Saraswati Anjani, gadis dua puluh dua tahun itu hidupnya mendadak berubah setelah menemukan bayi di semak-semak sekitar indekosnya.
bayi yang dia beri nama Langit itu perlahan tapi pasti merubah hidupnya yang semula selalu sial menjadi sangat beruntung.
mulai dari pekeejaan baru, lingkungan baru bahkan kisah cinta yang baru. temukan kisah lucu dan serunya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erin FY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kain Jala
"Hai, Ras. Lama gak ketemu, kamu agak gemukan, ya?"
Bola mata memutar, malas sekali meladeni kerikil got yang tak tahu malu ini. Namun, sebagai hamba Allah yang baik dan tidak pendedam, jadi untuk sekali ini saja aku akan menanggapinya.
"Memang, maklum lah, hidupku jauh lebih baik sekarang," Dengan kesongongan paripurna, aku berdiri tegak menatapnya.
Terlihat sekali lelaki itu berdiri kikuk, mungkin mulai menyadari bahwa dia cukup tak tahu diri karena telah berani berbicara padaku lagi setelah kejadian tempo lalu.
"Syukurlah kalau begitu."
"Ada lagi yang perlu kamu tanyakan? karena maaf kami buru-buru," ucapku tegas yang membuat dia semakin kikuk.
"Ah, Maaf sudah menghambat jalanmu. Silahkan kalau begitu."
Tanpa menjawab, aku segera berlalu dari sana dan menyeret Dini yang masih terbengong.
"Sadis amat, sih, Ras. Tapi kamu keren loh sekarang," ucap Dini dengan mengacungkan dua jempol di hadapanku.
"Terus menurutmu aku mesti gimana? jingkrak-jingkrak karena di sapa kerikil got?"
"Ya, gak gitu juga. Judes amat sih sekarang, ketularan Pak Damar, ya?"
"Kamu gak tau aja, aku habis mengalami kejadian buruk dua hari lalu, untungnya semua terselesaikan dengan baik."
"Oh, ya? emang kejadian apa?"
"Nanti saja kuceritakan, sudah ada angkot."
Aku dan Dini menaiki angkot menuju salah satu mall terdekat dengan indekos. Kami berencana makan sekaligus jalan-jalan.
Tiba di Mall, kami memutuskan untuk jalan-jalan terlebih dahulu. Saat melewati toko mainan, aku melihat sebuah boneka mobil-mobilan yang amat lucu, mengingatkanku kepada si bocah gembul, Langit.
Aku memutuskan untuk membeli boneka itu untuk Langit. Harganya memang tak seberapa, tapi aku membelinya dengan ketulusan, semoga saja bocah itu akan suka.
Setelah hampir sejam berjalan-jalan, kami memutuskan makan di food court. Mungkin karena ini hari minggu, tempat ini jadi sangat ramai. Hampir semua bangku penuh, untung saja ada satu pelanggan yang telah selesai dan dengan cepat aku segera menuju tempat duduknya.
Karena terburu-buru, tanpa sengaja aku menabrak seorang wanita.
"Maaf, Mbak. Saya tidak lihat," ucapku meminta maaf.
"Mangkanya lain kali dipakai matanya, buat apa punya mata kalau cuma buat pajangan aja!" jawabnya sinis.
Setelah berkata seperti itu, dia langsung pergi sembari mengambil belanjaannya yang tercecer karena tabrakan tadi.
Merasa memang salahku, aku tak mau memperpanjang masalah, terserah apa katanya, yang pengting aku sudah meminta maaf. Setelah mengambil belanjaanku yang juga tercecer tadi, aku segera menuju kursi kosong tadi sedangkan Dini terlihat masih mengantri makanan.
"Kenapa tadi, Ras? Aku melihatmu dari antrian tadi," tanya Dini dengan membawa nampan berisi makanan.
"Gak sengaja aku tabrak. Sudahlah, sekarang aku lapar, mau makan."
Tak lagi banyak bicara, aku dan Dini sama-sama fokus untuk makan. Setelah makanan habis, aku menceritakan kepada Dini tentang kejadian kemarin, dia terlihat prihatin, tapi semua sudah berlalu, jadi tak perlu diungkit-ungkit lagi.
Kami memutuskan pulang saat waktu menunjukan pukul tujuh malam. Kami memutuskan naik taxi online agar lebih cepat sampai. Setelah mengantar Dini sampai indekos, aku langsung menuju ke rumah Mas Damar. Jam segini, biasanya Langit belum tidur, aku akan menunjukan mainan untuknya.
Tepat seperti dugaan, aku tiba di rumah saat Arin dan Langit sedang bermain di lantai bawah, sepertinya Mas Damar sedang makan malam.
Aku menghampiri Langit dan Arin. Bocah itu langsung tertawa saat melihatku.
"Ah, Ras, kebetulan kamu datang, aku kebelet, titip Langit, ya? Pak Damar sedang makan," ucap Arin yang langsung kuangguki.
"Sudah sana, entar keluar di sini makin berabeh." Arin langsung pergi menuju kamar mandi.
"Hai, Langit. Aku punya sesuatu untukmu, aku yakin kamu pasti suka," ucapku seraya mengambil bungkusan yang telah kubeli tadi.
Dengan semangat aku keluarkan belanjaanku dari tas, tapi alangkah kagetnya saat isinya sudah berubah. Aku menjeber kain yang tak jelas bentuknya itu.
apa ini? kenapa cuma ada jaring-jaringnya? apa ini buat menangkap ikan? tapi yang benar saja, setahuku bukan seperti ini bentuk jala.
"Kamu membeli apa, Ras?" Suara yang amat kukenal menyapa dari belakang.
"Eh, entahlah, Mas. tadi aku membelikan boneka mobil-mobilan untuk Langit, tapi entah kenapa jadi jala ikan begini." Mendengar penjelasanku entah kenapa Mas Damar justru tertawa terbahak.
apa yang aneh?
"Itu bukan jala ikan, Ras. Itu garter belt, dan kain tipis yang panjang itu stocking. Itu bentuk lain dari lingerie, kamu tahu lingerie kan?"
Aku melongo mendengar ucapan Mas Damar. Segera kusembunyikan kain tak jelas tadi kebelakang tubuhku. Jangan sampai Mas Damar berpikir aku sedang menggodanya.
"Pakai saja, Ras. sepertinya kamu akan terlihat sexy saat memakainya," ucap Mas Damar dengan menahan senyum.
"Ah ... tidak! tidak! mana mungkinaku memakai kain kurang bahan seperti ini," jawabku dengan muka merah padam. Ahh bagaimana ini? siapa yang menukarnya tadi?
"Ada apa, Ras?" tanya Arin yang tiba-tiba saja berada di samping.
Melihat Arin datang ini kesempatanku untuk kabur dari sana. Kain jala ini benar-benar membuatku malu setengah mati.
"Rin, aku ganti baju dulu," ucapku sembari ngacir, aku masih menunduk saat lewat di depan Mas Damar. tak punya muka rasanya aku ini.
"Ras, harusnya tadi pilih warna merah, lebih menantang." ucap Mas Damar saat aku melewatinya.
Gusti, lelaki ini tak tahu apa aku sudah seperti kepiting rebus.