Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.
Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Dimulai
“Mulai sekarang aku akan memanggil kalian Bobi, Penti dan Agus,” Zyan menunjuk Agam, Febri dan Tina satu per satu.
“Agus?” tanya Yunan bingung.
“Dia cuma casingnya aja yang perempuan, dalemannya laki tulen,” sahut Agam yang disambut tawa Febri.
Sebuah tendangan mendarat di bokong Agam. Armin, Hana dan Putra tak bisa menahan tawa mereka. Kehadiran ketiga murid Zyan menambah warna pada tim mereka. Yunan melihat ketiganya tanpa ekspresi apapun. Pria itu masih belum yakin dengan kemampuan ketiga orang tersebut.
“Bobi, selama misi berlangsung kamu akan dibimbing oleh Putra. Untuk Agus, Hana yang akan membimbingmu. Dan Penti, kamu bersama dengan Armin. Kamu mengawasi dari sini tapi jika diperlukan, kamu akan terjun ke lapangan. Mengerti?”
“Siap, Kapten!”
“Oke, ayo kita mulai saja. Kita sudah terlalu lama membuang waktu.”
Zyan mengajak semua orang menuju area yang terdapat meja persegi lengkap dengan kursinya. Area tersebut digunakan sebagai tempat meeting untuk menyusun rencana dan mengevaluasi penyelidikan mereka. Setelah semuanya menempati kursi masing-masing, Zyan menyalakan in fokus. Pria itu menyambungkan laptop pada in fokus.
Dinding bercat putih di depan mereka langsung terpampang gambar beberapa orang. Zyan mengarahkan pointer laser di tangannya pada gambar tiga orang wanita muda.
“Fokus kita sekarang membersihkan nama Amma. Kita harus memaksa kepolisian menyelidiki kematian Amma. Karenanya kita harus mencari mereka. Ketiganya adalah santri yang mengaku menjadi korban pelecehan Amma. Mereka tidak berasal dari Tanjung Harapan. Setelah keluar dari pondok, jejaknya menghilang. Kita harus menemukannya, mendapatkan kesaksian mereka kalau apa yang mereka lakukan karena suruhan seseorang.”
“Aku sudah melacak keberadaan mereka. Dari rekaman cctv, mereka terdeteksi berada di Desa Muara Elok.”
“Hana, kamu lacak keberadaan mereka dengan Agus.”
“Oke.”
“Selain mereka, kita juga harus mencari keberadaan Revina dan Samsul. Dia tokoh penting yang memicu tragedi di pondok.”
“Sejak aku meng-upload beritanya ke medsos, Revina langsung menghilang. Tapi aku yakin kalau dia masih berada di Bandar Baru. Sepertinya dia masih bersembunyi.”
“Kalau ingin menemukannya, ikuti saja Anaya. Pengacara itu pasti tahu keberadaan Revina. Yunan, karena kamu belum dikenali Anaya, lebih mudah bagimu untuk mendekatinya dan mencari keberadaan Revina.”
“Oke.”
“Untuk membuka penyelidikan kasus Amma, tentu saja kita harus mendapatkan Anwar. Dia adalah Kapolda Tanjung Harapan. Banyaknya petugas kepolisian yang menjadi antek-antek Marwan, tidak luput dari campur tangan mereka. Armin, cari tahu semua tentang Anwar, apa saja kelemahannya dan bisnis kotor apa yang dilakukannya.”
“Oke.”
“Putra, kamu dan Bobi selidiki polisi yang datang saat insiden Amma terjadi. Tangkap mereka semua dan kirimkan ke tempat yang sudah aku siapkan.”
“Oke.”
Semua sudah mendapatkan tugas masing-masing. Armin berdiri lalu menuju lemari yang ada di dekat mereka. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak. Dari dalamnya dia mengeluarkan beberapa peralatan. Armin memberikan jam tangan pada semua anggota tim. Jam tersebut bisa digunakan sebagai alat komunikasi sekaligus pemancar sinyal GPS. Dia bisa mendeteksi keberadaan mereka semua melalui jam tersebut.
Selain jam tangan, Armin juga mengeluarkan kamera kecil dan alat penyadap lalu memberikannya pada Yunan dan Putra. Untuk mengetahui kebusukan Anwar, Putra perlu menaruh peralatan tersebut di ruang kerja Anwar. Yunan juga untuk melacak keberadaan Revina melalui Anaya.
“Hana, apa kamu bisa mendapatkan pekerjaan untuk Bobi dan Agus di hotel dan kasino?”
“Aku akan mencobanya.”
“Aku percayakan urusan itu padamu. Rapat selesai!”
Zyan segera membubarkan anggota timnya. Putra langsung mengajak Agam dan Febri menuju ruangan yang dijadikan kamar tidur. Kedua pemuda itu akan tidur di ruangan basement ini bersama Yunan. Sementara dirinya akan tetap tinggal di tempatnya semula. Hanya Tina saja yang tidur di asrama putri. Dikarenakan waktu yang mereka terbatas, baik Putra, Hana dan Armin akan mengajari anggota tim baru mereka sambil menjalankan tugas. Akan lebih mudah bagi mereka menyerap pelajaran dengan learning by doing.
***
Malam harinya, Zyan memulai misi mereka. Pria itu mendatangi Blue Lagoon Hotel untuk melihat secara langsung situasi di kasino. Dia mengenakan pakaian kasual bermerk dan melengkapi wajahnya dengan kacamata yang langsung terhubung pada Armin. Selain itu, Zyan juga membawa peralatan dibalik saku jaketnya.
Blue Lagoon Hotel memiliki 17 lantai. Namun hanya 14 lantai yang berisi kamar bagi pengunjung. Di lantai 15 terdapat sebuah klub malam. Di klub malam inilah, aksi prostitusi terselubung terjadi. Sebelum menuju kasino, lebih dulu Zyan menyambangi klub malam. Dua orang penjaga bertubuh kekar langsung menyambutnya ketika pria itu keluar dari lift.
Zyan memperlihatkan kartu anggota yang dimilikinya, kedua penjaga itu pun memperbolehkannya untuk masuk. Hingar bingar suara musik langsung terdengar ketika pria itu memasuki bagian dalam klub. Kelap-kelip lampu mengiringi suara musik yang dimainkan oleh seorang DJ. Zyan memandang sekeliling, kemudian pria itu berjalan ke salah satu sudut. Tanpa sepengetahuan orang lain, dia menaruh kamera kecil di sana.
Setelah menaruh kamera, Zyan kembali berkeliling. Diamatinya para pengunjung yang ada. Setengah dari pengunjung yang datang diyakini pria itu kalau berasal dari luar Tanjung Harapan. Pria itu mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Seorang wanita berpakaian minim dengan minuman di tangannya mendekati Zyan lalu duduk di sampingnya.
“Sepertinya aku baru melihatmu di sini,” sapa sang wanita.
“Aku datang di saat tertentu. Ketika sedang penat dengan pekerjaan.”
“Renita,” wanita itu mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Zyan.
“Reza.”
Wanita bernama Renita itu meminum minumannya sambil memandangi Zyan tanpa berkedip. Sekali lihat dia sudah langsung terpincut dengan wajah tampan agen rahasia tersebut.
“Apa kamu sering ke sini?”
“Lumayan.”
“Aku banyak melihat wajah asing di sini. Sepertinya mereka bukan berasal dari Tanjung Harapan.”
“Iya, banyak pengunjung dari luar Pulau. Bahkan banyak juga dari Singapura. Tempat ini sudah terkenal sebagai surga dunia. Selain bersenang-senang di sini, kamu juga bisa berjudi di lantai atas. Apa kamu pernah ke kasino?”
“Belum.”
“Cobalah ke sana. Kamu pasti akan menyukainya.”
Zyan hanya tertawa kecil menanggapi ucapan Renita. Wanita itu kembali menyesap minuman di tangannya.
“Apa kamu pernah melihat Revina di sini?”
“Revina? Maksudmu artis yang terlibat kasus pelecehan seksual oleh pemilik pondok pesantren?”
“Iya.”
“Dia sering ke sini beberapa kali. Tapi sudah hampir sebulan aku tidak melihat kehadirannya. Asal kamu tahu, aku sama sekali tidak percaya kalau dia adalah korban pelecehan seksual.”
“Kenapa?”
“She’s a bitch you know. Aku sering melihatnya bersama pria di sini dan mereka sering bercumbu. Sekarang katakan padaku, apa benar perempuan seperti itu menjadi korban pelecehan seksual? Drama yang dia suguhkan terlalu murahan.”
Zyan cukup senang mendengar penuturan wanita di sampingnya. Sepertinya orang seperti Renita tidak hanya satu. Pasti banyak juga yang tidak mempercayai kebohongan Revina. Namun tetap mereka harus membuktikannya agar nama Amma kembali bersih. Pria itu segera bangun dari duduknya, dia akan melanjutkan penyelidikannya.
“Mau kemana?”
“Aku harus pergi.”
“Kenapa cepat sekali? Apa kita bisa bertemu lagi?”
“Maybe.”
Zyan segera meninggalkan Renita yang masih terus memandanginya sampai pria itu keluar dari klub. Sesampainya di luar, mata Zyan memandangi koridor yang di bagian kanannya terdapat tiga buah ruangan. Itu adalah private room yang dimiliki klub ini. Di setiap ruangan terdapat seorang pria yang berjaga di depannya. Zyan berjalan menuju ujung koridor, kepalanya menoleh sebentar ke belakang. Ketika para penjaga itu lengah, pria itu menaruh satu kamera kecil. Usai menaruh kamera, Zyan kembali ke lift. Sekarang dia akan menuju kasino.
Suasana berbeda terasa ketika pria itu menjejakkan kakinya di lantai 16. Riuh suara para pengunjung kasino dan suara peralatan berjudi langsung menyapa indra pendengarannya. Bermacam permainan ada di kasino ini. Di bagian kanan deretan mesin slot tertata rapih. Terdapat enam mesin slot dan semuanya terisi oleh pengunjung yang memainkan permainan tersebut.
Di bagian kiri, terdapat mesin wheel of fortune. Para pemain cukup memutar roda dan jarum akan bergerak kemudian berhenti di salah satu titik. Banyak orang berharap jarum berhenti di titik yang menunjukkan hadiah. Di dalam kasino ini juga terdapat banyak meja yang menyuguhkan aneka permainan. Zyan berjalan menyusuri deretan meja.
Beberapa pengunjung sibuk bermain blackjack. Pada permainan ini, pemain harus mengalahkan bandar dengan total kartu 21 tanpa melebihi angka tersebut. Di meja lain, ada permainan bakarat dan pai gow. Lalu ada juga permainan dadu, permainan angka acak seperti roulette atau keno. Para pengunjung yang sudah candu dengan permainan ini nampak begitu antusias bermain. Berharap keberuntungan menghampiri mereka. Selain berjudi, nampak pelayan berseliweran memberikan pesanan minuman pada para pengunjung.
Zyan mencari beberapa spot yang tepat untuknya menaruh kamera kecil. Kemudian matanya tanpa sengaja menangkap sesosok pria tengah asik bermain blackjack. Pria itu adalah salah satu Hakim di pengadilan agama dan Hakim tersebut yang tengah menangani kasus banding gugatan cerai Nisa. Zyan mengambil gambar pria bernama Haris itu lewat kacamata yang dikenakannya. Di samping pria itu terdapat seorang wanita berpakaian seksi yang menemaninya bermain.
Setelah cukup mengambil gambar, Zyan kembali berkeliling. Lalu dia menemukan lift di bagian paling ujung kasino. Ada dua pria bertubuh kekar yang berjaga di sana. Saat Zyan akan masuk ke dalam lift, kedua pria itu langsung menahannya.
“Ini adalah wilayah VVIP, apa anda memiliki akses untuk masuk?”
Salah satu penjaga mendorong tubuh Zyan. Pria itu memilih menyingkir dari sana. Dia akan mencari cara untuk naik ke lantai 17. Sambil berjalan meninggalkan bagian tersebut, Zyan menghubungi Armin.
“Cari celah agar aku bisa naik ke lantai 17. Sesuatu yang besar pasti bisa kita dapatkan di sana.”
“Oke.”
Zyan kembali ke tempat kasino umum. Nampak Haris meninggalkan meja permainan. Pria itu berjalan keluar dari kasino. Dengan cepat Zyan mengikuti pria itu. Haris masuk ke dalam lift dan langsung menekan tombol basement. Sebelum pintu menutup, Zyan segera masuk ke dalamnya. Pria itu menundukkan kepalanya hingga Haris tidak bisa melihat wajahnya. Dia sama sekali tidak merasa curiga dengan keberadaan Zyan.
Sesampainya di basement, Haris mengarahkan kunci mobil pada kendaraannya. Ketika hendak memasuki mobil, ponselnya berdering. Pria itu menjawab dulu panggilan ponselnya sambil berdiri di samping mobilnya. Hal tersebut dimanfaatkan Zyan untuk masuk ke kursi bagian belakang. Usai menjawab panggilan, Haris segera masuk ke dalam mobil. Baru saja tangannya hendak menyalakan mesin, dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kepalanya.
“Tetap melihat ke depan atau aku akan meledakkan kepalamu.”
“Siapa kamu?” tanya Haris takut-takut.
“Aku tidak menyangka, Hakim terhormat sepertimu senang juga menghabiskan waktu di kasino. Bahkan ditemani seorang wanita cantik. Apa istri dan anakmu tahu apa yang kamu lakukan?”
“Apa maumu?”
“Kamu menangani kasus banding gugatan cerai terhadap Barly. Benar kan?”
“Iya.”
“Alihkan kasus itu pada Hakim lain. Minta Hakim Mulyawan yang menanganinya.”
“Tidak bisa. Barly akan membunuhku kalau aku melakukannya.”
“Barly mungkin akan membunuhmu nanti, tapi aku akan membunuhmu sekarang tanpa diketahui orang lain. Aku akan menaruh jasadmu di samping seorang wanita tanpa busana. Pikirkan apa tanggapan orang lain jika menemukanmu seperti itu. Cepat hubungi Hakim Mulyawan!”
Zyan semakin mendekatkan pistol ke kepala Haris. Dengan tangan bergetar pria itu mengambil ponselnya lalu menghubungi rekan kerjanya. Dia meminta Mulyawan menangani kasus yang sedang ditangani. Haris beralasan tidak bisa hadir ke persidangan besok karena harus ke rumah sakit menjalani pemeriksaan kesehatan. Setelah Hakim Mulyawan menyanggupi permintaannya, Haris mengakhiri panggilan.
“Sudah. Besok Hakim Mulyawan yang akan hadir di persidangan.”
“Good decision.”
Zyan segera keluar dari mobil. Haris langsung melihat ke belakang setelah Zyan meninggalkan mobil. Pria itu hanya bisa melihat punggung Zyan menjauhi mobilnya. Haris mengusap keringat yang membasahi wajahnya. Dia segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area parkir Blue Lagoon Hotel.