NovelToon NovelToon
Ashes Of The Fallen Throne

Ashes Of The Fallen Throne

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Barat
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mooney moon

Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam bersama para Draconian

Jormund hanya tersenyum kecil, lalu berbalik, menyusul Mulgur yang sudah lebih dulu melangkah keluar dari altar utama.

Cassius mengikuti langkah Vala yang berjalan sedikit di depannya. Saat ia menoleh ke belakang, ia sempat melirik altar untuk terakhir kalinya. Bara api di kawah itu masih berdenyut, seolah menyimpan sesuatu yang belum selesai diceritakan.

Mereka keluar dari altar utama. Angin gunung yang dingin menyambut mereka, membawa aroma abu dan bebatuan hangus. Langit telah berubah menjadi biru tua yang pekat, hanya diselingi bintang-bintang samar yang mulai bermunculan di antara awan tipis.

Vala menuntunnya menyusuri jalanan batu yang mengarah ke sebuah lorong kecil yang hanya diterangi dengan obor. Dindingnya dihiasi ukiran kuno dan tanda-tanda naga, menyala samar oleh api dari obor batu kecil yang diletakkan di sepanjang lorong sebagai sumber cahaya.

Mereka berjalan dalam diam sesaat, hingga akhirnya Cassius bertanya ringan, “Jadi kau sudah tahu aku ada hubungannya dengan Basilisk sejak mendengarku bergumam, bukan?”

Vala menoleh singkat padanya, lalu kembali menatap ke depan. “Ya, aku mendengarnya. Tapi aku tidak mau menyimpulkan tanpa penjelasan darimu langsung.”

Cassius mengangguk pelan. Ia bisa menghargai sikap itu.

Begitu sampai di sebuah ruangan kecil di sisi lorong, terlihat ruangan yang sederhana namun terlihat cukup nyaman dengan tempat tidur sederhana dari anyaman akar besar dan tumpukan kain tebal berlapis bulu hewan, Vala membuka pintunya dan memberi isyarat. “Ini tempatmu mulai malam ini. Tidak besar, tapi kurasa cukup nyaman.”

Cassius mengamati ruangan itu sejenak, lalu menoleh ke arah Vala. “Terima kasih. Dan... untuk tadi, soal tidak menyela.”

Vala tersenyum tipis. “Banyak hal yang ingin kutanyakan, tapi aku bisa menunggu sampai saat makan malam.”

Cassius mengangguk. “Kalau begitu, sampai nanti.”

Vala membalas anggukannya, lalu berbalik pergi membiarkan Cassius menikmati ruang itu sendirian, dan mungkin memikirkan semua yang baru saja ia dengar.

Suara langkah Vala memudar di kejauhan, meninggalkan Cassius dalam keheningan yang hangat, ditemani hanya oleh nyala cahaya dari obor yang berdenyut lembut di dinding ruangan.

Di tempat lain, di ruang makan yang lebih besar dan lebih terang, Mulgur dan Jormund sudah tiba. Mulgur langsung mengambil tempat duduk yang sudah diincarnya, dekat tungku besar yang kini mengeluarkan aroma kaldu pedas.

Dengan nada geli, ia berseru, “Ayo, Jormund! Jangan sampai kau kebagian sayur dingin karena terlalu banyak berpikir!”

Jormund hanya terkekeh pelan. “Kau duluan saja, kami harus mendahulukan tamu terlebih dahulu.”

Malam pun benar-benar turun di kediaman para Draconian, dan di antara bara api serta ukiran batu, ada percakapan, rahasia, dan rencana yang perlahan mulai menampakkan wujudnya.

Langit sudah gelap sempurna ketika Cassius memasuki ruang makan. Ruangan ini ternyata adalah bagian dari ruangan besar yang ia datangi sebelumnya saat pertama kali datang, yang ia kira hanya ruang pertemuan. Kini ruangan itu telah berubah suasana. Beberapa meja kayu panjang telah tertata rapi, dengan makanan yang mengepul di atasnya. Daging panggang berbau sedap, buah-buahan aneh berwarna kemerahan, dan semacam sup kental berwarna jingga tua.

Cassius sempat tertegun, matanya langsung menangkap sosok-sosok familiar yang sudah duduk. Jormund dengan posturnya yang ramping namun penuh wibawa, Mulgur yang tampak sibuk memeriksa makanan satu per satu, Leiya dan Raya yang sedang duduk berdampingan sambil saling bisik-bisik, serta dua sosok lain yang sudah tidak asing lagi.

“Ah, Cassius!” seru Jormund sambil melambai. “Kau datang tepat saat makanan baru saja matang.”

Cassius tersenyum kecil dan berjalan mendekat. “Aku sempat tersesat, sejujurnya. Vala tidak bilang apa-apa setelah mengantarku ke ruangan yang aku pakai, juga tidak bilang kalau ruang makannya... ya, ternyata satu ruangan dengan tempat pertemuan yang tadi.”

Tawa ringan terdengar dari Leiya dan Raya, sementara Mulgur menoleh dengan senyum menggoda.

“Lihat, sudah kubilang dari awal. Bangunan seperti ini terlalu membingungkan untuk seorang bocah kota seperti dia,” celetuk Mulgur sambil menunjuk Cassius dengan batang makanan.

Vala yang baru muncul dari arah dapur langsung menghampiri dan mengangguk hormat. “Maafkan kelalaianku, Cassius. Seharusnya aku memberitahumu kalau ruangan ini juga dipakai untuk ruang makan.”

Cassius menoleh dan tersenyum lembut. “Tidak apa. Aku juga yang terlalu percaya diri. Tapi—” Ia menoleh ke arah pojok ruangan. “Ternyata pintu kecil itu dapur, ya?”

Vala mengangguk. “Jika kau memperhatikan dengan teliti, ada simbol pahat di atasnya. Itu tandanya dapur.”

“Aku akan ingat itu untuk nanti,” Cassius tertawa pelan.

Mulgur menyela dengan suara penuh semangat sambil menunjuk sosok tinggi besar yang duduk beberapa kursi dari mereka. “Ngomong-ngomong Cassius, jadi itu Royrk, ya? Ini pertama kalinya aku melihatnya langsung.”

Cassius menoleh ke arah Royrk dan mengangguk. “Iya, aku sudah bertemu dengannya waktu berkeliling dengan Vala. Bahkan aku juga sudah memintanya untuk memperbaiki pedangku, tapi dia malah mau membuatkan yang baru karena yang lama sudah tidak bisa dipakai.”

“Ah.. begitu rupanya. Tapi ku kira dia akan seperti... kau tahu, kurus, membungkuk, penuh alat-alat kecil di sabuknya. Tapi dia malah—” Mulgur mengangkat kedua tangannya lebar-lebar, “—raksasa. Tidak jauh beda ukurannya dengan si Balmuth itu.”

Royrk dengar lalu menjawabnya, suaranya dalam dan bergema. “Aku memang pembuat senjata dan peralatan, tapi bukan berarti lemah. Justru aku butuh kekuatan untuk mengangkat logam dan kerangka tulang dari makhluk-makhluk yang akan kujadikan benda pakai.”

Balmuth yang duduk tak jauh menimpali, “Jangan terkecoh. Royrk bisa mengangkat batu sebesar tubuhku hanya dengan satu tangan.”

Leiya menimpuk ringan dengan suara dan ekspresi datar, “Badanmu memang besar, Balmuth. Tapi perutmu pun juga tidak kalah besar sekarang.”

Tawa meledak di sekeliling meja, termasuk dari Raya yang menyenggol saudarinya sambil terkikik.

Cassius duduk dan mulai menikmati makanannya, sebelum akhirnya mulai menceritakan apa yang ia lihat di gua Basilisk.

“Waktu itu, aku tidak tahu makhluk apa yang kulihat. Sosok itu seperti manusia... tapi auranya, sangat berbeda. Seolah seluruh tubuhnya terbuat dari api, tapi indah dan sangat memikat.”

Mulgur mengangguk pelan. “Ya, seperti yang kami bahas tadi. Kalau memang itu Fire Spirit, maka kau beruntung masih hidup.”

Raya mencondongkan tubuh, penasaran. “Kau bilang... memikat? Seperti apa maksudmu?”

Cassius memutar sendok di tangan, ragu sejenak. “Sulit dijelaskan. Rasanya seperti... aku sangat ingin mendekat. Seakan ada tarikan, bukan secara fisik, tapi batin.”

Nifrak mengangguk perlahan. “Itu mungkin saja efek dari sisa jiwa manusia yang masih ada dalam dirinya. Kadang, perasaan seperti itu bisa muncul jika ada kecocokan—entah itu ketertarikan, atau sebaliknya, aku sendiri pernah merasa seperti itu. Tapi entahlah...”

Jormund ikut menimpali sambil mengunyah dengan tenang. “Atau mungkin... mereka sedang mencarimu.”

Ucapan itu membuat suasana sedikit hening sesaat.

1
Mưa buồn
Semangat thor, jangan males update ya.
Kovács Natália
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
yongobongo11:11
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!