Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan aneh itu...
Ray menaruh nampan makan siangnya dengan kasar. Alih-alih langsung menyantap isi piringnya, ia malah duduk menengadah menatap langit-langit kantin. Punggung tangannya bertumpu di dahi seperti hendak mengukur panas tubuh sendiri.
"Semoga kejadian kemarin nggak bikin masalah makin rumit." Iya. Niatnya cuma membuntuti gelagat Bandhi, malah berakhir dengan geng motor dan ancaman. Apalagi, kehadiran adiknya di tengah-tengah kekacauan itu.
Dari sudut ruangan kantin, seseorang diam-diam menatapnya. "Rayyanza..." bisiknya.
"Entah kenapa gue jadi... penasaran sama dia."
Orang itu adalah Nabihan Rui Haru. Pria berusia 22 tahun. Satu kelas dengan Ray yang sama-sama mengikuti program fast track S2 jurusan Matematika.
Tak ada ikatan apapun antara dirinya dan Ray. Teman? Sahabat? Atau sekedar menyapa pun jarang. Padahal, mereka seangkatan selama 5 tahun ini. Haru, lebih suka menyendiri.
Tapi dua tahun lalu, Ray berhasil mengungguli kecerdasan liar yang dimiliki Haru, putra dari Profesor Rui Naru yang sebentar lagi naik jabatan menjadi rektor menggantikan kakeknya.
Satu momen. Satu lomba. Satu penghargaan yang mengubah banyak hal. Itu cukup untuk membuat Haru diam-diam menaruh benci. Terlebih karena Ray juga bersahabat dengan Danish. Putra dari wanita yang memusuhi ibunya.
Ya, terlalu banyak alasan untuk membenci Ray.
Tapi, kenapa sekarang justru...
...Penasaran
Tatapan Haru terpaku pada Jemari panjang yang menari di atas dahi. Terlalu lentik untuk ukuran cowok.
"Tangan itu... kenapa bisa selembut itu," ingatnya pada insiden tabrakan kemarin.
Batin Haru bergemuruh.
Deg Deg! Deg deg!
Semua terasa... beda. Terlalu lembut, terlalu kecil, terlalu... salah? Dia, cowok yang... Cantik?
Degup jantungnya kian menjerit-jerit di dalam dada saat wajah Ray tersinari cahaya lampu gantung kantin. Pancaran cahaya putih itu menyapu kulit wajah Ray yang pucat dan mulus. Sorotan itu memperjelas garis rahangnya yang tegas, bibirnya yang rapi, dan mata terpejam yang entah kenapa terlihat... adem.
Jantung Haru terus berdegup.
Deg deg! Deg deg!
Haru, menelan ludah. "Ray", ia sempat terpikir: "Dia... menarik. Cukup membuat pikiranku, kacau."
Telapak tangannya. Tabrakan dada. Bahu kecilnya. Apa dia sebenernya, Cewek?
"Bishounen," gumamnya pelan. "Tampan yang cantik. Baru kali ini gue lihat cowok seperti itu."
Haru mengalihkan pandangannya cepat-cepat, mencoba mengabaikan degup jantung yang anehnya seperti sedang menari.
"Astaga! Gila gue!" Haru langsung berdiri, namun gerakannya terlalu mendadak.
Krek! Bruk!
Kursi di belakangnya terpental, menyenggol seseorang yang baru saja lewat.
"Bisa nggak sih elo hati-hati!"
Suara itu...
Seketika kepala Haru menoleh cepat.
Teringat.
Sama seperti kemarin. Nada marah yang familiar. Tapi kini berasal dari orang yang berbeda.
Rambut hitam gadis itu lurus terurai, eye shadow pink melebar hingga bawah mata, memberi kesan boneka misterius. Lensa kontak ungu yang mencolok, bibir mengkilap oleh lip gloss. Riasannya aneh... tapi entah kenapa memikat. Pucat, eksentrik, tapi... cantik?
Buku sketsanya jatuh dan terbuka, memperlihatkan sebuah ilustrasi yang membuat Haru mengenal sketsa apa itu.
"Sorry," ucap Haru sambil mengambilkan buku itu.
Deg.
Gadis itu terdiam. Teringat akan insiden tabrakan kemarin. Dia ingat betul wajah pria yang dia tabrak, tapi tak mengenal siapa dirinya.
Sekelebat...
Gadis itu syok, sampai menutup mulutnya.
Sementara dari kejauhan, Ray menegang. Dia bisa membaca ekspresi gadis itu.
"Zara..." Langkahnya hampir bergerak untuk menolong adiknya, tapi—
Danish menahan bahunya.
"Ingat, Ray. Jangan."
Ray menunduk. Ia tahu...
../Facepalm/