NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

"Maafkan aku, Neng telah membuat hidupmu kacau. Tiga tahun kita saling mengenal dan ingin mengikat janji suci, tapi rencana Allah tak terduga dan kita tak bisa berbuat apa-apa. Percayalah, Neng aku selalu mendoakan kebaikanmu. Selalu aku jaga dalam doa, meski kita tak mungkin bisa bersama."

Kata-kata Azam membuat aku bungkam dan terpaku. Terasa baru kemarin kita bercanda melewati hari penuh warna. Keliling warung makan untuk menjelajah kuliner. Dan kini dihadapkan pada kenyataan, bahwa Azam adik iparku. Suami dari kembaranku, dan aku calon istri Kak Adam sahabat dari Azam.

Cairan panas berlomba-lomba menjebol gawang pertahananku. Tak akan aku tumpahkan air mata ini di hadapan Azam, membuat dia merasa bersalah terus.

"Aku tak bermaksud menggoyahkan hatimu, Neng! Kamu berhak bahagia. Kisah kita hanya akan jadi masa lalu yang hanya bisa dikenang tanpa bisa diulang."

Hatiku benar-benar tercubit rasanya. Tak tahukah jika aku belum membuang semua rasa ini? Mati-matian aku menampik bayangannya saat hadir.

"Kita punya kehidupan masing-masing,Gus! Aku tak ingin membuat Aisha cemburu juga Kak Adam terluka jika aku belum sepenuhnya lupa akan masa lalu. Aku harus masuk sekarang Gus."

Aku melangkahkan kaki untuk menghindar, aku tak ingin terlihat konyol menangis di hadapannya. Allah, kuatkan hati ini.

"Bahagia mu telah lengkap saat ini, tidak akan ada lagi air mata. Biarkan aku yang pergi dari sini."

Deg, aku menghentikan langkah. Meski terdengar samar aku bisa mendengar apa yang Azam katakan. Dia akan pergi dari sini? Sadar kah dia? Mana mungkin dia meninggalkan Ayah untuk mengurus pesantren sendiri sedang dia menjadi ujung tombak Ayah.

"Maksud kamu apa Gus?" aku membalikan badan guna mendengar penjelasan darinya.

"Aku tahu, Neng. Kamu nggak akan nyaman tinggal di sini jika aku juga ada disini. Biar aku juga Aisha yang pergi, Ayah membutuhkan kamu, Neng. Cukup dua kali pergi dari sini karena aku. Dan biarkan aku yang pergi, setidaknya aku masih bisa membantu Ayah dari luar, neng!" ungkap Azam.

Jantung ini berdetak hebat, kata-kata Azam bagai busur panah yang menghujam ulu hatinya sendiri. Dari mana dia tahu aku berencana untuk tidak tinggal disini. Lalu aku harus apa, Robb?

"Tak perlu melakukan itu, Gus! Aku bukan lagi pengecut yang akan lari dari rasa sakit. Ayah akan sangat kehilangan jika kamu pergi. Sudah saatnya aku terbiasa dengan ini, dan menerima takdir yang terpampang di depan mata."

Aku tak akan egois membuat Ayah bersedih kehilangan menantu kesayangannya. Mungkin, seumur hidup aku akan terus berdampingan dengan Azam sebagai saudara ipar. Allah apa aku siap?

"Jangan paksakan hati kamu, Neng! Aku juga tidak ingin membuat suasana tidak harmonis. Aku akan tetap pergi! Ini buat hadiah pernikahan kamu!"

"Alisha acara akan dimulai,Nak! Ayo kita keluar."

Kedatangan ummi tiba-tiba membuat aku gugup. Secepat kilat aku masukan benda itu ke laci lagi.

"Iya ummi."

Umi menuntunku untuk ke tempat ijab qobul akan dilakukan. Hatiku kacau, jantung berdebar tak karuan. Shalawat menggema di ruang utama dimana ijab qobul di lakukan. Semua yang hadir menatap takjub diri ini, tak kecuali Kak Adam yang saat ini memakai jubah putih khas pengantin lelaki.

Dari sekian banyak yang hadir, Azam yang menarik perhatianku. Wajah itu sungguh aku tak sanggup melihatnya. Senyum yang menghilang darinya seakan meruntuhkan wibawa dia. Wajah yang sedikit pucat juga memerah. Membuat aku kembali terngiang percakapan semalam. Apa iya Azam akan pergi dari sini hanya untuk aku? Atau dia tak ingin cemburu melihat aku juga Kak Adam?

Apa yang ada di pikiran Azam saat ini? Sakitkah dia seperti aku yang kesakitan waktu dia mengucap qobul untuk Aisha, walau aku melihat lewat video.

Allah ini sudah menjadi takdirmu, beberapa saat lagi aku akan sah menjadi istri Kak Adam. Aku menunduk dalam, tak ingin mataku yang memerah ini dilihat orang banyak.

Belum acara di mulai, Azam pergi dari tempat ijab qobul. Allah, jika terluka akan mendatangkan bahagia di hari esok. Maka biarkan Azam terluka hari ini tapi jangan untuk esok hari. Cukup hari ini saja. Kesadaranku kembali kala prosesi akad nikah akan dimulai.

"Audzubillahi minassyaithoonirrajim. Bismillahirrahmanirrahim.."

"Astaghfirullohhaladzim, astaghfirullohhaladzim, astahhfirullohahakadzim, min jami'i wa ashii wadzunuubi wa atubu ilaihi. Asyhadu an laa ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadun Rasulullah, bismillahi walhamdulillah, wassholatu wassalamu ala sayyidina Muhammad ibn Abdillah, wa ala alihi, wa askhabihi wa man tabi'ahu wa nashoruhu wa man wa lah,

Wa laa haula wa laa quwwata illah billah... Amma ba'd. Uwashikum wa iyyaya bi taqwaluhu faqod faazal muttaqun.. Ya Adam bin Hamzah, ankahtuka wa zawajtuka ibnati Alisha Alfatunnisa bi mahri stamaniyatun dinar wa stamaniyatun dirham naqdan,"

Mendengar ucapan ijab dari Ayah membuat jantung ini bergetar hebat. Dalam hitungan detik statusku akan berubah, seluruh hidupku akan untuk Kak Adam. Cinta hanya akan ku beri untuknya, meski tak bisa sebesar cintaku pada Azam. Namun, jiwa ragaku sudah terikat oleh Kak Adam. Apa yang aku lakukan menjadi tanggungjawab Kak Adam.

"Qobiltu nikahaha watawajhaha bi mahri.."

"Ayah.. Ibu.."

Suara menggelegar Azam membuat semua orang tersentak kaget. Kak Adam yang akan menjawab qobul berhenti seketika.

Semua orang yang ada menghambur ke arah suara Azam. Tak kecuali aku juga ikut melihat apa yang terjadi.

Mulutku terkantup rapat, tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini. Allah ada apa ini? Aisha terkapar di lantai dapur dengan keadaan pingsan dan darah yang merembes dari pahanya.

Air mata jatuh tanpa di pinta, Aisha ada apa denganmu?

"Bawa ke rumah sakit saat ini juga, Gus! Biar dapat tindakan." suara Ayah terdengar khawatir melihat keadaan Aisha.

Wahai Allah semoga tidak terjadi apa-apa dengan kembaranku.

Wajah itu begitu pucat, dari mulutnya terucap zikir meski lirih. Allah, kenapa harus menimpa Aisha di saat begini. Hari bahagia ini terdapat duka yang mendalam untuk seluruh keluarga.

Di sini lah aku berada sekarang, dilorong rumah sakit tempat ruang tunggu. Akad nikah terpaksa di tunda karena Aisha yang tiba-tiba pendarahan.

Aku menatap tajam lelaki yang masih syok juga kacau. Tidak habis pikir aku dengan Azam, bagaimana bisa lalai dan berujung keadaan Aisha yang kritis. Ingin aku memaki lelaki itu jika tidak ingat di rumah sakit.

Penjelasan dokter Sri Mulyani membuat aku lemas tak berdaya. Hatiku teriris-iris membayangkan betapa Aisha bisa dengan rapi menyembunyikan dari semua, termasuk pada Azam suaminya sendiri.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!