CERITA KITA

"Kita segera tentukan saja kapan mereka akan bertunangan, bukannya mereka sudah saling mengenal sewaktu sekolah dulu?" Tutur mamah Sita. 

"Iya kau benar jeng, bahkan mereka satu kelas lho" timpal nyonya Moana, sedangkan Zay hanya berdecak kesal mendengar pembahasan kedua orang tua didepannya ini,  bagaimana mungkin mereka memutuskan tanpa bertanya dulu pada dirinya, yang jelas-jelas berada di samping mereka. 

"Zay setuju kan dengan pertunangan ini!" Tekan mamah Moana menatap putranya.

"Kalau Zay sih mau saja mah, tapi Zay gak yakin, Lilian akan menerima ini, apa lagi dia sudah memiliki kekasih," Zay menatap Lilian dengan intimidasi, Zay yakin kali Lian akan menolaknya, jadi Zay tidak perlu berpura-pura lagi.

"Lian pasti setuju, apa lagi dia tidak pernah membantah mamah, iya kan sayang" tanya mamah Sita pada putrinya, yang kini juga tengah menatap Zay dan berpindah menatap sang mamah. 

"Iya Lian menerima pertunangan ini mah, karena Lian tidak bisa menolak keinginan mamah" lirih Lian, Lian memasang wajah sedihnya, seolah olah, wanita itu tidak bisa memilih lagi, selain menerima keputusan mamah Sita, namun siapa yang tau pikiran wanita itu, dari senyuman-nya saja Zay bisa menebak jika Lian tidak se menderita itu. 

"Dengarkan kan jeng, putriku memang terbaik" senang nyonya Sita, sedangkan Zay mengepal tangannya kuat dibawah meja sana, apa lagi melihat senyum sinis Lian yang wanita itu berikan padanya.

"Wanita sialan, sepetinya dia meremehkan ancaman ku semalam" batin Zay dengan pandangan yang menghunus tajam.

"Kalau begitu Minggu depan saja kita adakan pertunangan keduanya, bagaimana?" Usul nyonya Moana, wanita itu lebih antusias dari semua orang yang ada disana.

"Boleh jeng, nanti saya akan mengatur gaunnya" 

"Deal!" Kedua wanita paruh baya itu sibuk membahas pertunangan anak-anaknya, sedangkan Zay dan Lian tengah beradu pandangan, seakan mereka ingin memberikan pelajaran satu sama lainnya. 

Perbincangan itupun berakhir, dan mereka semua sepakan pertunangan akan diadakan Minggu depan.

"Baiklah jeng, kalau begitu kami permisi pulang duluan, karena ada urusan lain" ujar mamah Moana.

"Lian apa kamu ingin pulang bersama saya?" Tawar Zay, pria itu akan memberi pelajaran nanti untuk Lian, karena sudah membuat dia terjebak dalam pertunangan sialan ini. 

"Aduh maaf Zay, sebenarnya aku sangat ingin pulang bersamamu, tapi aku ada pertemuan dengan Klein, dan ini sangat penting, maaf ya, kita bisa kencan berdua lain kali bagaimana?" Lian sungguh totalitas dalam berakting, bahkan dia memegang kedua tangan pria itu, seakan Dia sangat menyayangkan kegagalan pulang bersama.

Zay mencengkram kuat tangan Lian, "Aduh Zay! Kamu terlalu kuat memegang tanganku, apa kamu begitu bersemangat hanya Karena pegangan tangan Zay!" Ujar Lian dengan suara kerasnya, yang memang sengaja iya lakukan, agar orang tua mereka disana mendengarnya. 

Reflek Zay segera melepas tangannya, dia mengumpat kesal perbuatan Lian kali ini, sungguh wanita licik, begitulah pikir Zay. 

"Ya sudah mari kita pulang bersama kalau begitu" tuan Darmawangsa menyudahi pembicaraan itu, agar segera bisa pulang, mereka semua mengangguk. 

"Tunggu!" Zay mencekal pergelangan tangan Lian dengan kuat, sehingga wanita itu tertarik ke belakang, setelah melihat orang tua sudah lebih dulu berlalu dari sana.

"Apa!" Sewot Lian.

"Berani sekali kamu mengabaikan peringatanku!" Berang Zay.

"Kenapa? Jika kamu menganggap aku rendah, maka akan aku tunjukkan seperti apa itu rendah dan licik!" Senyum sinis tersungging di bibir Lian, wanita itu berlalu dengan mengibaskan rambutnya ke wajah Zay. 

"sial!"