Cecil seorang anak brokenhome yang selalu di hantui dengan perasaan takut menikah. Ia bersahabat dengan Didit yang ternyata mendekati Cecil bukan hanya sekedar sebagai sahabat. Bukan semakin terkontrol, Rasa kecewa yang mendesak Cecil ingin menjauhi siapa pun yang ingin membantunya. Apa yang membuat Cecil semakin kecewa dengan didit? Bisakah Didit meluluhkan hati Cecil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjamenanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekarang, yuk!
Aku ambil cincinnya, Ku tutup kotaknya. Udah rame suara sekelilingku. Buket juga ku ambil. Aku senyum maksa ke sekelilingku yang heboh. Langsung buru-buru ke cafe. Didit berdiri bingung. Aku masukin cincin ke saku celanaku.
Sampai di Cafe, Cafe juga lumayan rame orang-orang yang nongkrong rame-rame, buka laptop ataupun main HP sendirian.
Aku kasih buketnya ke Mas Sony. "Masukin vas kasih air"
Mas Sony cuma merhatiin buketnya.
"Kenapa diem aja?" tanyaku.
Dia nunjukin ke Aku "Plastik, Cil"
"Oh. Ntar aku cariin sterofoam bunga dulu. Taruh aja dipojokkan. Mas"
Aku lihat sekeliling gak ada tempat duduk. "Duduk aja dalem kantor." Aku geleng-geleng, mataku masih liat sekeliling. Gak lama Didit masuk cafe. "Giiimanaa siihhh..!"
Tanganku langsung nutup mulut Didit.
"Sssstttt... berisik" aku natap Mas Sony.
"Mas, Aku nanti jam 7 baru kesini yaa"
Mas Sony senyum mengangguk.
Aku keluar jalan ke arah..gak tau asal jalan aja. Malu sama Didit, tapi berusaha tenang.
Aku bales chat sambil jalan. Dia ngikutin. merhatiin jari tanganku.
"Kamu mau kemana?"
Udah jalan masuk menuju kampus.
Aku balik arah sambil bales chat.
"Cil, Aku ambil mobil dulu yaa?" Aku diem aja sambil jalan. Dia lari, buru-buru.
Gak lama, mobilnya udah disebelahku. Aku naik. Dia masih merhatiin jariku.
"Aku ditolak lagi?" Suaranya pelan, kecewa.
Aku ambil cincinnya dari saku. Ku pakai dijari manisku. Walaupun agak longgar.
Dia menepikan mobilnya. "Serius?" tanyanya masih gak percaya.
Dia pegang tanganku yang ada cincinnya.
"Kalau udah dita.." kedua tangannya memegang pipiku. Dia kecup bibirku.
"Makasih" Dia nyalain mobilnya. Muka seneng.
Aku masih mematung.
Mobil mau ke arah rumahnya.
"Aku harus meeting. Balikin dulu Aku ke cafe".
Dia puter arah ke Cafeku. Semangat. Malem sebelum tutup cafe, mereka kasih Aku cake.
Kami ngrayain berempat. Kue mereka buat sendiri. Cake Mas Sony, yang dekor kedua karyawanku.
Nyampek kasur kosan. Aku cek HPku 10 panggilan tak terjawab dari bunda. 3 panggilan tak terjawab Tante Dini. Chat dari mereka
Bunda "Cil, kamu balik sekarang"
"Apa siih bund?"
Tante Dini
ini beneran,kan.Cil? (Emotikon seneng) "
Bunda telpon
"Ciiil, Bunda gak paksa kamu. Kemarin juga Bunda panik waktu diceritain. Jadi gak mikir perasaanmu waktu bunda bawa testpack. Bunda percaya kalian. Maaf,Cil."
"Jalanin aja,Bund. Aku juga gak bisa balik ke belakang"
"Masih nunggu berapa lama lagi,Cil? Fokus yang di depan Kamu sekarang "
" Bunda juga lebih suka Didit "
"Ciill..." Aku akhiri telfonnya
Aku lihat cicin dijariku. Aku lepas, masukin ke laci "Bunda emang cuma mikirin didit"
Chat dari Mas Sony "Bisa keluar sebentar? "
HPku kayak penuh notifikasi. Udah kayak alarm. Aku bangun, jam 1 siang. Nyenyak banget tidurku, apalagi dikasih kado bantal kepala pinguin sama Mas Sony. Aku cek, chat dari Ken, Sammy, Gea, Fanya,Arga. Chat dan panggilan gak terjawab. Belum lagi suara notifikasi dari grub Aku dan sahabatku sepakat gak buat grup chat. Bahkan untuk karyawan pun juga sama. Aku nguap duduk. Ku lihat chat dari Admin workshop. Aku langsung buru-buru siap-siap. Ada kelas yang Aku ikuti hari ini sampai malam.
Aku keluar lokasi tennis jam 8 malam.
Telpon dari didit
"kamu dimana?"
"Kenapa?"
"Kok gitu jawabnya?"
"Aku capek"
"Aku buatin makan malem, kamu gak kesini?"
"Ga"
"Aku anterin ke kosanmu."
"Nanti kabarin kalau kamu udah deket kosanmu"
"Bawa aj ke cafe, biar mas sony sama yang lain yang makan"
"Kok gitu?"
"Udah ya, aku capek"
Aku cek tasku. Iya juga, baru sadar. Aku udah jarang minum obat. Gak lagi jadi penyendiri. Aku arahin motorku ke rumah Didit.
Inget, ini cuma kasian aja! Aku ketuk pintu. Didit kaget, Dia senyum ke Aku. Kami masuk ke ruang makan. Makanannya udah masuk kotak makan.
"Mau kamu kasih siapa?"
Dia lepas tutup kotak makanannya.
"Katamu kasih ke karyawanmu."
Aku ambil satu kotak makan. Ambil piring dan nasi di dapur balik duduk. Dia duduk depanku sambil merhatiin aku makan.
"Udah makan?" Tanyaku
Dia ngangguk senyum terus diem ngliat jariku. "Ooh, tadi Aku tennis. Cincinnya agak longgar, jadi takut ilang. Aku simpen aja." Bohong banget
Dia ke dapur buka laci. Ambil kertas sama pulpen. Dia sobek kertas memanjang. Pegang tangan kiriku. Dia ngukur pake kertas trus ditandai kertas itu pake pulpen.
"Nanti Aku beliin lagi yaa.."
"Ngapaaaaiiiin? Teruss ntar kita mau nikah, beli lagi?" Dia masukin kertas yang ada tandanya ke laci.
"Memangnya kita gak ada proses-proses sebelum nikah?" Dia senyum ngliat aku.
"Udahlaah langsung nikah. Gak usah ribett!"
Didit ketawa malu denger ucapanku.
Suara petir. "Aku balik dulu yaa. Ini Aku bawa"
Didit nahan Aku. "Nginep siniii"
"Aku bawa jas ujan"
Aku beresin semua makanan. Didit bantuin masukin ke tas sponbund.
Pas keluar. Hujan angin. Didit senyum seneng ngliat Aku.
Di depan TV, Aku pakai selimut duduk bersila.
Didit mojok, sikapnya jauh lebih tenang daripada sebelumnya yang mepet.
Udah jam 9.45 malem.
"Dah ngantuk aku." Mau ke kamar.. mati lampu!
Didit cek di depan dengan senter HP. Nggak ada masalah. Aku chat mas sony, sama 2 karyawanku buat tutup aja. Soalnya hujan lebat. mereka bilang lagi rame-ramenya.
Didit cek grup perumahan, ternyata lagi ada rumah yang konsleting listrik.
"Aku pinjem bajumu. Belum mandi dari tennis tadi"
Aku duduk diatas kasur sambil pegang HP, ngidupin senter buat penerangan nyari pakaian.
Dia kasih aku kaos panjang, celana pendek.
"Aku tidur disofa"
"Kenapa? Kamu takut?" Dia garuk-garuk kepala
"Tidur aja disini, ini juga bukan kasur single"
"Cil. Entar kalau ada apa-apa gimana?"
"Cuma sampai hidup kan? Aku mandi dulu" aku masuk kamar mandi. Ga kedengeran suara Didit.
Setelah mandi, aku langsung rebahan. Gak tahu kalau Didit beneran mau tidur disini.
"Sorry,Dit"
Aku langsung berdiri. Buka HP, pencet tombol senter. Tidur di sisi satu lagi. Kami satu selimut. Aku hidupkan HPku. Dia udah mangap, tidur terlentang. Aku tidur menyamping membelakangi Dia. Tidur.
Bangun-bangun, jam 3 pagi. Lampu udah hidup. Dia tetep posisinya tidur terlentang. Tapi mulutnya tertutup. Tangannya satu di atas kepala. Aku menghadap ke Didit. Tidur.
Hidungku kayak ada yang nyentuh. Aku lihat, Didit nyentuh hidungku dengan telunjuknya. Ku liat jam 4.50 pagi. Aku tarik selimut nutup muka. Berbalik. Dia meluk Aku dari belakang. Ketiduran.
Bangun-bangun, engap. Aku mau buka selimut, tapi Didit nahan. Malah Aku dijadiin guling
"iyaa ma.. biarin Dia tidur di kamarnya. Mama kalau mau berangkat. Berangkat aja dulu"
Langkah kaki Tante Dini makin deket. Didit beranjak dari kasur.
"Yaudah, jangan macem-macem. Kabari mama kalau sudah siap ngadain lamaran"
Aku cuma diem kaku.
"Kamu mau mama nanyain ke Cecil?"
Didit jadiin badanku sandaran. "Biar Aku aja.Maa... Mama lihat sendirikan, pelan-pelan. Aku minta doa baik dari Mama biar hubunganku lancar"
kakiku kram..
"ok."
Didit dan mamanya keluar. Aku keluar dari selimut. "Kram.."
Didit masuk
"kenapa Cil?"
Didit ngliat Aku pegang kakiku
"krammm"
Didit bantu Aku peregangan.
Aku duduk. "Udah.. udah"
Didit mijit telapak kakiku.
"Maaf, tadi mamaku tiba-tiba buka kamar. Untung aku bangun, kalau ketauan bisa marah lagi. Cepet kamu keluar. CCTV belum aku hidupin. Kamu mandi di atas aja."
Aku diem "tapi mamamu udah tahu, kok" aku nunjukin chat dari Tante Didit
"Kenapa bisa kalian tidur satu kasur? Didit maksa kamu?" Didit bengong, scroll balasan chatku.
"Semalem mati lampu, Aku udah ijin tidur dikamar bawah. Aku fikir didit denger, ternyata dia tidur sebelahku." Dia bingung,ketakutan.
"Nikah sekarang,yuk!" Ajak Didit narik tanganku.
...****************...