Ribuan tahun sebelum other storyline dimulai, ada satu pria yang terlalu ganteng untuk dunia ini- secara harfiah.
Rian Andromeda, pria dengan wajah bintang iklan skincare, percaya bahwa tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa mengalahkan ketampanannya- kecuali dirinya di cermin.
Sayangnya, hidupnya yang penuh pujian diri sendiri harus berakhir tragis di usia 25 tahun... setelah wajahnya dihantam truk saat sedang selfie di zebra cross.
Tapi kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari absurditas. Bukannya masuk neraka karena dosa narsis, atau surga karena wajahnya yang seperti malaikat, Rian malah terbangun di tempat aneh bernama "Infinity Room"—semacam ruang yang terhubung dengan multiverse.
Dengan modal Six Eyes (yang katanya dari anime favoritnya, Jujutsu Kaisen), Rian diberi tawaran gila: menjelajah dunia-dunia lain sebagai karakter overpowered yang... ya, tetap narsis.
Bersiaplah untuk kisah isekai yang tidak biasa- penuh kekuatan, cewek-cewek, dan monolog dalam cermin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trishaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandangan Infinity Room
Perkataan Luis menggantung sejenak, dibiarkan menari di udara penuh ketegangan dan ironi. Rian menatapnya, alis sedikit mengerut, menanti kelanjutan kalimat yang terasa belum selesai.
Lalu Luis menghela napas pendek, menatap lurus ke arah Rian, kali ini dengan senyum tulus dan sedikit pasrah. "Amigo... Kau tahu, kan? Aku emang tipe yang kelewat suka bantu-bantu orang. Jadi ya..."
Luis segera menyodorkan tangan. “Direktur Rian Andromeda, aku terima tawaranmu. Mulai hari ini, kita rekan satu laboratorium.”
Rian membalas uluran tangan itu dengan senyum lebar, menggenggam erat dan menatap matanya. “Senang bekerjasama dengan Anda, Luis Sera. Semoga betah di neraka kecil penuh kemajuan ini.”
Ting!
[Alice akan menyiapkan kamar kerja Luis, serta mendesain kembali sistem lab agar cukup tahan terhadap... ehm, kecelakaan manusia]
Luis menatap ke atas. “Yup. Betah banget, aku yakin.”
Melepaskan jabat tangan. Kemudian Rian merentangkan kedua tangan dan berkata, "Welcome to the dark side, Luis."
Luis terkekeh.
***
Hari-hari terakhir Rian di dunia ini berlalu seperti kedipan mata.
Dalam rentang waktu yang singkat itu, cukup banyak hal terjadi, selain melatih pergerakan Silat Tradisionalnya dan perawatan kulit wajah yang rutin
Salah satunya, dan mungkin yang paling mengejutkan, adalah ketika Rian mulai mengajak Ashley berkunjung ke Mansion Andromeda... dan bahkan ke Lab Eden.
Reaksi Ashley?
Tentu saja ia terkejut bukan main.
Bagaimana tidak? Tempat itu lebih mirip markas rahasia organisasi tingkat dunia ketimbang fasilitas pribadi milik seseorang. Teknologi, skala, hingga keberadaan AI bernama Alice, semuanya di luar nalar gadis sepertinya.
Di sisi lain, Luis dan Alice semakin akrab... meski “akrab” di sini cukup relatif.
Mengingat Alice punya algoritma khas seperti gadis kecil bermulut tajam, maka wajar kalau ia senang menjahili Luis dengan berbagai prank kecil yang menguji batas kesabarannya.
Tapi entah kenapa, justru dari situlah hubungan mereka jadi unik dan menghibur.
Hingga akhirnya, waktu pun habis.
Hari ketujuh tiba, hari terakhir Rian di dunia Resident Evil ini.
Alih-alih menambah waktu istirahat seperti yang bisa saja ia lakukan, Rian memilih untuk kembali lebih awal. Bukan karena tak betah... tapi karena terlalu banyak hal yang harus dilakukan.
Tanpa banyak perpisahan dramatis, Rian hanya meninggalkan sebuah pesan: melalui Alice untuk Luis dan Ashley.
Pesan itu tidak menyebutkan soal “perjalanan antar dunia”. Sebaliknya, Rian menulis bahwa ia sedang menjalankan misi khusus di negara lain, yang mungkin akan memakan waktu lama.
Alasan yang terdengar masuk akal... dan cukup untuk menjelaskan ketidakhadirannya nanti.
Dan dengan itu, tanpa suara, tanpa jejak berlebihan, Rian Andromeda pun melangkah pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang, siap menapaki dunia selanjutnya.
***
Trench coat hitam panjang berkibar lembut di setiap langkah Rian, mengikuti gerakan tubuhnya yang santai namun penuh aura kepercayaan diri.
Di punggungnya, sebuah Hybrid Chainsaw Sword tampak mencolok, pedang dengan bilah berantai bergerigi sepanjang 70 sentimeter, dengan pegangan berwarna legam yang memancarkan kesan mematikan.
Di wajahnya, sepasang kacamata hitam dari Lab Eden terpasang, berbeda dari biasanya. Kali ini, kegelapannya sedikit berkurang, memperlihatkan sekilas pantulan mata biru cerah yang bersinar tajam dari balik lensa.
Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu—kacamata satu arah tersebut bekerja terbalik.
Meski bagi pengamat tampak bening dan memperlihatkan mata Rian, namun bagi orang normal yang mencoba memakainya, dunia akan tampak gelap total.
Saat ini, Rian tengah melangkah santai menyusuri jalan besar yang dilapisi marmer putih, memantulkan cahaya lembut dari atas. Ia berjalan seakan menyatu dengan keramaian, tapi tetap menonjol.
Seperti angin yang tak bisa ditangkap, keberadaannya terasa, namun sukar disentuh.
Di kedua sisi jalan, berdiri jajaran pilar-pilar kolosal, putih bersih, seakan diukir tangan para raksasa purba. Pilar-pilar itu menjulang tinggi, menembus langit tanpa ujung, seperti jembatan menuju dimensi lain.
Di permukaan beberapa pilar, sesekali muncul pintu-pintu merah menyala. Pintu-pintu itu terbuka perlahan… dan dari dalamnya, satu per satu makhluk melangkah keluar.
Disebut “makhluk” karena mereka bukan hanya manusia, melainkan wujud-wujud dari berbagai ras dunia lain.
Elf dengan telinga panjang nan anggun, ras Beast bertelinga tajam dan berekor, bahkan sosok-sosok bertanduk dan bersayap hitam khas ras Iblis pun muncul.
Beberapa dari mereka berjalan masuk ke pintu-pintu lain yang muncul, dan begitu mereka masuk… pintu itu pun lenyap, seolah tak pernah ada. Tepat di setiap pintu, terukir angka, nomor serial yang unik.
Tiba-tiba, bayangan hitam melintas cepat di bawah kaki Rian. Tanpa menoleh, seekor naga melesat tinggi di langit, menyisakan riak udara dan siluet megah di antara awan.
Namun…
Di hadapan semua pemandangan eksotis dan absurd ini, Rian tetap tidak teralihkan. Sebenarnya, sedari awal tatapan Rian tetap tertuju pada pantulan dirinya di cermin tangan, yang ia genggam dan gunakan sambil berjalan.
Wajah Rian tersenyum, rambut panjang hitam sedikit tertiup angin, anggun namun tidak lambat. Rian sadar, beberapa makhluk di kejauhan mulai memperhatikannya: beberapa bahkan berbisik menyebut nomor seri-nya.
Namun Rian Andromeda tetap tak menggubris. Fokusnya tetap pada cermin yang sesekali, menyisir rambut poni-nya ke belakang.
Tak lama kemudian, Rian menyimpan cermin kecil ditangannya, ke dalam saku kemeja.
"Sistem," kata Rian, "laki-laki tampan ini meminta penjelasan mengenai Infinity Room."
Ding!
[Mendeteksi nomor seri 90.000 pertama kali menginjakkan kakinya di Infinity Room]
[Memulai penjelasan!]
[Infinity Room di bagi menjadi 4 area. Yaitu, area tempat tinggal, area perdagangan, area pelatihan, dan area hiburan]
[Area tempat tinggal adalah area tempat tinggal para Envoy. Area tempat tinggal terhubung dengan pilar langit]
[Area Perdagangan adalah area dimana tempat transaksi jual beli dan lelang. Khusus untuk lelang, Envoy yang ingin melelang barangnya akan dikenakan biaya sebesar 10% dari harga jual lelang. Biaya ini akan langsung dipotong ketika barang terjual]
[Area pelatihan adalah area Envoy dapat berlatih, mempelajari keterampilan bertarung]
[Area hiburan adalah area tempat Envoy dapat bersantai setelah menjalankan misi. Di sana terdapat fasilitas Ruang Prostitusi Virtual, Taman fantasi, Kafe dan Casino]
[Envoy dapat pergi ke berbagai area dengan menggunakan Pintu Transfer. Hanya perlu memikirkan area yang di tuju ketika memasuki Pintu Transfer, Sistem akan mengatur koordinat sesuai dengan tujuan Anda, yang ada di Infinity Room]
[Pintu Transfer berada tidak jauh lagi dari tempat Anda saat ini berdiri]
"Oke, baiklah! Laki-laki tampan ini paham," ujar Rian, nada suaranya santai namun penuh percaya diri. Rian melangkah dengan gaya teatrikal menuju Pintu Transfer.
"Laki-laki tampan ini ingin pergi ke area perdagangan," lanjut Rian, membetulkan posisi kacamata hitamnya sambil tersenyum tipis, seakan tengah menyusun rencana rahasia di balik layar.
"Mungkin saja… laki-laki tampan ini akan menemukan sesuatu yang bisa memaksimalkan potensi Six Eyes, bahkan mengaktifkan Limitless, tanpa harus memiliki profesi apapun."
Senyum Rian masih mengembang, tapi dalam pikirannya tersimpan banyak pertanyaan dan teori.
Sebetulnya, sejak lama, ketika mengumpulkan informasi mengenai Six Eyes, Gojo Satoru, dan Limitless dari dunia asalnya, Rian sudah mencoba berbagai cara untuk mengaktifkan Limitless khas Klan Gojo, berbekal teori dan informasi yang ia dapatkan.
Namun, apa pun yang dilakukan, Limitless tetap tidak bisa diaktifkan. Tak ada efek Infinity. Tak ada Red. Tak ada Blue. Apalagi Hollow Purple.
Dari sanalah teorinya terbukti: untuk menggunakan Limitless, seseorang harus memiliki profesi tertentu, mengingat bahan bakar Limitless adalah Cursed Energy, atau bisa dikatakan energi khusus.
Tanpa memiliki energi khusus dalam tubuh, jangankan mengaktifkannya, mempelajarinya saja mustahil. Dan saat ini, Rian masih belum memiliki profesi yang dapat mengakses energi tersebut.
Jadi sekarang, Rian bertekad mencari alternatif lain.
Sesuatu yang bisa menjadi katalis. Entah itu item misterius, kelas tersembunyi, atau bahkan energi alternatif di area perdagangan. Setiap dunia punya kemungkinan, dan ia tahu... sesuatu pasti akan muncul untuknya.
Beberapa meter melangkah, akhirnya Rian melihat sebuah pintu yang luar biasa besar, itulah pintu transfer yang dimaksud oleh sistem.
Bagian tengah pintu itu diselimuti oleh membran bening menyerupai air, beriak lembut setiap kali disentuh. Setiap Envoy yang ingin berpindah area, melangkah menembus membran itu untuk mencapai tujuan mereka.
Di sana, suasana juga cukup ramai, Envoy dari berbagai ras dan bentuk berlalu-lalang, silih berganti melewati pintu transfer.
Tanpa banyak kata, Rian langsung bergabung ke dalam kerumunan, lalu melangkah masuk ke dalam membran bening itu, seolah menembus permukaan dunia dan menuju tempat berikutnya.
btw si Rian bisa domain ny gojo juga kah?