Lie seorang pria dari keluarga kelas menengah harus di usir dari sekte karena bakatnya yang buruk, tidak hanya itu, bahkan keluarganya pun dibantai oleh sebuah sekte besar, dia akhirnya hidup sebatang kara di sebuah desa terpencil. Tanpa sengaja Lie menemukan sebuah warisan dari leluhur keluarga, membuatnya tumbuh menjadi kuat dan mulai mencari siapa yang sudah membantai keluarganya,
akankah Lie berhasil membalaskan dendam keluarganya dan melindungi para orang-orang terdekatnya...
Cerita ini adalah fiksi semata, penuh dengan aksi dan peperangan, disertai tingkah konyol Mc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putri Kerajaan
Benar saja apa yang di pikirkan oleh Lie, Darto sigap langsung melompat memblokir serangan pedang yang mengarah pada Lie seraya berteriak.
"Beraninya kau mengayunkan pedangmu pada anakku."
Setelah serangan tebasan dan tusukan sudah di halau, Lie melesat kearah pria tua yang menebaskan, memberikan pukulan dengan sangat keras. Sedangkan Darto segera mengayunkan pedangnya kearah penyerang satunya lagi.
Gerakan keduanya sangat indah dan saling mengisi, Lie bertahan Darto menyerang. Begitu pun sebaliknya, membuat kombinasi keduanya sangat kompak dan membuat kerepotan kedua penyerang itu.
Ini pertama kalinya mereka bekerja sama tapi seperti sudah sering bertarung puluhan tahun lamanya. Pada gerakan selanjutnya, Lie menahan dua serangan dan dari belakang Darto melepaskan serangan pedangnya.
"Pluk..!"
Satu kepala terjatuh dan itu adalah kepala penyerang pertama, membuat satu rekannya terkejut dan mematung di tempatnya.
Saat masih terkejut, Lie tiba-tiba menghilang dan muncul di samping orang terakhir. Langsung melayangkan tinjunya tanpa permisi atau menanyakan kabar.
Reflek, pria tersisa langsung menggerakkan pedangnya, berusaha memenggal tangan Lie. Namun sebelum pedang itu sampai, satu pedang lainnya sudah menembus tenggorokannya.
Tersisa satu orang yang sedang bertarung dengan Miya, namun orang itu mundur dan terlihat akan melarikan diri. Hatinya menciut melihat kedua temannya mati begitu saja, namun sebelum dia sempat bergerak melarikan diri, sebuah dinding batu setinggi 3 meter muncul di depannya.
Dia terkejut dan mengayunkan pedangnya untuk menghancurkan dinding itu, namun sebilah pedang tipis telah menusuk jantungnya dari arah belakang. Pedang Miya telah tertancap.
Terlihat Lie dari kejauhan sedang berjongkok dengan kedua tangan menempel di tanah, sedangkan Darto berdiri di belakangnya dengan pedang terhunus.
"Kamu sangat hebat anakku bisa mengisi serangan kita tadi, lain kali kita lakukan lagi." kata Darto sambil mengelus kepala putranya.
"Iya ayah... Tadi sangat menyenangkan." kata Lie sambil tersenyum.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah samping mereka. "Terimakasih atas bantuan anda Tuan Pendekar, keluarga istana pasti tidak akan melupakan jasa tuan-tuan.,"
Ternyata pemimpin prajurit pengawal sudah berada di dekat mereka dan membungkuk sambil menangkupkan tangannya.
"Tetua jangan sungkan, keluarga kami dan keluarga Kerajaan telah lama saling membantu, jadi ini sudah jadi kewajiban kami membantu." jawab Darto mewakili keduanya.
Sementara Lie dan Miya hanya berdiri dibelakang, membungkuk sebagai balasan hormat.
"Kalau boleh tahu, dari keluarga mana Tuan dan Nyonya ini?" tanya Pemimpin Prajurit dengan sangat sopan.
"Kami dari keluarga Prakasa. Tetua."
"Ternyata anda semua dari keluarga Prakasa, pantas semua sangat hebat terutama tuan muda." kata Tetua melanjutkan.
Kemudian pemimpin itu menangkupkan tangannya dan memperkenalkan diri. "Saya Nissin Kong Guan, tetua 9 dari keluarga Nissin.
"Saya Darto Prakasa, Ini Miya istri saya dan ibu Lie putra saya." sahut Darto memperkenalkan.
"Mari kita berkumpul kesana, Tuan Putri Monde hendak berterimakasih pada anda semua secara pribadi." kata Tetua Kong Guan seraya menunjuk kearah kereta dimana sosok gadis cantik sedang berdiri di samping kereta, di kelilingi beberapa dayang dan para prajurit yang sebagian pakaiannya compang-camping.
Mereka segera berjalan menuju sang Putri dan rombongannya. Tetua Kong berjalan di samping Darto sambil bercakap-cakap, sementara Lie dan ibunya berjalan di belakang mereka.
Salam Tuan putri, kami dari keluarga Prakasa menyapa Tuan Putri." kata Darto sembari membungkukkan badan dan menangkupkan tangannya.
"Pendekar tidak perlu sungkan, saya mewakili semuanya berterima kasih atas pertolongan anda semua, jika tidak pasti kejadiaannya akan lebih buruk." ujar sang Tuan Putri, membalas bungkuk pada Darto.
"Kami sekeluarga tidak berani menerima hormat dari Tuan putri, sudah kewajiban kami membantu keluarga kerajaan." jawab Darto buru-buru ketika melihat sang putri membungkuk.
"Di depan penyelamat hidup, membungkuk adalah suatu keharusan, terlepas dari status sosial." balas sang putri sambil tersenyum.
Setelah berbasa-basi sebentar, mereka memutuskan bersama-sama bergerak meninggalkan tempat itu, Lie dan keluarganya berjalan di samping kuda yang menarik kereta kuda sang putri bersama sang tetua.
Para prajurit terlihat melindungi di sisi kanan dan kiri kereta, mereka terlihat ingin beristirahat, namun dengan banyaknya jasad sungguh tak nyaman.
"Ayah,, aku akan berburu sebentar, nanti kita bertemu di depan air terjun di depan sana, tempatnya aman dan nyaman untuk istirahat." bisik Lie pada Darto ayahnya.
"Baik, hati-hatilah." angguk Darto
Lie segera melesat ke samping kanan menuju hutan di sebelahnya, dalam sekejap mata bayangannya hilang di telan rimbunnya hutan.
"Kemana Tuan muda pergi, Tuan Prakasa? Mengapa tidak bersama kita saja?" tanya Tetua Kong setelah melihat Lie melesat pergi.
"Putraku sedang menyiapkan tempat istirahat di depan sana, ada air terjun untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan nanti." jawab Darto.
"Kalau boleh tahu, darimana Anda dan rombongan? Mengapa melewati hutan ini?" Darto balik bertanya.
"Kami baru saja pergi dari batu bintang di dekat perbatasan kerajaan Kutai, Tuan putri baru melihat kesehatan neneknya di Kediaman tersendiri. Kami melewati hutan ini karena rutenya lebih cepat dari pada melewati jalan yang lain. Kami tidak menduga bahwa lembah tengkorak akan menyergap kami disini." .jelas Tetua Kong.
"Pasti ada mata-mata diantara kalian yang memberikan informasi kepada lembah tengkorak, mungkin dari anggota keluarga Nissin, karena bila tidak, ketika berangkat pasti anda sudah di sergap." ujar Darto
"Sepertinya benar apa yang anda katakan, di keluarga Nissin memang sedang ada perselisihan tentang siapa kandidat kepala keluarga yang baru, dukungan raja sangat berpengaruh bagi kandidat kepala keluarga yang baru." ucap Tetua Kong lagi.
Sementara mereka bercakap-cakap, Lie yang di tengah hutan sedang menghadapi segerombolan serigala api yang di pimpin jenderal bintang iblis.
Lie tidak meladeni serigala api LV 9, melainkan langsung menuju sang pemimpin, dengan langkah Naga Kegelapannya dia langsung merangsek kearah pemimpin serigala itu.
Pukulan demi pukulan yang dilapisi elemen tanah, membuat beberapa serigala yang menghadang dibuat babak belur. kurang dari seratus napas, semua serigala itu sudah tergeletak tak berdaya.
"Aku tak akan membunuh kalian, tapi kalian harus mau menjadi tungganganku berserta keluargaku selama perjalanan. Di hutan ini, dan aku akan melepaskan kalian setelah kami melewati hutan ini, bagaimana?" kata Lie ke pemimpin serigala petir.
serigala petir itu menganggukkan kepalanya setuju. "Kalau begitu mohon bantuannya, percayalah aku tak akan merugikan kalian ke depannya." lanjut Lie lagi sambil mengelus kepala pemimpin serigala api.
Sebuah energi berwarna hijau muda muncul dari tangannya dan menyelimuti serigala tersebut. Dalam sekejap serigala itu telah sembuh dari luka-lukanya
"Aku percaya padamu, maka aku tidak akan menggunakan kontrak jiwa padamu dan pengikutmu, tapi... Bila kalian tidak mau juga tidak apa-apa." kata Lie santai sambil beranjak dari depan serigala itu.
serigala itu menggeram kecil sambil mendekati Lie dan menundukkan tubuhnya. Meski dia binatang buas, namun dia memiliki harga diri yang tinggi dan bisa berpikir layaknya manusia.
Dia bisa saja melarikan diri saat ini, namun anak buahnya pasti akan dihabisi Lie. Meski dia bisa mencari anak buah yang baru, namun kesetiaan mereka masih di ragukan, tidak seperti anak buahnya yang sekarang.
Apalagi Lie telah menunjukkan sikap baiknya dengan menyembuhkannya dan juga tidak menanam segel jiwa, sehingga membuat serigala itu tenang.
Lie tersenyum dan mulai menggerakkan tanganya, tiba-tiba di bawah tubuh serigala yang berjumlah 20 ekor itu, sebuah simbol terbentuk, dan sebuah cahaya kehijauan segera menyelimuti kawanan itu. Tak lama kawanan itu segera sembuh dari luka mereka dan kemudian kawanan itu membungkuk di hadapan Lie dan pemimpin mereka.
"Kalian tunggu disini dulu, Aku akan pergi sebentar." Lie kemudian menghilang menjadi bayangan.
Mata serigala itu membelalak, tak lama kemudian dia menggeram lirih dan semua anak buahnya segera berpencar, hingga hanya tinggal pemimpin serigala itu yang tinggal disana.
Saat ini Lie sudah berada di tempat lain dan sedang membantai kawanan banteng ekor ular, yang rata-rata besarnya sebesar kantor kecamatan. 12 banteng seketika terbunuh, setelah itu dia melesat kembali ke arah kawanan serigala, sesampainya disana dia hanya melihat sang pemimpin dan 2 serigala LV 9 disana.
Sang pemimpin langsung membungkuk setelah menghampiri Lie setelah itu cakarnya bergerak memberi isyarat agar Lie menunggu sebentar.
"Ooooo..... Aku harus menunggu sebentar sampai anak buahmu kembali." tanya Lie setelah mencoba mengartikan isyarat itu.
Serigala itu segera mengangguk.
"Baiklah, sambil menunggu, kalian bisa makan dulu." Lie segera mengeluarkan banteng yang dia bunuh, dia memotong paha banteng itu sedikit dan memanggangnya, sementara yang lain dia berikan pada dua serigala api.