Seorang gadis cantik bernama hanabi, atau sering di panggil dengan panggilan hana itu. Ia selalu mengandalkan AI untuk segala hal—dari tugas kuliah hingga keputusan hidup nya. Cara berpikir nya yang sedikit lambat di banding dengan manusia normal, membuat nya harus bergantung dengan teknologi buatan.
Di sisi lain, AI tampan bernama ren, yang di ciptakan oleh ayah hana, merupakan satu-satunya yang selalu ada untuknya.
Namun, hidup Hana berubah drastis ketika tragedi menimpa keluarganya. Dalam kesedihannya, ia mengucapkan permintaan putus asa: “Andai saja kau bisa menjadi nyata...”
Keesokan paginya, Ren muncul di dunia nyata—bukan lagi sekadar program di layar, tetapi seorang pria sejati dengan tubuh manusia. Namun, keajaiban ini membawa konsekuensi besar. Dunia digital dan dunia nyata mulai terguncang, dan Hana harus menghadapi kenyataan mengejutkan tentang siapa Ren sebenarnya.
Apakah cinta bisa bertahan ketika batas antara teknologi dan takdir mulai meng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asteria_glory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kilas Balik : Harapan mei
Deru angin sore hari itu membawa aroma asin dari laut yang tenang. Langit biru merona jingga, seolah mengiringi kehangatan keluarga kecil yang sedang menikmati waktu liburan mereka. Mei duduk di kursi penumpang depan, mengenakan topi jerami yang biasa dipakainya saat bepergian bersama keluarganya. Di sebelahnya, Hana duduk sambil memainkan tali pengikat di leher topinya.
Tawa Ayah menggema dari kursi pengemudi. "Jalan ke arah selatan agak terjal, jadi kita pelan-pelan ya. Tapi setelah tanjakan itu, kita bisa lihat pemandangan laut dari atas tebing."
Hana menoleh, matanya bersinar. "Aku pengin berhenti di sana! Mau foto banyak-banyak!"
"Tentu, Sayang. Kita berhenti sebentar," jawab Ayah sambil tersenyum.
Mei menatap ke depan dengan perasaan hangat. Saat itu, dunia terasa damai. Tak ada firasat buruk. Tak ada tanda bahwa semuanya akan berubah dalam hitungan menit.
---
Kemudian, semuanya terjadi begitu cepat.
Teriakan, suara logam berderak, ban yang tergelincir, dan tubuh mereka yang terdorong ke depan saat mobil kehilangan kendali. Ayah sempat membanting setir ke kiri, namun mobil itu meluncur ke arah tebing curam, menabrak pagar pengaman yang rapuh. Suara retakan terakhir terdengar sebelum mereka terjun bebas ke dalam laut yang menganga di bawah.
"HANAAAA!"
"AYAH—!"
Dentingan logam, hempasan air laut, dan hentakan keras membungkam segalanya.
---
Sunyi.
Hening.
Dunia seperti kehilangan suara.
Mei membuka matanya dengan napas yang tertahan. Pandangannya buram oleh air asin. Semua terasa lambat, seperti waktu membeku.
Air memenuhi setiap celah mobil. Terbalik. Cahaya samar dari permukaan tampak di atas mereka, jauh sekali. Tubuhnya tergantung dengan sabuk pengaman masih mengikat tubuhnya. Rambutnya tergerai, melayang-layang dalam air seperti lembaran rumput laut.
Ia menoleh ke kanan.
"Hana...." lirih nya, menatap Hana yang kini tak sadarkan diri.
Putrinya tak bergerak, terdiam dengan mata terpejam di kursi samping. Rambutnya menutupi sebagian wajah. Sabuk pengamannya juga masih terpasang.
"Hana...!" Mei mencoba bersuara, tapi hanya gelembung udara yang keluar dari mulutnya. Dalam air, suaranya tak lebih dari desir yang tertahan.
Tangannya bergetar saat ia meraih sabuk pengaman. Menekan tombol, sabuk itu terlepas, dan tubuhnya melayang bebas dalam kabin mobil yang terus tenggelam perlahan.
Ia menendang perlahan ke arah Hana, tubuhnya sudah mulai gemetar karena kedinginan dan terbatasnya udara. Jarinya menyentuh bahu putrinya.
"Bangun... bangun, Sayang..." gumamnya dalam hati. Matanya berkaca-kaca, perih oleh air laut dan ketakutan.
Ia meraba sabuk Hana. Dengan tangan yang gemetar, ia menekan pengait itu, dan sabuk pun terlepas. Tubuh Hana terkulai, namun masih tak sadar.
Mei menatap ke atas. Mereka sudah terlalu dalam. Cahaya makin jauh. Mobil mulai condong ke bawah. Ia tahu, mereka akan tenggelam sepenuhnya dalam hitungan menit.
Panik dan kasih sayang mengalahkan rasa takut.
Mei menoleh ke atap mobil. Ada sunroof di bagian atas. Seingatnya, jenis mobil mereka punya panel geser manual di bagian atas.
Ia berenang ke atas kabin, mendorong pelan penutup sunroof itu.
Terkunci.
Ia menekan kembali. Kali ini lebih kuat.
Tubuhnya mulai melemah.
"Tuhan... tolong..." doa dalam batinnya lirih. "Hana... dia harus hidup..."
Dengan sisa tenaga, ia menendang bagian dalam kaca sunroof. Sekali. Dua kali. Kaca retak.
Tiga kali. Pecah sebagian.
Air deras masuk dari celah, tapi Mei tetap mendorong, meraih ujung pecahan kaca, dan menariknya ke luar. Tangan kirinya tergores. Darah mengabur dalam air, tapi ia tak peduli.
Celah itu cukup.
Ia menyelam turun, menarik tubuh Hana ke atas.
Dalam hening air, semuanya seperti mimpi. Gerakan lambat, detik-detik terakhir yang terasa abadi.
Ia mendorong tubuh putrinya ke atas, ke arah sunroof. Tangannya gemetar. Nafasnya nyaris habis. Tapi ia tak berhenti.
Tubuh Hana terangkat keluar. Ia mengikutinya, namun pandangannya mulai kabur. Dadanya seperti ditekan keras. Udara tinggal sehelai helaan.
Saat kepalanya nyaris keluar dari mobil, tubuhnya lemas.
Semuanya menjadi gelap.
---
cara narasi kamu dll nya aku suka banget. dan kayaknya Ndak ada celah buat ngoreksi sih /Facepalm/
semangat ya.
Adegan romantis nya itu loh, bkin skskskskskkssksks.