Cinta membuat seorang gadis bernama Suratih, menentang restu ayahnya. Damar, pemuda yang membuat hatinya lebih memilihnya daripada apa yang dikatakan orang tuanya, membuatnya mengambil keputusan yang sebenarnya mengecewakan sang ayah. Apakah Suratih akan bahagia membangun rumah tangga bersama Damar, setelah jalan yang dia tempuh salah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 32
Pagi yang seharusnya hangat dengan sinar mentari. Namun berbeda dengan suasana di rumah Damar.
Baik Sari mau pun Suryo, ke duanya terus berjalan mondar mandir di depan kamar tamu yang berada di kediaman Sumi. Keduanya Tampak cemas dengan keadaan yang diluar perkiraan mereka.
"Kenapa lama sekali mereka di dalam sana! Asatagaaa!" Suryo menggaruk kepalanya frustasi.
"Wajar lama, orang lagi di periksa kok sama bu bidan! Jangan lupa pak! Di dalam ada 2 wanita yang perlu di tangani bidan Eli! Sabar napa jadi orang!" celetuk Inah tanpa saringan.
Sumi meminta bidan Eli, salah satu petugas medis yang bekerja di klinik terdekat untuk datang ke kediamannya.
Suryo mendengus kesal, "Bawel kamu, Inah! Gak tau sepusing apa aku ini!"
Suryo melirik tajam Sumi, "Ini salah mpo! mpo Sumi gak becus didik Damar! Kelakuan Damar benar benar seperti binatang!"
"Lalu bagaimana dengan Laras, paman dan bibi juga gak becus menjaga anak perempuan kalian! Damar yakin, saat ini Laras pasti tengah hamil dari hubungan bebasnya dengan beberapa pria!" sarkas Damar dengan tatapan mengejek Suryo dan Sari.
"Jangan sembarangan kamu bicara, Damar! Laras bukan perempuan seperti wanita mu! Murahan!" Sari dengan nada gak santai.
Dengan dada naik turun, hidung kembang kempis, Sumi berseru dengan tegas, "Kalian semua bisa diam tidak? Kalo kalian masih ribut! Kalian bisa pergi jika sudah tak mau berada di rumah ini lagi! Termasuk kamu, Damar!"
Sari meremass kedua tangannya, saking gugupnya, ‘Jangan sampai Laras hamil, apa yang dikatakan Damar gak mungkin benar! Aku yakin, Laras gak seliar itu berhubungan dengan teman laki lakinya!’
"Saya gak bisa hanya diam menunggu di luar! Saya harus masuk!" sentak Suryo yang hendak meraih handle pintu.
Damar membentangkan tangannya di depan pintu. Menghadang Suryo yang hendak masuk ke dalam kamar.
"Berhenti di situ, Suryo! Jangan melampaui batas!" sentak Damar dengan mata melotot.
‘Aku gak mau kalau sampai ada pria lain melihat Ratih, bisa aja Ratih masih diperiksa di dalam sana!’ pikir Damar.
Suryo menunjuk kening Damar dengan jari telunjuknya, ia berkata dengan tatapan mengintimidasi.
"Kekacauan ini terjadi karena kamu, Damar! Orang yang paling pantas disalahkan adalah kamu!"
Sumi beranjak dari duduknya dengan tangan terkepal, "Kalian budek! Gak punya telinga? Perlu cangkul buat mengorek telinga kalian hah! Di dalam sana ada bidan Eli dan perawat yang tengah berjuang memeriksakan kondisi Laras dan Ratih! Kalian masih gak punya malu, bikin keributan di sini?"
Kreeeek.
Wanita dalam balutan jas putih dengan stetoskop di sakunya, muncul dari balik pintu yang kini terbuka.
"Bu bidan, bagaimana hasilnya? Apa kecebong yang saya garap dengan Ratih, sudah membuahkan hasil?" tanya Damar tanpa saringan.
Plak.
Sumi menjagur kepala Damar.
"Jaga bicara mu, Damar!" herdik Sumi.
"Gimana dengan putri saya, bu bidan?" tanya Suryo gak kalah cemasnya.
"Apa yang terjadi pada Laras, bu bidan? Putri kami gak apa apa kan? Laras baik baik aja kan, bu bidan?" timpal Sari dengan tatapan penuh tanya.
"Saya mau katakan hasilnya, tapi kalian terus bertanya! Apa saya sudah boleh bicara sekarang?" tanya bidan Eli dengan ramah.
"Silahkan bu bidan! Tolong katakan yang sebenar benarnya ya bu bidang! Jangan ada yang bu bidan tutupi dari kami, terlebih jika benar Ratih tengah mengandung!"sentak Sari dengan tatapan menyudutkan Damar.
"Maaf bu, dari hasil tes kehamilan yang dilakukan atas nama ibu Laras, dinyatakan positif! Diperkirakan usia kehamilannya sekitar 4 sampai 5 minggu, tapi jika ibu ingin memastikan, ibu bisa melakukan USG." terang bidan Eli.
Grap.
Sari yang gak terima dengan pernyataan bidan Eli, langsung mencengkram kedua lengan sang dokter lalu mengguncangnya kasar.
"Bu bidan pasti mengada-ada! Mana mungkin Laras putri saya hamil 4 minggu! Bu bidan jangan gila! Bu bidan di bayar berapa sama Ratih hah! Katakan pada saya bu bidan! Katakan yang sejujurnya!" jerit Sari dengan air mata kecewa yang mengalir dari sudut matanya.
"Bu, jangan seperti ini! Tahan amarah bu!" Suryo menarik sang istri menjauh dari bidan Eli.
Damar menatap sang ibu dengan penuh kemenangan, "Keputusan Damar sudah benar kan, bu! Menolak keras perjodohan ini! Ratih seribu kali lebih baik dari Laras!"
Sumi menggeleng, "Perbuatan kalian tidak ibu benarkan, Damar! Gak ada apa wanita selain Ratih?"
"Bang Damar!" seru Suratih dengan tatapan sayu. Wanita itu tampak di papah sang perawat untuk sampai ke depan kamar.
Damar menarik Suratih ke dalam pelukannya, "Abang di sini, Tih! Kamu kenapa, Tih?"
"Maaf pak Damar, jangan terus menghujamnya dengan senjata anda! Dia kelelahan, terlepas dari hubungan kalian yang sudah melampaui batasan. Sebaiknya segera nikahkan kekasih anda ini! Negara kita ini negara hukum. Anda bisa saja dikenakan pasal berlapis. Penyekapan, pemerkosaann da…"
Damar menyela perkataan sang bidan dengan tegas, "Saya akan menikahinya bu bidan!"
Damar beralih menatap sang ibu, "Tolong bu! Nikahkan Damar dengan Ratih! Ibu gak ingin kan Damar masuk penjara perkara menyekap dan memperkosaa Ratih?"
Sumi menatap nyalang Suratih, ‘Dasar sundel! Bisa bisanya kamu meracuni pikiran putra ku!’
Bidan Eli berseru dengan tegas, netranya fokus pada Suratih, "Jika keadilan tidak kamu dapat kan. Saya bisa membantumu melaporkan Damar pada …"
Sumi berhasil membuat bidan Eli menggenggam uang yang gak sedikit jumlahnya.
"Tidak perlu bu bidan! Tugasmu sudah selesai bu bidan! Jangan sekalipun anda ikut campur atas masalah keluarga saya! Jika anda masih mencintai klinik anda!" seru Sumi dengan nada mengancam.
"Damar gak akan pergi ninggalin Ratih, bu! Kalau ibu mau bicara, bicara saja!" tegas Damar, namun netranya teduh saat menatap Suratih, wanita yang kini berbaring di atas tempat tidurnya dengan selang infus menancap di punggung tangannya.
Sumi mengepalkan tangannya kesal, "Ibu perlu bicara dengannya, Damar!"
"Kalo kamu ngantuk, tidur aja, Tih! Ada aku yang akan temani kamu! Kasihan kamu, pasti kecapean ya ngelayanin aku semalaman! Habisnya kamu enak sih!" ujar Damar tanpa saringan, menulikan telinganya atas pernyataan sang ibu.
Netra Suratih gak lepas dari Sumi dan Damar, ia melirik ibu dan anak itu dengan tatapan gak enak hati.
"Tapi bu haji, …” belum selesai Suratih bicara, Sumi sudah mennylanya dengan datar.
"Sudah berapa lama kamu di dalam kamar Damar?"
Suratih menelan salivanya sulit, "Ti- tiga hari bu haji!"
"Kan Damar udah bilang sama ibu sebelumnya, kenapa harus ibu tanyakan lagi?" protes Damar.
"Apa kamu yakin, Damar pria satu-satunya dan pertama yang menyentuh mu? Apa kamu begitu bodoh, diam saja saat Damar menja mah mu tanpa ikatan suami istri? Apa semurah itu kamu disentuh pria? Apa ini hasil dari didikan si pin cang? Menggoda Damar yang sudah jelas pewaris dari kekayaan ku? Kamu hanya mengincar harta Damar kan!" cerocos Sumi dengan angkuhnya.
Suratih menggeleng, dengan tatapan sayunya, "Ratih gak memikirkan soal harta, harta masih bisa dicari, bu! Ratih cinta sama bang Damar. Ratih akan lakukan apapun asal bisa bersama dengan bang Damar. Kami saling mencintai, bu!"
"Kamu sendiri yang memak sa! Kamu harus terima dengan segala kepedihan yang akan kamu terima di rumah ini! Karena sampai kapan pun, saya tidak ikhlas, saya tidak rela, saya tidak ridha, melihat putra kesayangan saya menikahi kamu! Kamu itu anak dari pria bejat, brengsek, bajingan! Mau secantik apapun kamu dimata Damar, tetap gak pantas di mata saya!" cecar Sumi dengan segala kata pedasnya, lalu meninggalkan kamar Damar. Membiarkan Suratih dan Damar berdua.
***
Bersambung …