Keinginan besar Rere untuk memiliki anak dari suaminya sendiri memaksa dirinya menjebak seorang wanita cantik yang bekerja sebagai cleaning service di sebuah hotel mewah tempat ia menginap.
"Kau harus mengandung bayi dari suamiku jika tidak ingin masuk penjara...!" titah Rere pada Aleta yang cukup terkejut dengan permintaan gila wanita kaya di depannya.
"Ikuti cerita seru kedua wanita yang memperebutkan Fahri dan Aleta harus merelakan anaknya untuk bersama pria yang telah mencuri hatinya...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Penyesalan
Di atas gundukan tanah yang dihiasi rumput halus tampak terawat dengan baik. Revan membaca tulisan nama bayi itu yang diikuti nama belakangnya. Air matanya kembali menetes walaupun ia sudah berusaha kuat agar tidak menangis. Reno tampak setia menemani sang bos yang masih masa berkabung.
"Maafkan daddy, sayang karena telah mengabaikan keselamatanmu. Andaikan malam itu daddy tahu kamu akan hadir ke bumi lebih awal, mungkin daddy tidak akan menjadi lelaki pecundang untuk meninggalkan ibumu dalam keadaan kecewa. Daddy sangat menyesal, nak. Maafkan daddy, sayang...!" bahu kekar itu nampak bergetar bersimpuh di gundukan tanah itu.
"Tuan, tolong jangan menyalahkan diri Tuan. semua yang terjadi adalah bagian takdir. Tolong ikhlaskan hati Tuan dan berusahalah lebih kuat lagi untuk menemukan nona Aleta. Aku yakin dia pasti sangat merindukan anda," ucap Reno.
"Aku bahkan sangat malu untuk menemui Aleta Reno. Dia pasti tidak akan memaafkan aku karena telah mengabaikan perasaannya. Kenapa aku sangat bodoh percaya begitu saja pada drama yang Rere buat?" sesal Revan.
"Seribu kali anda bertanya, jawabannya tetap sama, tuan. Sekarang waktunya untuk memperbaiki bukan untuk menyesalinya. Tuan harus bisa bangkit. Mau sampai kapan Tuan berdiam diri? menangis tidak akan menghidupkan lagi putranya tuan," Reno menasehati Revan yang terlihat mulai depresi.
Revan menghentikan tangisnya. Ucapan Reno barusan seperti palu yang menghantam kepalanya yang terasa bebal. Ia perlahan bangkit menghapus sisa air matanya. Tanpa banyak kata, ia meninggalkan pemakaman itu. Reno mengekori langkah bosnya itu menuju mobil mereka." Apakah kamu sudah mendapatkan informasi keberadaan Aleta?" tanya Revan yang sudah satu bulan ini tidak bertemu Aleta.
"Belum tuan, tapi kami tetap berusaha mendapatkan informasi dari orang dekatnya nona Aleta," ucap Reno.
"Baiklah. Aku akan tetap bersabar menunggu informasi darimu. Walaupun aku juga hampir gila karena terlalu merindukannya," ucap Revan.
"Saya paham perasaan tuan. Pasti nona Aleta merasakan hal yang sama pada tuan," Reno membelokkan mobilnya ke salah satu restoran langganan mereka.
Sementara itu kepala pelayan Aleta sedang memohon pada tuan Andre saat ini." Tuan, jika tuan masih begitu egois pada nona Aleta, tuan jangan pernah menyesal jika nona akan menyusul almarhumah ibunya. Tuan akan sendirian dalam kesepian. Tidak ada anak yang akan menjadi penyemangat hidup tuan," ucap bibi Sari.
"Diamlah sari. Aku lebih paham putriku daripadamu. Menyerahkan cucuku sama saja menciptakan sengketa perebutan hak asuh sang bayi karena kebodohan putriku itu dengan perjanjian kontrak dengan wanita ular itu," geram tuan Andre lalu mematikan ponselnya begitu saja tanpa mau mendengar keluhan bibi Sari.
"Dasar pria keras kepala. Baiklah. Kalau kamu sangat sulit dijinakkan maka aku akan memakai caraku sendiri. Aku tidak peduli jika kamu memecatku, yang penting nona Aleta harus sembuh," gumam bibi Sari lalu menghubungi kontak Revan.
Revan yang sedang melakukan meeting dengan beberapa stafnya memperhatikan barisan nomor ponsel yang merupakan telepon dari luar negeri. Merasa penting Revan langsung menerimanya.
"Hallo....!" Sapa Revan.
"Tuan Revan. Ini bibi Sari kepala pelayan tuan Andre," ucap bibi Sari memperkenalkan diri.
Revan berdiri dengan wajah tegang dan jantung berdebar kencang. " Bibi, apakah bibi bersama dengan Aleta?" tanya Revan tidak sabaran.
Bibi Sari beralih ke video call memperlihatkan wajah Aleta yang masih tertidur pulas. Revan tercengang sampai tidak bisa bicara. Pijakannya goyah dan hampir saja ambruk karena melihat wanitanya tampak menyedihkan di atas brangkar itu. Reno memberi isyarat pada stafnya agar membubarkan diri. Ketiganya mengangguk paham dan langsung keluar dengan tenang.
"Aleta...sayang....!" gumam Revan tanpa suara. Bibi Sari kembali bicara pada Revan yang masih syok." Kami berada di Ganewa. Aku akan mengirim alamat rumah sakitnya. Jangan datang terang-terangan karena tuan Andre menempatkan beberapa anak buahnya di area rumah sakit ini. Aku akan meminta tolong salah satu dokter untuk membawamu ke kamar nona Aleta," jelas bibi Sari dan Revan hanya mengangguk.
Telepon berakhir. Revan segera berangkat ke bandara. Reno tidak banyak bicara karena ia juga mendengar percakapan Revan dan bibi Sari. Reno merasa sangat bersyukur setelah pencarian selama satu bulan lebih akhirnya membuahkan hasil walaupun bukan atas kerja kerasnya.
"Tuhan maha baik, tuan. Akhirnya anda akan bertemu dengan nona Aleta," ucap Reno bernafas lega. Revan tidak ingin bicara apapun. Pikirannya sudah penuh dengan nama Aleta dan Aleta. Ia merasa waktu seakan bergerak lamban. Rasanya ia ingin menjadi seperti superman yang bisa menerobos langit menuju belahan bumi dalam hitungan menit. Revan sengaja menumpang pesawat komersial untuk bisa sampai ke negara tujuan. Jika bepergian dengan jet pribadinya maka akan ketahuan oleh tuan Andre.
"Nona, apakah kamu dengar pembicaraan ku dengan suamimu, hmmm? sebentar lagi kalian akan bertemu. Aku adalah orang pertama yang sangat bahagia melihat kalian bersatu lagi," bisik bibi Sari merasa sangat terharu.
Aleta tidak memberi respon apapun. Namun bibi Sari yakin Aleta bisa mendengarnya. Revan dan Reno duduk di ruang tunggu sambil melihat ponsel mereka masing-masing. Seorang ibu muda begitu gelisah menggendong bayinya yang sejak tadi menangis tanpa henti. Suara bayi itu menarik atensi Revan untuk menghampiri ibu muda itu karena penumpang lain tampak tidak peduli pada mereka.
"Maaf mbak, apakah bayi anda sakit? apakah anda sendirian saja di sini?" tanya Revan membuat ibu muda itu gugup.
"Iya, saya hanya berdua dengan bayinya saya. Kami ingin bertemu dengan papanya," ucap ibu muda itu terbata-bata.
"Baiklah. Kalau begitu apakah aku boleh menggendong bayimu?" pinta Revan baik-baik. Ibu muda itu menggelengkan kepalanya.
"Mbak. Aku baru kehilangan bayiku yang belum sempat aku gendong. Aku ingin merasakan bagaimana menggendong seorang bayi," pinta Revan membuat ibu muda itu mulai luluh lalu menyerahkan bayi itu perlahan pada Revan yang menyambutnya dengan hati-hati.
Begitu Revan memeluk bayi itu, ajaibnya tangis bayi itu langsung berhenti. Ibu muda itu tampak terkejut begitu pula para penumpang yang tadi cuek mulai memperhatikan Revan dan bayi itu. Reno tersenyum melihat keajaiban yang saat ini sedang berlangsung. Ibu muda itu langsung duduk dibangkunya karena merasa begitu lelah.
"Apakah bayimu sedang menyusui?" tanya Revan.
"Tidak. Tapi aku sudah menyiapkan susu untuknya," menyerahkan botol susu itu ke tangan Revan. Revan mengarahkan dot susu itu ke mulut sang bayi yang sedang mengamati wajahnya.
"Apakah kamu senang berada dalam gendonganku nak?" tanya Revan tersenyum manis pada sang bayi yang mulai menyedot susunya dengan cepat seakan sedang lapar berat.
"Aneh. Bukankah aku juga menyuapi nya susu tapi kenapa dia tidak mau? oh melegakan sekali. Rasanya aku bisa istirahat sebentar sebelum naik pesawat," ucap ibu muda itu lega.
apalah daya bunda x menjaga dr singa betina