NovelToon NovelToon
Pembalasan Rania

Pembalasan Rania

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Pelakor / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: sweetiemiliky

Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 : Bertemu Bumi

"Tolong antarkan aku membeli kanvas dan beberapa cat ditoko, aku bosan kalau terus berdiam diri dan tidak melakukan apapun setelah membersihkan rumah."

Ryan yang sedang berbaring diatas sofa sambil bermain ponsel, melirik Rania sekilas dan fokus pada ponselnya lagi.

"Untuk apa kau membeli barang-barang seperti itu?"

"Melukis tentu saja."

"Tidak berguna sekali. Kau akan memenuhi rumah ini dengan lukisanmu itu? Aku tidak setuju."

"Aku tidak akan menumpuknya. Lukisan yang aku buat akan aku jual, itu bisa menambah uang belanja."

"Apa uang belanja dariku masih kurang?"

Rania menghembuskan napas lirih. Tentu saja tidak, mereka masih bisa makan dengan layak sampai saat ini meski Ryan tidak pernah bekerja. Ryan selalu memberinya uang belanja lebih dari cukup, bahkan masih ada sisa.

Tapi sebanyak apapun uang lama-lama akan habis juga, 'kan? Apalagi Ryan tidak pernah bekerja. Yang dia lakukan hanya nongkrong, pergi saat sore hari, pulang malam dalam keadaan mabuk. Terus saja seperti itu setiap harinya.

"Kita harus memiliki pemasukan lain walaupun tidak banyak. Kamu juga tidak pernah bekerja, 'kan?"

Disinggung tentang hal ini lagi, Ryan mendengus kasar sembari mengubah posisinya menjadi duduk. Tatapan tajamnya langsung menembus manik Rania.

"Kau ini sangat banyak bicara tentang aku yang tidak bekerja ini. Yang penting kebutuhanmu terpenuhi dengan baik, 'kan? Meski aku tidak suka denganmu, masih untung aku sudi bertanggung jawab memberimu nafkah untuk berbelanja setiap hari."

Setelah kalimat berakhir, Ryan beranjak dari duduknya, menyambar kunci motor diatas meja, lalu berjalan keluar meninggalkan Rania diruang tengah sendirian.

Ketika punggung Ryan tidak lagi terlihat, helaan napas terdengar begitu lelah. Ryan sangat aneh menurutnya. Kadang baik, kadang kasar, kadang juga seperti monster yang menyeramkan.

Kepalanya tertunduk sambil mengusap-usap perutnya yang mulai terasa menonjol. "Semoga sikapmu tidak seperti ayahmu, ya, nak? Maaf karena Mama tidak mencari ayah yang lebih baik untukmu."

...----------------...

Terik sinar matahari membuat Rania harus menyipitkan matanya berkali-kali saat berjalan dibawahnya. Rania tidak berlarut-larut dalam kesedihan karena ucapan Ryan tadi, ia menenangkan dirinya sebentar, kemudian beranjak dan bersiap pergi sendirian.

Dia naik angkutan umum akhirnya.

Setelah mendapatkan barang-barang yang dia inginkan, kini perempuan hamil itu berdiri dipinggir jalan, dibawah pohon besar sembari menunggu ojek online yang sudah dipesan sebelumnya melalui aplikasi.

Awalnya Rania pikir akan mudah membawa beberapa kanvas dan cat untuk naik angkutan umum. Ternyata salah. Semua susah pada akhirnya, apalagi nanti harus berjalan cukup jauh dari jalan raya.

Saat bosan menunggu ojek yang tak kunjung datang, sebuah mobil yang terlihat familiar baginya, berhenti tepat didepan Rania.

Spontan Rania memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang dan menunggu kejadian selanjutnya.

Tak lama, sosok yang sudah bisa ia tebak, keluar dari pintu kemudi dan langsung menghampiri.

"Kamu sedang apa dipinggir jalan sendirian?"

Rania memandang lurus pada jalanan dan tidak memperdulikan kehadiran Bumi. "Bukan urusanmu."

Mendengar jawaban sinis itu tidak membuat Bumi menyerah. Dengan kurang ajar dia melongok ke belakang Rania, melihat tumpukan barang-barang yang sepertinya baru saja dibeli oleh perempuan itu.

"Kamu sendirian? Tidak bersama pria itu?"

"Memangnya kamu melihat ada suamiku disekitar sini?"

Bumi menggeleng lirih. "Kalau begitu aku antarkan saja sampai rumah. Bagaimana? Barang-barangmu sangat banyak, kamu akan kuwalahan membawanya. Kamu ... Juga sedang hamil, 'kan?"

Seperti ada sengatan kecil dihatinya saat mengatakan kalimat terakhir. Mungkin karena sampai sekarang Bumi belum benar-benar merelakan Rania, rasa cintanya masih sama seperti dulu.

Tepat dimenit selanjutnya, ojek yang dipesan oleh Rania datang. Sang empu bergegas membereskan barang-barang agar bapak ojek nya bisa dengan mudah memindahkan ke motor.

Tapi saat memutar tubuh ke arah dimana bapak ojek itu berhenti, motor sudah lebih dulu bergerak menjauh sebelum Rania mendekat. Spontan barang yang ada ditangan, ia lepar, sangking terkejutnya.

"Eh! Pak! Saya belum naik!" Berdecak. Percuma saja berteriak sampai suara habis, bapak ojek itu tidak akan mendengar dan putar balik ke arahnya.

"Aku sudah mengganti rugi uang bensin bapak itu, agar dia tidak sia-sia datang ke sini."

Mendengar suara Bumi, Rania melirik kesal. "Apa yang kamu lakukan? Aku harus pulang sekarang."

"Kan aku sudah bilang tadi, aku akan mengantarmu sampai rumah."

"Memangnya aku bilang kalau aku setuju?"

"Aku tidak membutuhkan persetujuan darimu."

Rania mendekati Bumi dengan napas terengah-engah karena emosi. Lantas, jari telunjuknya terangkat menunjuk tepat diwajah Bumi.

"KAU—,"

Dengan tenang, Bumi mengenggam jari telunjuk Rania, lalu dia jauhkan dari wajahnya. Meski Bumi paling tidak suka diperlakukan seperti ini, ia tetap bersikap santai saat Rania yang melakukannya. Tidak masalah.

"Jangan banyak mengomel. Emosi yang berlebihan tidak baik untuk ibu hamil. Ayo, aku akan menaikkan semua barang-barang milikmu ke bagasi."

Bumi tersenyum tipis saat Rania diam tak berkutik. Disaat inilah Bumi manfaatkan untuk memindahkan semua barang-barang milik Rania yang didominasi oleh kanvas itu, ke bagasi mobil.

"Ayo," Saat Rania hendak bersuara, Bumi lebih dulu menyela dengan kalimat selanjutnya. "Sudah, jangan menolak. Aku janji hanya kan mengantarkan kamu pulang saja."

Bohong! Rania menjerit dalam hati. Nyatanya sekarang mereka berakhir disebuah restoran cepat saji dengan makanan yang sudah mengisi meja mereka. Padahal Rania tidak mengatakan apapun, Bumi yang berinisiatif memesan.

Rania menghembuskan napas panjang seraya menatap Bumi kemusuhan, membuat sang empu mengangkat wajah dalam keadaan mengunyah.

"Jangan menatapku seperti itu. Aku tidak tahu kalau akan merasa lapar secara tiba-tiba, jadi sekalian mampir ke sini. Kamu juga harus menghabiskan makananmu. Kamu suka nasi goreng, 'kan?"

Jujur saja suka. Tapi sepiring nasi goreng tidak akan mampu meredakan rasa kesalnya terhadap Bumi, bagaimanapun dia sudah membohonginya.

"Kali ini aku benar-benar berjanji. Jika kamu memakan makananmu sampai habis, aku akan mengantar pulang. Serius!"

Rania memutar bola matanya malas. Ya, walaupun begitu tangannya bergerak menarik piring berisi nasi goreng mendekat.

Bumi yang melihat hal itu pun tersenyum senang. Namun senyuman itu tak bertahan lama karena setelah menyendok nasi, tiba-tiba saja Rania melemparnya ke piring lagi dan menutup mulut menggunakan telapak tangan.

Pria itu segera menyusul Rania yang langsung berlari menjauh setelah beranjak dari kursi.

Entah kenapa aroma nasi goreng yang selalu menjadi favoritnya terasa aneh di hidungnya, berakhir Rania harus memuntahkan isi perutnya di toilet.

"Jika tidak ada yang akan keluar lagi, jangan dipaksakan."

"Tapi rasanya sangat tidak nyaman," Mengeluh tanpa sadar.

Bumi mengurut tengkuk Rania dengan lembut. "Aku tahu. Apa kamu sudah merasa lebih baik? Aku akan memesan teh hangat tanpa gula untuk meredakan mualnya."

Rania diam tak menjawab. Ia hanya bisa pasrah saat Bumi membantunya berdiri dan kembali ke meja mereka. Saat sudah duduk pun, Bumi masih mengusap-usap punggung sempit Rania.

"Permisi, ini teh hangat yang tadi dipesan."

"Terimakasih. Oh iya, saya minta tolong agar nasi gorengnya di take away saja, ya?"

"Boleh. Ada lagi, kak?"

"Tidak."

Piring berisi nasi goreng akhirnya disingkirkan dari hadapan Rania. Sang empu menghela napas lega, dan memijat pelipisnya pelan.

Bumi yang melihat pun segera bertanya. "Apa kepalamu pusing?" Dan sang empu menjawab dengan gelengan kepala. Bumi membawa posisinya menjadi jongkok, lalu, tangan kanannya bergerak mengusap-usap permukaan perut Rania meski ia tidak meminta ijin sebelumnya.

Mendapat perlakuan seperti itu, jelas Rania merasa terkejut. Spontan kepalanya menunduk, dua pasang mata saling melempar pandang selama beberapa saat, sebelum akhirnya Rania yang memutus pandangan mereka terlebih dahulu.

"Apa perutmu masih tidak nyaman?"

Menggeleng lirih. "Sudah lebih baik."

Kepala Bumi manggut-manggut dan terus memberikan usapan diperut Rania. Kalau disituasi seperti ini, Bumi jadi berandai-andai jika anak dikandungan Rania adalah miliknya. Pasti Bumi akan menemani masa sulit semacam dengan senang hati.

"Jangan membuat ibumu sulit ya, nak? Jadilah anak yang pintar."

1
sutiasih kasih
jgn mngharpkn atopun mngemis prhatian ibumu rania....
krna dunia ibumu hnya untuk ank kesayangannya yg durjana....
yakinlah.... kelak ank ksayangannya tak akn mau mngulurkn tangannya untuk merawat org tuanya....
sutiasih kasih
ambar... km itu jenis makhluk benalu tak tau diri....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
sutiasih kasih
lnjut up....
👍👍
Riska Ananda
terfav🥰🥰
Riska Ananda
gk sabar nunggu kelanjutannya klo bisa up banyak2 thor
sutiasih kasih
org tua tak adil itu memang sll ada... & benar adanya....
tpi.... ank yg tak di anggp justru kelak yg sll ada untuk org tuanya di bandingkn ank ksayangan....
𝗣𝗲𝗻𝗮𝗽𝗶𝗮𝗻𝗼𝗵📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya😌
total 1 replies
Shreya Das
Bagus banget, jadi mau baca ulang dari awal lagi🙂
KnuckleBreaker
Gak bisa berhenti!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!