Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Kota mati
Pria itu menghentikan kegiatan menyiangi ladang, dia mendongakkan kepala ke pagar, sedikit senyum terbit di wajahnya melihat Varania dan Rea.
“Ya, ada yang bisa dibantu?” Tanyanya menghampiri mereka berdua.
“Selamat pagi pak, saya Varania, boleh menanyakan beberapa hal?” Tanya Varania sambil mengenalkan diri.
Pria itu membuka pagar, dia menyuruh kedua gadis itu masuk. “Saya Jordan, silahkan masuk.”
Varania dan Rea mengikuti pria itu ke teras rumah. Sementara keduanya duduk, Jordan masuk ke dalam untuk mengambilkan minum.
Varania memperhatikan suasana desa seribu kabut, saat ini tidak ada kabut, cuaca sangat cerah disertai semilir angin. Kepalanya tanpa sadar melihat ke arah sungai-terus ke seberangnya, ke kota Ravenswood.
“Re,” Varania menyenggol pelan lengan Rea, “kamu baik-baik aja?”
Rea tampak sedang berpikir keras, ada kerutan samar di keningnya. Matanya menatap tanah tanpa berkedip.
“Bon-bon. Dia aneh, kak.” Gumam Rea seraya mengambil ranting di dekat kakinya, kemudian menggunakan ranting itu untuk membuat coretan di tanah.
“Aneh kenapa?” Tanya Varania, karena yang ia lihat Bon-bon sama seperti manusia lainnya. Dia tidak terlalu ramah, tetapi juga tidak kasar. Dia seperti manusia normal lainnya, lalu kenapa Rea berkata seakan-akan Bon-bon berbeda?
'aduuh… bagaimana caranya aku mengatakan kalau… tatapan Bon-bon sama dengan tatapan bibi Matilda. Aku bahkan takut dengannya. Tapi… mengatakan pada kak Ara akan membuatnya tersinggung.’ Rea menekan ranting ke tanah, memberi gelengan sebagai jawaban.
“Lho tadi-”
“Saya membuat tiga gelas jus mangga. Silahkan di minum,” kedatangan Jordan membuat Varania tidak jadi bertanya lebih banyak.
“Terimakasih pak,” Varania menerimanya dengan sopan.
Jordan berpostur tinggi dengan rahang tegas dan tatapan yang sayu. Wajahnya yang bersih serta senyuman hangat yang tidak luntur dari wajahnya menambah kesan baik pada dirinya. Jika hanya menilai dari wajah dan caranya berbicara, Varania menyimpulkan kalau Jordan adalah sosok ayah yang baik.
Varania menoleh ke sekeliling, ia tidak melihat ada orang lain selain mereka di rumah ini. Apa Jordan hanya tinggal sendirian?
“Saya tinggal sendiri, anak-anak sudah lama pindah ke ibukota.” Kata Jordan sambil tersenyum.
Mata Varania membola, Jordan seperti sedang menjawab pertanyaan yang ada dalam kepalanya.
“Kalian orang baru? Kapan pindah ke sini?” Tanya Jordan setelah menyesap jus mangga hingga setengah.
“Iya, kita baru sampai pagi ini. Eum… pak Jordan pernah dengar kota Ravenswood?” Tanya Varania langsung.
“Ravenswood?” Jordan tampak berpikir, dia menatap jauh ke depan. “Ah, maksudmu kota mati Ravenswood?”
Varania dan Rea tersentak kaget. Kota mati?!
“Kota mati? Kenapa jadi kota mati?” Pikiran Rea tentang Bon-bon buyar, ia sekarang lebih tertarik mendengarkan informasi yang satu ini.
“Iya. Kota yang ada di seberang sungai, kota yang di selimuti kabut. Kenapa kamu menanyakan kota itu? Kamu hendak pergi kesana?”
Untuk beberapa alasan yang tidak jelas, Varania merinding sekarang. Bulu kuduknya berdiri dan punggungnya di penuhi bulir-bulir keringat dingin.
Kota mati? Kota berkabut? Siapa yang menayangkan bahwa ia akan mendengar nama mengerikan itu saat ia datang kemari untuk mencari tahu tentang desa seribu kabut.
“Jordan, apa yang kamu katakan? Jangan berbicara omong kosong!” Kata seorang pria lanjut usia berjalan mendekat, dia memegang tongkat di tangan kanannya. Rambutnya sudah putih semua.
“Pak Tommy!” Jordan berseru gembira, dia berdiri dan membatu pria tua yang baru datang duduk diantara mereka.
“Ah, ini pak Tom, beliau kepala desa. Oh iya, pak, mereka anak muda yang datang berkunjung ke desa kita. Namanya Varania dan Rea.” Jordan dengan sigap mengenalkan mereka satu sama lain.
Kepala desa itu mengamati Varania dan Rea sebentar. Lalu, mengabaikan keduanya dan kembali berbicara dengan Jordan.
“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak membahas kota itu. Kamu mengabaikanku lagi, Jordan?” Tom mulai menceramahi Jordan.
“Saya hanya membantu pak, mereka mungkin orang ke sekian yang mencoba datang ke kota itu. Selagi kita bisa menolong, kenapa harus bungkam?” Ujar Jordan.
Varania jadi semakin penasaran. Ini berarti memang kota Ravenswood yang aneh. Ia harus menyimak baik-baik.
Sementara Varania tampak bersemangat, Rea semakin menekuk wajahnya. Sedari tadi, ia tidak melihat bayangan aneh itu. Mungkin memang, bayangan itu teror yang mengikuti kemana ia pergi, tetapi dengan kenyataan bahwa bayangan itu tidak terlihat disini membuat Rea merasa sangat tidak tenang.
Rea diam-diam memperhatikan Tom yang sedang berbicara serius.
Tak lama kemudian, Tom tiba-tiba meliriknya. Mata keduanya bertemu, dingin, gelap dan berkabut. Rea menundukkan wajahnya, ia tak sanggup menatapnya.
Menakutkan!
Mata orang ini bahkan lebih menakutkan daripada Matilda dan Bon-bon.
Rea memegang kuat lengan Varania. Satu-satunya orang yang membuatnya merasa aman. Varania yang merasakan gerakan aneh dari Rea pun menoleh, melihatnya ketakutan, Varania memberi sentuhan lembut di punggung tangan Rea.