NovelToon NovelToon
Burnt And Broken

Burnt And Broken

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Tamat
Popularitas:40.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Nathan Hayes adalah bintang di dunia kuliner, seorang chef jenius, tampan, kaya, dan penuh pesona. Restorannya di New York selalu penuh, setiap hidangan yang ia ciptakan menjadi mahakarya, dan setiap wanita ingin berada di sisinya. Namun, hidupnya bukan hanya tentang dapur. Ia hidup untuk adrenalin, mengendarai motor di tepi bahaya, menantang batas yang tak berani disentuh orang lain.
Sampai suatu malam, satu lompatan berani mengubah segalanya.
Sebuah kecelakaan brutal menghancurkan dunianya dalam sekejap. Nathan terbangun di rumah sakit, tak lagi bisa berdiri, apalagi berlari mengejar mimpi-mimpinya. Amarah, kepahitan, dan keputusasaan menguasainya. Ia menolak dunia termasuk semua orang yang mencoba membantunya. Lalu datanglah Olivia Carter.
Seorang perawat yang jauh dari bayangan Nathan tentang "malaikat penyelamat." Olivia bukan wanita cantik yang akan jatuh cinta dengan mudah. Mampukah Olivia bertahan menghadapi perlakuan Nathan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

GENGGAMAN YANG TAK SEHARUSNYA

Olivia menunduk sejenak, menyembunyikan perasaan yang perlahan menyusup ke dadanya. Ia tidak ingin melanjutkan topik yang justru membuat hatinya terasa nyeri. Ada kecewa yang tak bisa ia jelaskan, walau ia berusaha tetap tersenyum.

Dengan suara pelan namun berusaha terdengar ceria, ia mengalihkan pembicaraan,

"Kalau begitu... sekarang kamu mau ngapain?" tanyanya sambil menatap Nathan, mencoba mencairkan suasana.

Nathan menoleh perlahan, menyadari perubahan ekspresi Olivia. Tapi ia hanya mengangguk pelan dan menjawab,

"Mungkin... duduk di teras, menikmati udara. Kamu temani?"

Olivia mengangguk tanpa kata, menutupi hatinya yang mulai sesak dengan senyum tipis yang dipaksakan. Dalam hati, ia hanya berharap... Nathan tahu, betapa perasaan yang terpendam itu bukan sekadar angin lalu.

Langkah mereka menyusuri lorong menuju teras terasa lebih lambat dari biasanya. Hening, hanya suara gesekan roda dan langkah kaki dan hembusan angin dari jendela yang terbuka.

Nathan melirik ke arah Olivia dan mencoba mencairkan suasana,

"Tadi kamu bilang dapat tugas dari dosenmu... tugas apa, kalau boleh tahu?" tanyanya lembut, sembari terus berjalan pelan di sampingnya.

Namun tak ada jawaban.

Nathan menoleh. Olivia justru tampak melamun, pandangannya kosong menerawang ke depan. Nathan mengerutkan dahi, lalu menyentuh pelan lengannya.

"Olivia?"

Olivia tersentak kecil, lalu menoleh cepat.

"Hah? Maaf... apa tadi kamu bilang?" tanyanya tergagap.

Nathan tersenyum tipis.

"Aku tanya tentang tugas kuliahmu... tapi sepertinya pikiranmu sedang tidak bersamaku, ya?"

Olivia menggeleng pelan, tersipu, mencoba menutupi kegelisahan yang masih menggantung di hatinya.

"Maaf... aku cuma kelelahan, mungkin..." ucapnya pelan.

Nathan mengangguk, tak mendesak.

Sesampainya di teras, Olivia sempat memalingkan wajah. Nathan menyadari perubahan raut wajahnya, lalu bertanya dengan pelan,

"Kalau kamu kelelahan, tidak apa-apa... aku bisa sendiri."

Olivia langsung menoleh, menatapnya sebentar, lalu menggeleng.

"Aku tidak lelah, Nathan."

Namun setelah itu, Olivia lebih banyak diam. Nathan yang awalnya merasa lega karena Olivia tetap ingin menemaninya, justru kini dihantui kegelisahan lain.

"Olivia, apa aku... berkata sesuatu yang membuatmu tersinggung?" tanyanya pelan, mencoba membaca wajah Olivia yang kini tampak menunduk.

Olivia hanya menggeleng pelan. Tapi di dalam hati, ia menjawab lirih,

“Yang menyinggung itu bukan kata-katamu... tapi kamu tidak peka kalau aku mulai mencintaimu, Nathan. Kamu terlalu buta untuk melihat itu"

Ia ingin bicara, tapi takut ditolak. Nathan pun begitu ingin berkata, tapi tak sanggup, karena merasa tak pantas mencintai di tengah keterbatasannya.

Mereka duduk berdua. Berdekatan, tapi seperti dipisahkan oleh dinding tak terlihat bernama keraguan dan gengsi perasaan.

Olivia melirik Nathan yang duduk di kursi rodanya, memandangi halaman luar yang mulai diselimuti semburat jingga senja. Ia melangkah pelan, lalu membungkuk sedikit.

“Aku ambilkan teh melatinya ya? Sudah kusiapkan tadi di minibar,” katanya lembut, meminta izin.

Nathan menoleh dan mengangguk pelan. “Boleh,” jawabnya singkat, namun ada gurat kehangatan di wajahnya.

Tak lama, Olivia kembali membawa secangkir teh melati dan meletakkannya di meja kecil di sebelah kursi Nathan. Uap teh perlahan menguar, menebarkan aroma yang menenangkan.

“Aku ingat kamu suka minum teh sore-sore,” ucap Olivia sambil tersenyum kecil.

Nathan menatapnya, tak menjawab langsung, hanya menatap lama seolah ingin menghafal senyum itu.

“Kamu masih ingat hal itu...” bisiknya nyaris tak terdengar, ada sentuhan rasa dalam nada suaranya.

Angin sore tiba-tiba berembus agak kencang dari halaman, menggeser selimut yang menutupi kaki Nathan. Olivia langsung berjongkok di samping kursi rodanya, merapikan kembali selimut itu.

Tanpa sengaja, jemarinya menyentuh tangan Nathan. Sejenak, waktu seolah berhenti.

Nathan refleks menggenggam jemari Olivia. Hangat. Erat. Tidak sepenuhnya sadar, hanya mengikuti suara hatinya yang diam-diam merindukan sentuhan.

Mereka saling menatap. Tak satu pun kata terucap, tapi ada riuh dalam dada masing-masing. Sorot mata mereka bicara lebih dari kata-kata.

Lalu Nathan tersadar. Ia buru-buru melepaskan genggaman itu.

“Maaf...” gumamnya, nyaris seperti bisikan.

Olivia hanya menggeleng kecil, tak berkata apa pun. Tapi dalam diamnya, ada rasa yang mulai tumbuh semakin kuat dan tak bisa ia pungkiri.

Setelah genggaman itu terlepas, keheningan seolah mengambil alih seluruh ruangan. Udara sore yang sejuk tak mampu meredakan ketegangan yang mendadak menggantung di antara mereka. Olivia menunduk, jemarinya bergerak gugup merapikan cangkir teh yang tadi ia letakkan. Sementara Nathan menatap ke arah halaman rumah, menyembunyikan kegugupan yang tak bisa ia kendalikan.

Mereka seperti dua orang asing yang tiba-tiba kehilangan arah dalam percakapan. Padahal, baru beberapa detik lalu, ada sentuhan hangat yang terasa begitu nyata. Tapi kini, hanya keheningan dan tatapan-tatapan yang tak berani bertemu.

Beruntung, langkah kaki Charlotte yang mendekat mengusik keheningan itu.

“Nathan,” panggilnya lembut. “Tadi Erick menelepon, tapi teleponmu tidak diangkat.”

Nathan tersentak pelan, menoleh ke arah ibunya. “Telepon kutinggal di kamar,” jawabnya singkat.

“Ya, Erick sempat berbicara dengan Mama. Ia menitip pesan, agar kau menghubunginya kembali nanti,” ujar Charlotte sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana yang tak ia pahami.

Nathan mengerutkan kening. “Dia tidak mengatakan ada apa?”

Charlotte menggeleng pelan. “Tidak. Ia hanya berpesan seperti itu.”

Nathan mengangguk. “Baiklah. Nanti akan kuhubungi.”

Charlotte kemudian berpaling, berjalan kembali menuju dapur, meninggalkan mereka berdua yang kembali diam dalam kegugupan yang belum reda.

Olivia mencuri pandang ke arah Nathan, dan begitu pula sebaliknya. Namun tak satu pun dari mereka berani berkata jujur tentang apa yang sebenarnya tengah mereka rasakan. Ada sesuatu yang menggantung di udara perasaan yang belum sempat diberi nama, dan keberanian yang belum sempat ditemukan.

Mendengar pesan dari Charlotte bahwa Erick meminta dihubungi, Nathan terdiam sejenak. Tatapannya menerawang, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Kalau begitu, aku ingin kembali ke kamar saja,” ucapnya datar, namun nadanya mengandung ketegasan yang sulit dibantah.

Olivia segera mengangguk. “Baik, aku antar.”

Perjalanan menuju kamar terasa lebih sunyi daripada biasanya. Tidak ada satu kata pun yang terucap. Hanya suara roda kursi yang menyusuri lantai, berpadu dengan desir angin sore yang menyusup dari jendela-jendela besar rumah.

Olivia sesekali melirik Nathan dari belakang. Wajah pria itu tampak tenang, namun hatinya tak bisa menebak apa yang sebenarnya sedang berkecamuk dalam benaknya.

Begitu tiba di kamar, Nathan memutar kepalanya sedikit. “Terima kasih, Olivia. Kau bisa beristirahat dulu. Kita bertemu saat jam makan malam nanti.”

Olivia menatapnya sejenak, mencoba membaca raut wajahnya yang kini tampak lebih tertutup. Ada sesuatu yang berubah, namun ia tak mampu menyebutnya.

“Baik, kalau begitu,” jawabnya pelan.

Ia pun berbalik, keluar dari kamar dengan langkah perlahan. Pintu tertutup pelan di belakangnya, meninggalkan Nathan sendirian dalam diam yang berat.

Di dalam kamar, Nathan menatap pintu yang telah tertutup rapat. Tangannya mengepal di atas pangkuan. Ada sesuatu yang ingin ia tahan.

Nathan hanya terdiam. Sorot matanya kosong menatap jendela yang perlahan menggelap oleh senja. Jemarinya saling menggenggam di atas pangkuannya, seolah ingin mengingat kembali rasa hangat yang sempat singgah di sana.

“Apa yang kau lakukan, Nathan?” gumamnya lirih, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri.

Ia memejamkan mata, menyesali tindakannya yang menurutnya kelewat batas memegang tangan Olivia, bahkan menggenggamnya dengan begitu erat. Ia tahu, itu bukan sesuatu yang bisa dianggap biasa. Terlalu jujur, terlalu spontan. Seharusnya ia bisa menahan diri. Seharusnya ia tetap kuat menjaga batas di antara mereka.

"Kenapa aku tak punya pendirian...?” desahnya, getir. “Kenapa aku membiarkan hatiku berbicara, padahal aku sendiri tahu akhirnya akan menyakitkan?”

Bayangan tatapan Olivia saat itu kembali terlintas. Mata gadis itu tidak berkata apa-apa, tapi diamnya justru menyuarakan banyak hal. Dan kini, Nathan merasa semakin tersesat dalam perasaannya sendiri. Ia ingin menjaga Olivia tetap dekat, namun juga tak ingin melukai hatinya dengan harapan palsu.

Nathan menunduk, menarik napas panjang yang berat. “Maaf, Olivia... Aku terlalu egois.”

1
niktut ugis
kisah cinta Nathan, Olivia, Erick & Wayan berujung bahagia. Bagus cerita nya thor
Dee: Wahhh makasih banget udah suka kisah Nathan, Olivia, Erick & Wayan! 🤗 Doain mereka semua bahagia terus yaa~ Aku makin semangat nulis nih gara-gara komentarnya 😍
total 1 replies
niktut ugis
suka dengan cara Erik & Olivia mengakui kejujuran cinta mereka tanpa ada yg tersakiti
niktut ugis
seorang ayah bukannya bangga dengan kesuksesan anak nya malah ingin menjatuhkan dengan cara licik & keji...sakit jiwa nech ayahnya Nathan
niktut ugis
heemm Erick yg mengoda Nathan
niktut ugis
Olivia tak memaksa Nathan untuk mengikuti gerakan nya tapi nyatanya Nathan mengikuti & menikmati
niktut ugis
semoga Olivia mampu mengembalikan kepercayaan Nathan baik fisik maupun mental
niktut ugis
Saat rasa ego sudah melampaui batas semesta menegur dengan caranya bukan karena tak suka tapi lebih menyadari bahwa kehidupan tak selalu ada di atas & merasa paling sempurna.itu yg terjadi pada Nathan semoga dia menyadari & berbenah diri
Dee: Terima kasih banyak atas komentarnya yang sangat menyentuh dan penuh makna. 🙏 Memang terkadang hidup menegur dengan caranya sendiri agar kita bisa kembali melihat ke dalam diri. Nathan adalah potret seseorang yang harus belajar dari kejatuhan, dan saya harap kisah ini bisa menjadi pengingat juga untuk kita semua. Semoga kamu terus menikmati kisah ini🤍
total 1 replies
Reni Setia
makasih ya untuk karyanya
Dee: Terima kasih banyak, Kak Reni! Senang sekali karyaku bisa dinikmati 😊
Ikuti cerita2ku yang lainnya ya!"💖
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Ditunggu ya kak launching novel terbarunya...
tetep semangat2 kak dan sukses sll sehat sll....
Dwi Winarni Wina: Sama2 Kak..
aku tunggu ya...
total 2 replies
Dwi Winarni Wina
Akhirnya kisah nathan olivia endingnya happy hidup bahagia dan memiliki buah hati...

semangat ya kak dan thank you novel sangat menghibur....
Dwi Winarni Wina: baik kakak...
total 2 replies
Dwi Winarni Wina
Akhirnya buah kesabaran nathan selama ini menjadi kenyataan nathan bisa berjalan normal lagi tanpa bantuan alat bantu...

nathan sangat happy skl bisa berjalan lagi, tetep semangat nathan demi org2 sangat mencintai mom corlotte dan Olivia setia berada disampingmu...

lanjut thor kak..
semangat2 sll
💪💪💪💪💪
Dwi Winarni Wina
Akhirnya nathan bisa berjalan lagi dgn semangatnya dan dukungan dr olivia dan mom corlotte, dihari wisuda olivia merasa happy dan terharu kedatangan nathan....
semangat2 thor....
D. A. Rara
Semangat, kamu bisa Nathan💪
D. A. Rara
Semangat Nathan🔥🔥♥️♥️♥️
Reni Setia
semangat,,,,, semangat
Dwi Winarni Wina
Nathan jgn menyerah msh ada harapan bisa berjalan kembali hrs tetep semangat, berjuang agar bisa kembali berjalan itu semua butuh proses....

Ada olivia dan mom corlotte sll ada buat memberikan semangat dan dukungannya..
Dwi Winarni Wina
perasaan erick jd lega perasaannya pd olivia bukan cinta, kehadiran wayan dikehidupan erick sangat berarti dan hati erick menghangat, perasaan nyaman berada disisi wayan...
Dwi Winarni Wina
Nathan mencintai olivia tp demi persahabatannya merelakan olivia bersama erick, nathan merasa minder dan tidak pantas buat olivia keadaannya lumpuh takut jd beban buat olivia.....

Saya suka persahabatan erick dan nathan sangat kuat, nathan mengalami kecelakaan sampai lumpuh dan terpuruk erick tidak meninggalkan nathan, justru erick sll menemani nathan...
Dwi Winarni Wina: Salut persahabatan erick dan nathan keduanya keduanya saling melengkapi...
total 2 replies
Reni Setia
yah bagus begini kan
Dee: Tak ada yang bisa menyangkal, Nathan layak dicintai. Luka-lukanya tak menghapus kebaikan hatinya, justru membuatnya lebih manusiawi.
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Akhirnya olivia berkata jujur ke erick hanya anggap sahabat aja, erick jg ada rasa tertarik sm wayan perasan aman dan nyaman...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!