LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Reuni malam itu telah usai, Rion dan Faisal menikmati malam bersama teman lamanya. Sudah hampir jam sebelas malam, Rion dan Faisal berjalan santai menuju motornya. Disertai dengan perbincangan ringan diantara keduanya.
Faisal menggunakan helmnya, bersiap untuk melakukan motor Rion. Ya, kali ini Faisal yang membawanya, Rion terlalu lelah untuk membawa motor sampai ke rumahnya.
"Mereka masih aja asyik ternyata."
"Iya, yang lain asyik." Faisal terkekeh, mengerti dengan perasaan Rion.
Tepat saat Rion mengangkat satu kakinya, terdengar suara langkah kaki berlari dari belakang mereka. "Tunggu!"
Alice, dengan sepatu hak tingginya berlari. Menggunakan celana jeans dengan sedikit robekan di bagian lutut dan baju hitam panjang yang sedikit ketat. Wanita itu merapikan rambutnya yang tergerai.
"Gua boleh ngobrol dulu sama Rion gak?" Faisal melirik Rion, menunggu jawaban temannya.
Rion menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "Ya silahkan!"
Alice menggaruk kepalanya, merasa canggung. "Gak di sini."
"Besok gua masuk pagi, cuma punya waktu lima menit," ucap Rion menunjukkan kelima jarinya.
"Boleh."
Alice dan Rion melangkahkan kakinya, menjauh dari Faisal yang menunggunya di atas motor.
"Mau ngobrol apa?" tanya Rion tanpa membuang waktu.
"Sekarang lo beda banget ya, gak kaya Rion yang dulu gua kenal," ungkap Alice.
Ia menundukkan wajahnya. "Lebih cuek dan terkesan gak peduli."
Rion menarik napas panjang. "Gua masih sama, gak ada yang berubah dari gua."
Alice menatap langsung wajah Rion. "Lo tadi sadar gak kalo gua makan sambel?"
"Sadar, gua punya mata."
Alice tersenyum simpul. "Biasanya lo bakal ngelarang gua, tapi tadi lo biasa aja."
Rion mengerutkan keningnya, heran dengan perkataan Alice. "Itu urusan lo." Rion menunjuk Alice dengan jari telunjuknya.
Alice menggenggam telapak tangan Rion. "Lo beneran gak kasih gua kesempatan kedua?"
"Astaga Alice! Mau lo apa sih!" Rion menepis tangan Alice sedikit kasar.
"Gua minta maaf sama kejadian waktu itu," ucapnya dengan wajah memelas.
"Udah gua maafin...," Rion mengusap tengkuknya. "dan sekarang gua gak peduli."
Alice menggigit bibir bawahnya. "Soal pacar lo yang sekarang..."
"Lo gak perlu tau," potong Rion. Tak mau terlalu menanggapi obrolan Alice.
Rion menarik napas panjang setelahnya, menatap Alice dan meninggalkannya sendiri. Bagi Rion penyesalan yang diungkapkan Alice tak ada artinya. Ia tak mau terjebak di masa lalu.
Rion menghampiri Faisal dan memakai helmnya.
"Gimana?" tanya Faisal sambil menyalakan mesin motor.
"Yuk balik!" ajak Rion.
Faisal tak puasa dengan balasan Rion. "Alice bilang apa?" tanyanya.
"Gak penting."
Faisal tak lagi bertanya, diantara teman-teman yang lain hanya Faisal yang paling tahu tentang hubungan Rion dengan Alice seperti apa. Faisal menjadi saksi bagaimana cara Rion memperlakukan Alice dengan baik. Tapi, Faisal juga yang menjadi saksi betapa kecewanya Rion kepada Alice saat itu.
Pagi hari kembali menyapa, cahaya matahari menyelinap lembut lewat celah tirai yang belum sepenuhnya terbuka. Udara kamar masih dingin, sisa embun malam belum sepenuhnya hilang.
Rion menggeliat pelan di balik selimut, menggapai ponsel di sisi bantal. Layarnya menyala, menunjukkan pukul enam tiga puluh. Ia menghela napas. Matanya berat, tubuh terasa pegal. Semalaman matanya susah terpejam, otaknya masih terjebak di acara tadi malam–reuni dengan teman-temannya.
Ia duduk perlahan, mengusap wajahnya, lalu berjalan terpincang kecil ke depan cermin. Rambutnya yang semalam rapi, kini tampak kusut tak karuan.
"Kaya zombie," gumamnya pelan di depan cermin.
Tangannya menarik handuk yang tergantung di balik pintu kamar kemudian keluar dari dalam kamarnya.
"Aa mah kesiangan!" suara cerewet menyambutnya. Suara itu milik Naura, adik kecilnya yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Rambut pendeknya sudah ditata rapi–dikuncir dua.
"Iya maaf, aa kecapean semalem," bala Rion.
Naura sibuk mengecek isi tasnya di ruang tamu. Takut jika ada barang miliknya yang tertinggal. Terutama buku tugasnya yang sering tertinggal.
"Aku sarapan di sekolah aja ya, A. Udah jam segini soalnya." Rion mengangguk setuju. Repot juga jika ia harus membelikan Naura sarapan. Bisa-bisa ia terlambat untuk bekerja.
"Oke. Nanti uang jajannya aa tambahin deh–dititip di bi Eni ya."
Naura mengangguk cepat. "Iya a, nanti pulang sekolah aku ambil."
"Hati-hati! Belajar yang bener."
Rion berdiri sebentar di ambang pintu, melihat punggung adiknya menjauh. Beruntung sekali Rion tak perlu khawatir tentang Naura. Jarak antara rumahnya menuju sekolah tidak terlalu jauh. Naura akan pergi ke sekolah bersama teman-temannya yang lain.
Rion kembali ke dalam. Menuju kamar mandi, bersiap untuk menjalani hari.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?