“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”
Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.
Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Warisan yang Terikat Rantai Langit
Langkah kaki Li Yao bergema lembut di dalam gua, seiring cahaya dari liontin di lehernya memancar semakin terang. Dinding gua perlahan berubah, bukan lagi sekedar batu biasa melainkan kristal gelap yang menyerap cahaya dan memantulkan bayangan dirinya dari sudut-sudut yang tak terjangkau.
Suasana di dalam begitu sunyi, namun terasa ada tekanan tak kasat mata. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, seolah olah tempat ini tidak berada di dunia ini.
Beberapa langkah kemudian, lorong gua itu terbuka dan Li Yao tiba di sebuah ruangan besar yang tak masuk akal, sebuah ruang bawah tanah luas yang membentang seperti aula kuil kuno. Pilar-pilar hitam menjulang mengelilingi ruangan, masing-masing berdiri kokoh seperti penjaga zaman kuno.
Pada saat Li Yao berada di tengah ruangan dan memeperhatikan sekitar, Li Yao terkejut dan matanya membelalak. Disana ia melihat sebuah kitab berwarna hitam yang melayang di udara, Di sekelilingnya sembilan rantai besar berwarna perak legam menjulur dari pilar-pilar yang mengelilinginya. Rantai-rantai itu saling terhubung membentuk segel yang luar biasa rumit dan kuat.
Namun yang membuat Li Yao terkejut adalah bahwa satu dari sembilan rantai itu telah terlepas.
Rantai itu menjuntai longgar di udara, ujungnya patah dan berayun pelan seperti baru saja terlepas.
"Hah… tidak mungkin…" gumam Li Yao dengan terkejut, tubuhnya hampir mematung.
Dalam sekejap, ia teringat dalam mimpinya bahwa salah satu rantai kitab itu terlepas oleh nya di dalam mimpi, dan ternyata itu bukan mimpi, melainkan nyata.
"Apa mungkin waktu itu bukan mimpi, melainkan nyata, nyata bahwa aku pernah kesini dan tidak sengaja membuka salah satu rantai dari sembilan rantai yang berada di kitab ini." Gumam Li Yao dengan sedikit kebingungan.
Perasaannya berkecamuk. Dada Li Yao berdegup lebih kencang dan apa yang ada di dalam mimpinya benar benar nyata. Kitab hitam itu jelas bukan kitab biasa.
Liontin di lehernya kembali bergetar. Kali ini bukan sekedar reaksi pelindung, tapi seperti sedang menyambut panggilan yang terpancar dari dalam kitab itu sendiri.
Langkah Li Yao seolah tertarik maju tanpa bisa ditahan. Semakin dekat ia melangkah, semakin terasa tekanan luar biasa yang memancar dari kitab tersebut. Bukan hanya tekanan fisik, tapi juga tekanan pada pikiran dan jiwanya. Seolah-olah kitab itu sedang menguji atupun mengukur apakah dirinya layak.
“Apakah ini memang untukku?” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.
Tiba-tiba, suara berat dan dalam menggema dari segala arah. Seolah olah berasal dari batu, udara, dan dari dalam kitab itu sendiri.
“Pengikat Takdir, Pemilik Kedua… satu rantai telah terlepas. Delapan masih tersegel. Jika kau melangkah lebih jauh, jalanmu tak akan pernah bisa kembali.”
Li Yao menelan ludahnya dan tenggorokannya terasa kering. Namun matanya tak pernah lepas dari kitab itu. Cahaya samar mulai berdenyut dari permukaannya, seolah merespons darah yang mengalir di dalam dirinya.
Udara di sekeliling perlahan berubah. Suhunya awalnya naik lalu tiba tiba menurun drastis… kemudian semuanya menjadi hening dan sunyi. Waktu sendiri seperti berhenti bergerak.
Tanpa sadar, Li Yao mengulurkan tangannya menuju kitab itu.
Liontin hitam di lehernya tiba-tiba memancarkan cahaya terang. Dari dalamnya, seberkas sinar halus meluncur cepat menuju kitab hitam yang berdiri tegak di atas altar batu.
Clank...
Suara logam menggema keras di seluruh ruangan. Rantai kedua yang sebelumnya membelenggu salah satu pilar mulai bergetar hebat. Retakan kecil muncul di permukaannya lalu merambat cepat.
Mata Li Yao membelalak lebar dan tubuhnya kaku.
“Tidak… aku menyentuh segelnya?” gumamnya tak percaya.
Cahaya dari kitab kian menyilaukan. Angin berputar liar di dalam ruangan. Pilar-pilar batu bergetar halus, dan udara di sekitarnya berubah menggeliat dengan energi yang asing, namun terasa mendalam seakan hidup.
Di tengah kekacauan itu, suara lain berbisik lembut di dalam hatinya.
“Langkahmu telah dicatat dan warisan telah memilih.”
Li Yao terdiam sementara tubuhnya bergetar hebat. Ia belum benar-benar mengerti apa yang baru saja terjadi… tapi di dalam hatinya ia tahu, sesuatu yang besar telah dimulai.
Li Yao berdiri terpaku di hadapan Kitab Hitam yang melayang tenang di tengah ruangan, meski sekelilingnya sudah jauh dari kata tenang.
Liontin hitam di lehernya terus memancarkan cahaya yang terang. Cahaya lembut yang memancar darinya menari-nari di udara, membentuk pola-pola halus, seolah olah sedang membuka kunci segel tak kasat mata yang mengelilingi kitab itu.
Clank...
Rantai kedua terlepas. Li Yao tersentak dan mundur beberapa langkah. Tapi sebelum pikirannya sempat menyusun pertanyaan pertanyaan yang akan di lontarkan, suara logam kembali menggema.
Clank... Clank...Clank..
Rantai ketiga, keempat, hingga kelima… semuanya pecah satu demi satu, seakan tak mampu lagi menahan kekuatan yang tersembunyi di dalam kitab itu.
Getaran mulai merambat ke seluruh ruangan bawah tanah. Pilar-pilar batu raksasa mengerang pelan, retakan-retakan mulai muncul di dinding-dinding.
Di atas kepala Li Yao, pusaran energi hitam dan emas terbentuk di langit-langit gua. Segalanya terasa melambat, namun di saat bersamaan, terasa makin tak terkendali.
Clank...
Rantai keenam dan ketujuh lepas bersamaan. Kilatan energi berdesing melesat di udara, menorehkan percikan seperti petir di ruang gelap itu.
Mata Li Yao membelalak. “Apa yang sedang terjadi…?!”
Namun ia belum sempat bergerak, ketika suara menggelegar memecah udara bagaikan petir menghantam langit.
Braaak...
Rantai kedelapan, dan akhirnya yang terakhir, rantai kesembilan meledak dalam semburan cahaya menyilaukan yang menyapu seluruh gua.
Dan pada saat itulah langit di dunia luar retak. Seakan batas antara langit dan bumi telah ditembus.
Di dataran luas Tianxu, siang hari yang awalnya damai mendadak berubah drastis.
Awan-awan putih bergulung pelan lalu menghitam, sebelum perlahan berubah menjadi merah darah. Dari langit, petir menyambar dalam pola spiral, seperti cakar raksasa yang mencakar angkasa.
Burung-burung jatuh dari langit, binatang liar berhamburan dalam kepanikan. Para kultivator dari sekte kecil hingga sekte besar memandang langit dengan wajah pucat.
Di Puncak Surga Langit, Tetua Besar dari Sekte Langit Suci menatap ke atas dengan mata membelalak.
“Apa-apaan ini… langit berdarah?” serunya, suaranya menggema di tengah keheningan para murid yang terkejut.
Sementara itu, di Aula Kristal Emas milik Sekte Api Kuno, seorang Master Tua perlahan bangkit dari meditasi panjangnya. Tubuhnya bergetar bukan karena lemah, tapi karena firasat yang terlalu kuat untuk diabaikan.
Bahkan para penguasa sekte yang selama ini tak pernah peduli pada gejolak langit dan bumi, kini saling mengirim pesan rahasia satu sama lain.
Aura bencana menggantung di udara seperti kabut racun yang menunggu meledak.
“Apakah ini awal dari bencana besar?” gumam salah satu tetua, nyaris tak terdengar.
Namun, di tengah kekacauan yang mengguncang dunia luar, Li Yao sama sekali tidak menyadari apa pun.
Ia masih berdiri di dalam ruang bawah tanah, matanya tak lepas dari Kitab Hitam yang kini perlahan menurun, mengambang tepat di depan dadanya.
Dengan tangan yang gemetar, Li Yao mengulurkan jari-jarinya. Gelombang energi dari kitab itu terasa kuat, tapi tidak menyakitinya.
Sebaliknya, energi itu terasa hangat dan lembut. Seperti ada bagian dari dirinya yang telah lama hilang dan akhirnya kembali.
Lalu, jari-jarinya menyentuh permukaan kitab.
Seketika, cahaya hitam dan emas berkedip lalu menyala lembut. Simbol-simbol kuno bermunculan di sekeliling kitab, berputar perlahan seperti mantra hidup yang terbangun dari tidur panjangnya. Dan di permukaan depan kitab itu muncul tulisan bersinar terang.
“Alkimia Surgawi – Maharaja Pengurai Jiwa”
Mata Li Yao membelalak saking terkejutnya.
“Maharaja… Pengurai Jiwa…?” gumamnya tak percaya.
Dan dalam sekejap, kesadarannya ditarik oleh kitab itu dari tubuhnya.
Tubuhnya masih berdiri diam di tempat. Namun jiwanya seolah tersedot masuk ke dalam kitab. Cahaya di sekelilingnya memudar perlahan digantikan oleh bayangan dan bisikan. Suara-suara lembut menyerupai nyanyian kuno bergema samar, memenuhi pikirannya. Pandangannya mulai kabur tapi jiwanya terus melangkah lebih dalam.
“Selamat datang, Pewaris Jiwa…”
“Langkahmu telah membuka jalan yang hanya ditakdirkan bagi satu dari sejuta jiwa…”
“Bersiaplah… untuk mewarisi kekuatan dari langit yang telah dilupakan…”