Leona tiba-tiba diculik dan dibunuh oleh orang yang tidak ia kenal. Namun ketika berada di pintu kematian, seorang anak kecil datang dan mengatakan bahwa ia dapat membantu Leona kembali. Akan tetapi ada syarat yang harus Leona lakukan, yaitu menyelamatkan ibu dari sang anak tersebut.
Leona kembali hidup, namun ia harus bersembunyi dari orang-orang yang membunuhnya. Ia menyamarkan diri menjadi seorang pria dan harus berhubungan dengan pria bernama Louis Anderson, pria berbahaya yang terobsesi dengan kemampuan Leona.
Akan tetapi siapa sangka, takdir membawa Leona ke sebuah kenyataan tidak pernah ia sangka. Dimana Leona merupakan puteri asli dari keluarga kaya raya, namun posisinya diambil alih oleh yang palsu. Terlebih Leona menemukan fakta bahwa yang membunuhnya ada hubungan dengan si puteri palsu tersebut.
Bagaimana cara Leona dapat masuk ke dalam keluarganya dan mengambil kembali posisinya sebagai putri asli? Bagaimana jika Louis justru ada hubungannya dengan pembunuhan Leona?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. MARTHA
Kejadian dua hari lalu benar-benar membuat Leona memikirkan kemungkinan yang ada, bagaimana Luna bisa bebas dari penjara. Hal itu bahkan sudah di konfirmasi oleh Noah kalau memang benar bahwa Luna tidak lagi mendekam di penjara. Bahkan Noah terkejut karena Luna bebas bersyarat setelah kasus-kasus mengerikan yang dilakukan perempuan itu. Lebih mengejutkannya ada orang yang membebaskan Luna dan sayangnya pihak kepolisian pusat tidak menolak memberitahu siapa orang yang dapat membebaskan Luna semudah itu.
Kekhawatiran menyelimuti Leona, ia takut kalau Luna akan kembali dengan membawa keburukan. Mengingat bagaimana perempuan itu bisa menghasut pria yang merupakan seorang pembunuh dan salah satu anggota gangster untuk menghabisi Kanna, sudah pasti kalau Luna memiliki back up yang tidak bisa dianggap remeh. Mungkin ini yang Louis katakan tentang dalang di balik penukaran Leona dengan Luna dulu, orang yang memiliki kuasa dan kekuatan di luar ekspektasi.
"Leona?!"
"Aaa!" Leona tersentak kaget dengan kemunculan tiba-tiba dari Rowan. "Rowan jangan mengagetkanku seperti itu," beritahunya.
Bocah itu justru tertawa melihat reaksi dari Leona yang terkejut oleh kehadiran bocah itu, lalu berkata, "Isaac dan Vio lucu sekali aku jadi tidak sabar untuk memberitahumu."
"Hm? Ada apa dengan mereka?" tanya Leona. Ia tahu kalau Isaac sekarang perlahan dapat melihat wujud Rowan dengan lebih jelas karena pria itu mulai menerima kemampuan dirinya, walau masih dalam bentuk hologram.
"Isaac mengatakan aku ada dua dan dia bingung lalu memberitahu Vio dan sekarang mereka ketakutan tapi penasaran," beritahu Rowan yang tertawa kecil.
Dan tidak lama terdengar suara grasak-grusuk dari pintu menuju halaman samping, terbuka lalu menunjukkan dua orang yang sedang dibicarakan.
"Leona?!" panggil Isaac dan Violet bersamaan, berlari ke arah Leona yang duduk santai di ruang tengah bersama Rowan.
"Ya?" sahut Leona bingung dengan gelagat kakak beradik itu.
"Rowan ada dua!" ucap Isaac.
Spontan tawa Rowan terdengar, bocah itu tertawa lepas ketika mendengar kakak laki-lakinya mengatakan hal itu. Entah apa yang membuat bocah itu sesenang itu.
"Maksudnya?" tanya Leona.
"Sejak dua hari lalu aku melihat ada dua sosok di rumah. Biasanya hanya satu dan aku tahu itu Rowan, tapi ini ada dua. Sosok itu selalu mengikutiku dan Violet di rumah," beritahu Isaac.
"Sejak Isaac memberitahuku, aku jadi sering merinding di rumah," kata Violet.
"Jadi ini maksud Rowan. Ada sosok selain Rowan di rumah, ya." Leona mengerti sekarang.
"Rowan memberitahumu?" tanya Violet.
Leona menunjuk ke sampingnya dimana Rowan berada. "Dia sejak tadi tertawa, bilang kalau kalian lucu."
"Dia tertawa. Astaga."Isaac malu ketika tahu kalau mendiang adiknya menertawakan dirinya.
"Leona, bagaimana kalau melihat siapa sosok satunya di rumah?" pinta Violet.
Leona melihat ke arah Rowan dan bertanya, "Rowan, kau tahu siapa sosok selain dirimu di rumah yang mengikuti kedua kakakmu."
"Martha," jawab Rowan.
"Martha?" Leona merasa seperti tidak asing dengan dengan nama itu.
"Rowan bilang sosok itu Martha?" tanya Isaac terkejut mendengarnya.
"Iya, Rowan bilang kalau sosok itu Martha. Aku seperti pernah mendengarnya." Leona mencoba mengingat nama tersebut, dan melihat ke arah Rowan. "Martha, pelayan rumah yang dibunuh oleh Luna?" tanyanya pada sang bocah.
Rowan mengangguk.
Setelah itu mereka semua pergi ke rumah kakak beradik itu. Ingin tahu apakah benar itu Martha atau sosok yang telah ditunggangi oleh yang negatif. Karena akan berbahaya jika arwah sudah terkontaminasi dengan yang negatif untuk orang-orang sekitarnya, terutama Martha meninggal dengan cara yang keji.
Leona menginjakkan kakinya di rumah tersebut, sebelumnya ia tidak melihat sosok Martha di rumah ini. Dan kemungkinan baru muncul beberapa hari belakangan sepeti yang dikatakan oleh Isaac.
Dan di sanalah perempuan paruh baya yang terlihat cantik namun kental akan keibuannya. Berdiri di ruang tengah dengan tenang, seolah menunggu para sang empunya rumah kembali untuk menyambutnya.
Leona berjalan mendekati perempuan itu. "Martha?"
Perempuan itu terkejut ketika tahu ada yang bisa melihat dirinya. Namun ketika ia melihat Rowan menempel manja pada Leona, Martha tersenyum hangat dan berkata, "Ah, Anda pasti Nona Leona. Putri Nyonya Kanna dan Tuan William yang ditukar ketika bayi. Rowan sudah menceritakan banyak hal tentang Anda. Sungguh Anda benar-benar mirip dengan Nyonya Kanna."
"Martha? Boleh aku tahu kenapa kau masih ada di rumah ini dan tidak menyeberang ke alam selanjutnya? Apa karena kau tidak terima atas kematianmu yang ... kurang menyenangkan itu?" tanya Leona sopan.
"Awalnya aku marah tentang hal itu, tapi sekuat apa pun rasa marahku, tidak akan mengembalikan diriku hidup. Aku hanya ingin memastikan kalau Isaac, Violet, dan Rowan baik-baik saja, tapi sepertinya Rowan bernasib sama denganku, harus berakhir di tangan perempuan jahat itu," jawab Martha menatap sendu Rowan.
"Kau dekat dengan mereka?" tanya Leona lagi.
"Aku pengasuh mereka sejak mereka kecil. Mereka sudah seperi anakku sendiri. Perempuan itu mencoba menyakiti mereka, bahkan memasukkan racun ke makanan mereka waktu itu. Tapi karena ketahuan olehku, dia justru membunuhku. Sejak itu aku khawatir dengan mereka," jawab Martha lagi.
"Isaac dan Violet baik-baik saja, walau ada banyak yang terjadi dan harus kehilangan Rowan. Kau sudah bisa kembali ke tempat damai, Martha," beritahu Leona.
"Boleh aku minta bantuan sedikit?" pinta Martha.
"Apa itu? Aku akan membantu selama itu masih bisa kulakukan," kata Leona.
"Pertama, tolong sampaikan kepada putriku, tolong lihat laci di dalam lemariku. Itu adalah tabungan yang kusimpan untuknya kuliah nanti dan sampaikan bahwa aku minta maaf meninggalkannya sendirian. Katakan kalau aku selalu mencintainya. Namanya Elisa Bradon, sekarang sekolah di Waldorf High School," ucap Martha dengan raut penuh kerinduan.
"Akan kuusahakan. Lalu selanjutnya?" tanya Leona kembali.
"Boleh aku bicara dengan Isaac dan Violet?"
"Tentu. Kau bisa memakai ragaku untuk bicara dengan mereka," Leona memberikan izinnya lalu melihat ke arah Isaac dan Violet. "Martha ingin bicara dengan kalian," imbuhnya.
Isaac dan Violet terkejut mendengarnya namun mereka mengangguk.
Untuk sesaat Leona diam, membiarkan Martha menggunakan tubuh Leona sebentar. Ia dapat merasakan sesuatu mengalir dalam dirinya, perlahan menyatu dengan tubuh gadis itu hingga akhirnya Leona berada di alam bawah sadarnya sendiri.
Isaac dan Violet menatap Leona lekat, menunggu proses rasuk gadis itu selesai.
"Hai." Leona tersenyum lembut menatap Isaac dan Violet.
"Martha?" panggil Violet
"Halo, Sweetheart," sahut Martha yang kini dapat bicara melalui Leona.
Violet tidak dapat lagi membendung air matanya ketika tahu kalau yang bicara padanya adalah sosok pengasuh yang sudah seperti ibu kedua bagi Violet.
Martha bergerak mendekati Violet, tangannya terangkat dan menyeka air mata gadis itu, lalu berkata, "Tumbuhlah jadi seperti yang kau impikan selama ini. Aku yakin kau akan menjadi model luar biasa di masa depan. Ingatlah jalan menuju impianmu tidak akan selalu mulus, karena itu jangan pernah menyerah dan jangan lupa menikmati prosesnya."
Violet mengangguk tanpa mampu mengeluarkan suara untuk membalas. Air mata sudah mengalir deras sehingga gadis itu tahu harus menjawab apa atas ucapan baik pengasuhnya yang baik hati itu.
Martha beranjak ke Isaac yang ada di samping Violet dan berkata, "Jangan takut dengan apa yang kau punya. Jangan meragukan dirimu sendiri. Kau lebih berani dan hebat dibandingkan yang kau pikirkan. Terima dirimu, terima situasi yang kau hadapi, jangan pernah melarikan diri. Aku yakin kau juga akan menjadi orang hebat nanti, karena itu tetaplah maju dan jangan takut."
Isaac mengangguk, sama halnya dengan Violet pria itu tidak mampu mengatakan sepatah kata karena emosi yang meluap. Tidak menyangka kalau dirinya akan kembali bisa mendengar pengasuh kesayangannya ini bicara lagi padanya. Menguatkannya ketika pria itu butuh dukungan.
Martha menarik Violet dan Isaac dalam pelukannya, mengelus lembut punggung kedua kakak beradik itu.
"Martha, maaf karena berakhir di sini dengan cara seperti itu. Bahkan kami baru tahu kalau kau dibunuh bukannya bunuh diri. Dari dulu aku yakin kalau tidak mungkin dirimu bunuh diri," kata Violet sesenggukan.
Martha mengelus kepala gadis itu. "Takdirku sudah digariskan seperti itu. Jangan terus terpaku dengan yang sudah tidak ada. Yang hidup harus terus melanjutkan hidupnya, jangan berhenti hanya karena merasa kehilangan. Semua yang datang akan pergi, yang hidup akan mati. Hiduplah dengan bahagia."
Isaac dan Violet kembali mengangguk, mereka memeluk sosok Martha dalam diri Leona.
Martha melepaskan pelukannya, lalu melihat ke arah Rowan. "Rowan, jangan terlalu lama bersama yang masih hidup. Akan sulit nanti baik untukmu dan juga mereka."
Rowan hanya mengangguk mendengar ucapan Martha, paham dengan baik apa yang pengasuhnya itu katakan.
"Goodbye, My Dear," ucap Martha dengan senyum lembut terakhirnya.
Isaac dan Violet lagi-lagi tidak bisa menahan tangis ketika ia tahu kalau ini sungguh yang terkahir kali bagi mereka mendengar dan melihat sosok ibu kedua mereka itu. Perempuan yang menjaga dan menemani mereka, mengajari banyak hal sejak mereka kecil kini akan pergi ke tempat damai nan terang. Mereka bahkan dapat melihat dalam kepala mereka bagaimana sosok Martha melangkah menuju tempat terang dengan senyum lembut keibuan wanita tersebut.
"Hah?!" Leona tersadar dengan napas tersengal. Ia terdiam dengan semua perasaan memuncah dalam dirinya, semua ingatan Martha bersama Isaac, Violet dan Rowan benar-benar menghangatkan sekaligus sulit untuk dilepaskan.
Martha bukan hanya sekedar pengasuh ketiga bocah itu, tapi sudah menjadi keluarga yang tidak akan bisa digantikan. Leona tidak bisa menahan untuk tidak menangis, terutama ketika ka mengantar kepergian Martha menuju tempat terang. Bagaimana senyum hangat wanita itu merekah tanpa beban memasuki tempat terbaik setelah kematian.
Dan karena hal itu, ketiga remaja itu berakhir dnegan mata sembab dan wajah pucat. Membuat keluarga mereka yang pulang dan mendapati mereka semua seperti itu menjadi khawatir dan panik. Tapi tak lama justru tawa terdengar di diri mereka, memenuhi ruangan. Membuat keluarga mereka heran.
Benar kata Martha, yang hidup harus terus melanjutkan hidupnya dalam bahagia.