terdengar diujung telepon alam.
"Boleh. Disana saja" jawab Alam.
"Yasudah aku tutup ya teleponnya Elisa." Ucap Alam
"Ah.. iya ka.."
Bahkan belum selesai berbicara, Alam sudah mengakhiri panggilan itu.
"Dengan siapa kak alam makan siang ? Suara wanita itu.. kenapa sangat tak asing didengar" Elisa coba menerka suara wanita itu.
Elisa kemudian keluar membawa rantang yang masih tak tersentuh itu.
"Sudah mau pergi mba ? Pak Alamnya kayaknya belum kembali" ucap sang sekretaris.
"Iya mba, katanya sudah ada janji makan siang" ucap Elisa tampak kecewa.
"Oh.."
"Yasudah, saya duluan ya" ucap Elisa pamit.
"Baik mba. Hati-hati dijalan" ucapnya
--
Alam yang langsung menutup telepon itu bergegas menghampiri Alexa.
"Sudah pernah makan dikantin kantor ?" Tanya Alam.
Alexa menggelengkan kepalanya.
"Belum. Ini kali pertama"
"Ternyata semenarik itu ya menjadi karyawan" ucapnya.
Alam tampak terdiam setelah itu ia tersenyum.
"Ohya ? Bagaimana bisa kamu bilang ini menarik ?" Tanyanya.
"Ya dapat makan siang gratis."
"Dulu bahkan waktu aku disekolah, guru tidak mendapat makan siang gratis" ucapnya sambil mengambil sendok miliknya.
Alam menatap Alexa. "Guru ?"
"Kamu guru ?" Tanya lagi memastikan
Alexa mengangguk.
"Sebelum bekerja di club, aku seorang guru" ucap Alexa.
"Lalu kenapa kau berhenti?" Tanyanya.
Alexa terdiam sejenak, lagi-lagi alasan itu karena angkasa.
"Ada beberapa hal yang terjadi" jawab Alexa
Alam menatap Alexa,seolah menutupi sesuatu darinya.
"Jika ada yang bisa ku bantu,beritahu saja."
"Aku senang bisa membantumu" ucap Alam mencoba tak berjarak diantara mereka.
Alexa mengangguk, ia menatap Alam.
"Terima kasih pak, padahal kita baru kenal tapi anda sudah begitu baik padaku" ucap Alexa.
"Apa anda tidak takut saya tipu ?" Tanyanya.
Alam tertawa. "Kau akan menipuku ?" Tanya Alam.
"Tidak. Maksudku jika saja"
Alam tersenyum lalu melirik ke Alexa.
"Jika dari awal itu tujuanmu, maka kamu akan menerima tawaranku sejak awal kan ?" Tanyanya lagi.
Alexa terdiam, ia kemudian mengangguk.
"Ayoo lanjutkan makan siangnya" ucap Alam.
Sementara itu Angkasa didalam mobil perjalanan kembali kekantor mencoba menghubungi Alexa, namun tak ada jawaban dari Alexa.
Angkasa tampak cemas, wajahnya terlihat tak tenang dengan mata yang terus berkali-kali melihat layar ponsel.
"Sedang menghubungi seseorang tuan ?" Tanya Aditya dari kursi kemudinya
"Aku sedang menghubungi Alexa, kenapa dia tidak menjawab panggilanku" ucap Angkasa.
"Mau coba saya tanyakan pada staf dikantor ?" Tanya Aditya mencoba memberikan jalan lain.
"Tidak perlu. Kita sudah hampir sampai, nanti akan aku tanyakan langsung padanya" ucap Angkasa.
"Baik tuan"
To be continued..