Ayu Larasati, seorang dokter spesialis kejiwaan yang lebih senang tidur di rumah sakit daripada harus pulang ke rumahnya. Ada sebab nya dia jarang pulang ke rumah. Apalagi jika bukan drama ibunya yang menginginkannya menikah dan segera memberikannya cucu.
Ibunya memaksa ingin menjodohkan dirinya dengan seorang laki-laki.
Duta Wicaksana, seorang bupati yang amat disegani di kota Magelang. Dia amat pintar mengelola kota nya sehingga kota nya bisa menjadi kota maju. Tapi sayangnya belum memiliki pendamping. Dirinya pasrah ketika akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang perempuan.
Mereka dipertemukan dalam ta'aruf. Mungkinkah cinta mereka akan bersemi?
Atau mungkinkah bunga cinta itu akan layu sebelum waktunya?
Mari kita simak perjalanan kisah cinta mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mak Nyak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salam Sebelum Tidur
Duta melajukan mobil Laras meninggalkan kafe itu.
"Abang antar pulang aja ya, abang gak tenang nanti kamu pulang sendirian. Boleh kan mobilnya abang bawa? Besok pagi abang jemput lagi. Kan abang besok libur" jawab Duta
"Hmm, terserah abang aja lah. Emang abang gak capek? Perhatikan kesehatan abang. Bukannya besok abang wawancara?"
"Iya jam 8 malam acaranya, kamu gak pengen kasih abang apa gitu?"
Laras menautkan alisnya bingung. "Maksudnya?"
Duta berdecak kesal. "Ck, kamu nih nyebelin Ay. Kamu itu pernah baca profil Bupati gak sih?"
"Urusannya sama profil Bupati apa sih? Orang Bupati nya aja ada disini. Nanya langsung kan enak" jawab Laras berpura-pura bodoh.
"Tau ah! Abang sebel sama kamu!" ucap Duta cemberut.
"Apaan sih baaang. Laras bingung nih. Emang kenapa minta hadiah? Minta apa? Kalau Laras mampu Laras belikan"
Duta diam tak menjawab. Dia memasang muka cemberut.
"Abang, di depan ada masjid. Sholat dulu sana" ucap Laras.
Duta hanya diam dan menepikan mobilnya. Duta keluar dan melaksanakan sholat maghrib. Laras menunggu di dalam mobil dan bermain ponsel.
"Eh, kak Ais udah sampai belum ya? Coba telpon deh" Laras memencet kontak Ais dan tersambung.
"Halo assalamualaikum kak" ucap Laras membuka percakapan
Waalaikum salam. Kenapa Ras?
"Kakak udah sampai rumah?"
Sudah, tadi naik taksi. Kenapa?
"Gak papa, cuma khawatir aja sama kakak, pulang sama siapa naik apa. Gitu lhooooo"
Duta yang telah selesai sholat langsung kembali dalam mobil. Laras segera mengakhiri panggilannya.
"Ya sudah yaaa, assalamualaikum"
"Waalaikum salam. Telpon siapa?" tanya Duta menyelidik.
"Bukan siapa-siapa. Ayo jalan" jawab Laras
Duta merebut ponsel Laras dan melihat riwayat panggilan. Ais.
"Kenapa? cemburu ya?" tanya Laras menggoda.
"Enggak" elak Duta.
"Preeeet, bohong dosa abaaaanng"
"Abang cuma kepo aja siapa yang telpon"
"Hahaha, gak enak kan rasanya? Panas jengkel gimana gitu"
"Udah diem. Abang antar balik. Atau mau jalan lagi?"
"Udah malam abang. Besok lagi ya"
"Bener ya?"
"Iya"
Duta tersenyum kepada Laras dan segera melajukan mobil mengantar Laras pulang ke rumah abi.
"Kenapa telpon Ais?" tanya Duta
"Cuma tanya aja kabarnya. Kan Laras gak enak tadi main tinggalin" jawab Laras.
"Kamu tahu kalau Ais dan Farid saling kenal?"
Ais menautkan alisnya. "Mas Farid itu yang sama kamu?"
"Iya, itu namanya bang Farid. Dulu sih ceritanya dia pernah ngajak Ais ta'aruf tapi ditolak sama Ais. Karena waktu itu katanya dia masih pengen lanjut spesialis dan umurnya baru 23 tahun" cerita Duta.
"Masa sih bang? Tapi kenapa mereka kayak orang gak kenal begitu?" Laras mengingat kembali ekspresi Ais saat bertemu dengan Farid. Bukan hanya sekali, bahkan 2 kali.
"Abang gak tahu kalau itu"
"Coba nanti Laras cari tahu ke kak Ais. Tapi waktu aku pulang ke rumahnya, memang dia tanya sih, kenal cowok yang ngikutin abang apa gak? Karena aku memang gak tahu namanya ya aku bilang aja gak tahu, cuma pernah lihat. Gitu sih"
"Semoga mereka ada jodohnya deh"
"Kak Ais lagi jatuh cinta sama orang lain"
"Hmmm, makin tipis harapan Farid"
"Eh, kita kok malah jadi ngomongin orang sih"
"Hahaha, iya ya. Astaghfirullaaaah. Berhenti sebentar beli martabak ya yank" Duta menepikan mobilnya di tukang penjual martabak. Lalu memesan martabak manis dan martabak sayur masing-masing 3 buah. Setelahnya dia kembali ke dalam mobil.
"Banyak amat bang. Buat siapa?" tanya Laras
"Buat umi sama mamah. Yang ini kita makan di mobil"
"Ha? Abang udah lapar lagi?"
"Hehehehe, gak tahu nih. Lagi doyan makan. Makan dulu bentar gak papa ya" ucap Duta yang sudah membuka martabak sayur yang masih mengepulkan asap itu. Dengan cepat dia mengambil tisu dan mengambil martabak itu. Dia meniupnya sebentar dan menyodorkannya kepada Laras.
"Aaa" ucap Duta dengan mulut terbuka.
"Kok Laras? Kan yang pengen abang"
"Buka mulutnya"
Laras membuka mulutnya dan menggigit martabak itu. Minyak menempel ke bibirnya. Dengan sigap Duta mengelapnya dengan tisu.
"Udah ah bang, bisa gendut nanti Laras"
"Gak papa, abang tetep cinta"
"Gombaaaaaallll"
Duta tersenyum. Dia memakan sisa martabak Laras. "Eeee, bekas kuuu" ucap Laras.
Duta asyik mengunyah. Laras akhirnya ikut menghabiskan martabak itu. Tak butuh waktu lama mereka menghabiskan martabak itu. Duta segera melajukan mobilnya kembali ke rumah Laras. Hampir isya'. Dan akhirnya sampai.
Laras dan Duta turun dan disambut oleh Abi dan umi. Duta menyalami tangan kedua orang tua Laras dan singgah sebentar.
"Makan dulu ya Duta" ajak umi menyuruh Duta makan.
"Lain kali aja ya umi, tadi Duta diajak kulineran sama anak umi dan abi, sampai sakit perut Duta"
"Enak aja Laras yang dijadikan alasan. Orang tadi yang ngajak ke kafe siapa terus tadi beli martabak juga siapa yang pengen" jawab Laras kesal.
"Hahahaha, iya maaf. Bi, mi Duta pamit ya. Assalamualaikum" Duta mencium tangan kedua orang tua Laras.
"Hati-hati ya Duta. Salam buat keluarga di rumah ya" ucap Abi sambil menepuk bahu Duta.
"Iya bi"
Umi dan Abi masuk ke dalam rumah dan membiarkan Laras dan Duta di luar. Duta melihat dan memastikan abi dan umi sudah masuk ke dalam. Duta mendekatkan tubuhnya ke Laras. Jantung Laras tiba-tiba berdetak tak beraturan.
"Mau ngapain?" tanya Laras.
cup
Duta mengecup kening Laras, membuat mata Laras melotot tak percaya. Degup jantungnya makin cepat. Wajahnya sudah merah merona.
"Cuma ngasih salam sebelum tidur. Mimpiin abang ya sayang. Besok abang jemput lagi. I love you ayang Ayu Larasati" Duta mundur dan melihat raut wajah Laras. Dia tersenyum melihat ekspresi Laras.
"Abang pulang dulu. Masuk gih" ucap Duta meninggalkan Laras mematung. Duta masuk ke dalam mobil dan membunyikan klakson. Membuat Laras tersadar.
"Ya Allaaaah, abang berani banget siiihh. Huft. Jantung kuuuu. Serasa mau loncat dari tempatnya" Laras memegang pipinya yang merona sambil tersenyum dan masuk ke dalam rumah.
Dia merebahkan dirinya di ranjang dan mengingat lagi kecupan Duta. Dia memegang keningnya. "Masih berasaaaa"
Umi dan Abi hanya tertawa cekikikan di balik pintu melihat ekspresi Laras.
"Berani Duta begitu" ucap abi.
"Kasih toleransi lah bi, mereka lagi kasmaran. Nanti kalau jawaban Laras nerima Duta, langsung aja bi. Tentuin tanggal nya. Jangan lama-lama. Biar mereka cepet halalnya" pinta umi kepada abi.
"Iya-iya mi, minggu depan langsung akad daaaahhh"
"Sip"
Mereka pun tersenyum dan bahagia akhirnya anak mereka telah menemukan jodohnya.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Maaf yaaaa, author lagi bisa up. Seadanya dulu ya gaiiiss. Otak lagi agak mampet bikin kata-kata
😂😂😂