NovelToon NovelToon
Wifi Couple

Wifi Couple

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Idola sekolah
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Auraliv

Albar tak bisa terpisahkan dengan Icha. Karena baginya, gadis itu adalah sumber wifinya.

"Di zaman modern ini, nggak ada manusia yang bisa hidup tanpa wifi. Jadi begitulah hubungan kita!" Albar.

"Gila ya lo! Pergi sana!" Icha.

Icha berusaha keras menghindar Albar yang tak pernah menyerah mengejar cintanya. Bagaimana kelanjutan cerita mereka?

*Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Auraliv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 - Gantung

Sejak percakapan di taman sore itu, hubungan Icha dan Albar berubah drastis. Mereka masih saling menyapa, masih bertukar senyum samar kalau kebetulan berpapasan di koridor sekolah, tapi suasananya berbeda. Tidak ada lagi obrolan konyol tentang “wifi”, tidak ada lagi godaan kecil yang biasanya membuat Icha jengkel tapi diam-diam hangat.

Kini, ada jarak di antara mereka.

“Cha, lo serius nggak ada kabar lagi dari Albar?” tanya Dinda saat mereka duduk di kantin.

Icha hanya mengaduk es tehnya pelan. “Ada sih, sesekali. Tapi chat dia makin singkat. Kayak… cuma formalitas aja.”

“Terus lo nggak coba duluan?”

“Aku coba, Din. Tapi jawabannya datar. Seakan dia nggak mau aku deket lagi.”

Dinda menghela napas. “Cha, gue ngerti lo bingung. Tapi lo juga harus jelas. Jangan sampai hubungan lo sama dia jadi abu-abu gini. Sakitnya malah lebih lama.”

Icha menggigit bibirnya. Ia tahu sahabatnya benar, tapi mengucapkan kejelasan itu jauh lebih sulit daripada sekadar mendengarnya.

Di sisi lain, Albar juga berjuang dengan perasaannya sendiri.

Di ruang musik, ia duduk sendirian dengan gitar di pangkuan. Rio masuk, membawa dua botol minuman dingin. “Bro, lo kenapa murung terus belakangan ini?”

Albar pura-pura tersenyum. “Enggak, gue baik-baik aja.”

“Baik-baik aja apanya. Gue tau lo sama Icha lagi nggak beres, kan?”

Albar terdiam, jemarinya asal memetik senar. Suara fals terdengar. “Gue… cuma ngerasa nggak cukup buat dia, Yo. Dia pinter, dapet beasiswa ke luar negeri. Gue? Cuma anak band yang nggak jelas bakal jadi apa.”

Rio menepuk bahunya. “Lo jangan gitu, Bar. Lo punya bakat yang nggak semua orang punya. Tapi kalau lo terus ngerasa kecil di depan Icha, lo bakal kalah sama diri lo sendiri.”

Albar menghela napas panjang. Ia tahu Rio ada benarnya. Tapi rasa minder itu terus menggerogoti, apalagi setiap kali mendengar orang lain memuji Icha.

Malamnya, Icha duduk di meja belajar dengan tumpukan berkas beasiswa. Ia menatap formulir yang hampir lengkap, tapi tangannya ragu menuliskan tanda tangan terakhir.

Notifikasi ponsel berbunyi. Ada pesan dari Albar.

“Cha, besok jangan tunggu aku di gerbang. Aku ada latihan band.”

Hanya itu. Singkat, dingin.

Icha menatap layar lama sekali. Hatinya perih, seperti ditusuk perlahan. Ia mengetik balasan:

“Oke, hati-hati.”

Tak ada lagi kata tambahan. Saat tombol send ditekan, ia merasa seolah sedang menutup pintu yang dulu penuh warna.

Hari-hari berikutnya, situasi makin jelas bagi orang-orang sekitar.

“Eh, kayaknya Albar sama Icha lagi renggang deh,” bisik seorang teman sekelas saat melihat keduanya duduk terpisah.

“Iya, biasanya kan bareng terus. Sekarang kayak asing.”

“Padahal mereka tuh couple goals banget…”

Icha pura-pura tidak mendengar, tapi hatinya panas. Ia benci jadi bahan bisik-bisik. Namun lebih dari itu, ia benci karena bisikan itu benar.

Reina yang sejak awal memang memperhatikan mereka hanya tersenyum tipis. Akhirnya… retak juga. Ia tahu ini adalah celah.

Suatu sore, setelah kelas tambahan, Dinda mencoba bicara lagi dengan Icha.

“Cha, lo mau seriusin beasiswa itu? Kalau iya, lo harus siap jauh dari Albar.”

Icha menunduk. “Aku sayang dia, Din. Tapi aku juga nggak bisa buang kesempatan ini. Kalau aku tinggal, aku bakal nyesel seumur hidup.”

“Terus lo yakin bisa jalanin LDR?”

Icha terdiam. Pertanyaan itu menggantung, sama seperti status hubungannya.

Albar sendiri mencoba menenggelamkan rasa sepinya dengan latihan band. Suatu malam, ia menulis lirik baru. Bukan tentang cinta penuh tawa seperti biasanya, tapi tentang kehilangan yang tak jelas ujungnya.

“Kita masih berdiri, tapi tak lagi saling genggam.

Kita masih ada, tapi tak lagi bersama.”

Saat membacanya, dadanya terasa sesak. Ia sadar, cintanya dengan Icha belum berakhir. Tapi juga tidak utuh.

Hari kelulusan semakin dekat. Guru-guru terus mengingatkan murid untuk mempersiapkan masa depan masing-masing. Di papan tulis, sebuah tulisan besar tercetak:

“Langkah Baru, Jalan Baru.”

Bagi Icha dan Albar, kata-kata itu justru terasa seperti pisau. Mereka memang sama-sama punya jalan baru, tapi entah apakah jalan itu masih bisa beriringan atau justru berpisah.

Mereka tidak putus. Tidak juga pacaran seperti dulu.

Hubungan mereka kini hanyalah status yang menggantung.

Dan keduanya sama-sama takut mengucapkan kepastian.

1
Sari Kumala
bucin ini
Kristina Sinambela
keren
Kristina Sinambela
keren ceritanya
Kristina Sinambela
bagus seru
Kristina Sinambela
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!