Rani baru saja kehilangan kakaknya, Ratih, yang meninggal karena kecelakaan tepat di depan matanya sendiri. Karena trauma, Rani sampai mengalami amnesia atas kejadian itu. Beberapa bulan pasca tragedi tersebut, Juna, mantan kakak iparnya melamar Rani dengan alasan untuk menjaga Ruby, putri dari Juna dan Ratih. Tapi, pernikahan itu rupanya menjadi awal penderitaan bagi Rani. Karena di malam pertama pernikahan mereka, Juna menodongkan pistol ke dahi Rani dan menatapnya dengan benci sambil berkata "Aku akan memastikan kamu masuk penjara, Pembunuh!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. (REVISI) Menunda Kematian
Rani mengatur nafasnya yang masih terengah-engah. Jantungnya berdegup kencang kala mengingat kembali moncong pisstol yang terarah padanya. Sampai beberapa lama, gadis dua puluh tahun itu hanya sanggup terduduk di atas lantai kamar hotel, dengan air mata yang terus mengalir.
Dahulu Rani selalu berpikir, pernikahan akan menjadi suatu acara sakral yang sangat indah. Setelah mengucap ijab kabul, dua insan yang telah menjadi pasangan suami istri duduk di pelaminan seperti sepasang raja dan ratu di atas singgasana, saling menggenggam tangan dan membisikkan kata-kata cinta. Lalu malamnya mereka bermesraan menghabiskan malam. Esok paginya dia akan terbangun dengan senyum indah dari suami yang menyambutnya seperti pada film-film romantis. Tapi semua mimpi itu pupus sudah. Karena yang menyambut Rani bukanlah senyuman Juna, melainkan pisstol yang siap melubangi kepalanya.
Saat sinar matahari mulai menelusup dari sela-sela jendela kamar hotel, Rani membuka mata. Ah, dia tertidur di atas lantai. Rani berharap kejadian tadi malam hanyalah mimpi belaka, sayangnya Rani langsung tertampar oleh kenyataan.
Rani bangkit dengan tertatih-tatih. Dinginnya lantai kamar menusuk kulit. Rani berjalan menuju kamar mandi dan berdiri di depan wastafel. Dari pantulan cermin, terlihatlah wajah seorang gadis yang kusut berantakan. Wajahnya sembab, matanya bengkak, rambutnya acak-acakan. Bekas-bekas air mata tersisa di mukanya.
Rani membasuh wajahnya dengan air dingin, dan itu membuat tubuhnya seketika menggigil kedinginan. Tapi Rani tidak peduli. Ia mulai melepas gaun piyamanya dan membasuh tubuh kurusnya dengan air.
Rani memejamkan mata di tengah guyuran shower. Dia bertanya-tanya dari mana semua kesalahan ini berasal. Apakah sejak Rani merengek kepada sang kakak untuk liburan bersama? Seharusnya Rani tidak melakukan itu, maka kakaknya masih hidup sampai sekarang, dan dia tidak akan mengalami hal-hal menakutkan seperti ini.
Selesai mandi, Rani membereskan semua barang-barang. Ia benar-benar bodoh, seharusnya kemarin ia kabur saja. Jika pernikahan ini tidak diinginkan kedua belah pihak, lantas kenapa masih diteruskan?
Saat sedang berberes, pintu kamar terbuka. Rani terperanjat dan seketika mematung di tempat. Tubuhnya seketika menggigil melihat siapa yang datang. Juna berdiri di depan pintu sembari menatapnya dengan tajam.
"Jangan berani-beraninya kamu kabur, karena kamu adalah tahananku. Kamu mau kabur pun percuma, karena aku akan mengejarmu sampai ke ujung dunia,"
Ucapan dingin Juna membuat tubuh Rani merinding. Saat lelaki itu melangkahkan kakinya mendekat, Rani mundur. Ia tak tahu benda mengerikan apalagi yang keluar dari tangan lelaki itu. Bisa jadi pisstol atau pissau guillotine. Tatapan Juna seperti sudah siap untuk membunnuhnya.
"Keluar," ucap Juna dingin. "Kita harus bulan madu, bukan?"
Setelah itu Juna berbalik pergi dari kamar.
Rani jelas kebingungan. Dalam keadaan seperti ini, untuk apa berbulan madu? Apa Jangan-jangan bulan madu hanyalah kedok Juna untuk menghabissi Rani secara diam-diam? Juna adalah seorang konglomerat generasi ketiga. Tidak sulit baginya untuk membayar seseorang memanipulasi kemmatian Rani.
"Aku harus kabur," Rani mengangkat tasnya dan bergegas keluar. Tapi, sudah ada dua lelaki bertubuh besar menunggunya di depan kamar.
"Kami diminta Tuan Juna untuk membawa Anda,"
"Aku bisa sendiri," Rani berjalan cepat mendahului mereka, tapi mereka tetap mengikuti Rani.
"Pergilah," usir Rani. "Jangan mengikutiku,"
"Maaf, tapi jika Anda berniat kabur, kami terpaksa membawa Anda dengan paksa,"
Rani menghentikan langkahnya. Dua lelaki itu sama sekali bukan tandingannya. Mereka akan dengan mudah menangkap Rani.
"Baik," Rani menghela napas panjang. "Tunjukkan jalannya,"
Rani dibimbing kedua bodyguard itu keluar dari hotel. Sebuah mobil mewah sudah menunggu di sana. Juna menyambut kedatangan Rani dengan wajah kesal.
"Lambat," gerutunya. "Aku tidak suka membuang-buang waktu,"
Rani menghela napas panjang. Tidak suka membuang-buang waktu untuk membunnuhnya kah?
"Cepat masuk!" bentak Juna. "Apa kamu mau ditemmbak?"
Rani tidak tahu mana yang lebih baik. Ditembbak sekarang di depan banyak orang atau dihabissi diam-diam saat tak ada orang. Rani membuka pintu mobil, ia berniat menunda kemmatiannya sedikit lebih lama.
Juna langsung melajukan mobilnya dengan cepat bahkan sebelum Rani selesai memakai seat beltnya.
Brumm!
kalau sudah jatuh baru mengharapkan bini yg sudah di sakiti!
kalau aku ma ya milih pergi!
ttep suka 🤗