WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan Memang Sulit Dilupakan
#30
“Kapt.”
Seperti biasa Marco masih memanggilnya dengan sebutan tersebut, walau adik iparnya tersebut bukan lagi anak buahnya.
Pagi itu, setelah mendapatkan kabar dari Marco, Danesh segera melesat ke tempat Marco berada. Kini Marco telah dipindahkan ke divisi berbeda dengan Danesh, begitu pula dengan Bastian. Namun, kerap kali mereka masih berbagi informasi terutama bila ada kasus yang saling berkaitan satu sama lain.
Danesh segera masuk ke ruangan yang masih sepi tersebut, foto-foto pria yang memberikan pengakuan lewat video, kini sudah dijajarkan di atas meja. Lengkap dengan USB di sana.
“Aku sudah meminta anak-anak berpencar, mencari pria ini.”
“Apa kalian punya informasi yang lain?”
“Belum, di data base tak ditemukan informasi apa-apa tentang pria ini. Sepertinya dia tak pernah berurusan dengan polisi,” jawab Marco.
•••
“Nggak papa, Mas sarapan saja dulu, aku sarapannya nanti, agak siang.” Wajah Nada pucat, gadis itu demam dan flu setelah kemarin sore hujan-hujan.
“Ya sudah, aku akan ambil sarapan, kita sarapan di kamar.”
“Tapi, Mas—”
Kenzo sudah berdiri, dan meninggalkan kamar untuk mengambil sarapan.
“Lho, Mas. Kok sendirian?”
“Iya, Bund. Sepertinya Nada demam setelah kemarin kehujanan.”
Bunda Emira menghembuskan nafas, hari ini ia menjadi dokter di rumah, karena Leon juga mengeluh masih sakit perut.
“Ya sudah, kamu tetap kerja aja, biar Bunda yang jaga istrimu. Karena Leon juga masih sakit perut.”
“Hah? Leon sakit?”
“Iya, semalam dia pulang jam 11, dan mengeluh habis kram perut,” tutur Bunda Emira. “Mas, hari ini gantikan aku di acara rapat direksi, ya? Aku agak malas.”
Bunda Emira menyeringai ke arah suaminya, pria itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Sudah sangat hafal dengan tabiat istrinya yang selalu malas bila ada pertemuan dengan dewan direksi. Padahal direktur saat ini sudah ingin pensiun secepatnya.
Kenz kembali ke kamar, setelah sarapan untuknya dan Nada siap, pria itu membawa nampan berisi sarapan tersebut ke kamar mereka.
“Ayo, duduk dulu,” titahnya.
“Duh, Mas. Ngapain repot-repot, sih. Padahal nanti aku bisa turun sendiri untuk sarapan.” Tapi Kenz mengabaikan ucapan istrinya, ia juga khawatir Nada sakit karena lelah setelah semalam mereka memadu cinta.
“A—” Kenzo mulai menyuapi Nada, agar wanita itu tak banyak bicara.
“Mas keb—” Nada hendak protes, tapi sendok berisi nasi goreng dan ayam tersebut, sudah meluncur masuk ke mulutnya.
“Makan dan jangan banyak bicara,” titah Kenzo, bukan tak sabaran, tapi agar lebih efisien waktu.
Nada hanya bisa ngedumel tak jelas, walau mulutnya sibuk mengunyah, tapi tetap mengajukan protes melalui tatapan mata dan ekspresi wajahnya.
Kenzo mengulum senyum, “Wajahmu lucu sekali kalau lagi begini.”
“Cuyang!” protes Nada dengan bahasa yang tak jelas.
“Apa? Mau bicara apa lagi?” Kenzo tertawa geli melihat Nada yang kesulitan bicara dengan mulut yang penuh makanan.
Akhirnya Nada berhasil menelan makanannya. “Jangan bany—” Tapi Kenzo kembali menyuapinya sebelum sempat ia menyelesaikan ucapannya.
“Nanti saja bicaranya, setelah selesai makan.” Kenzo ikut makan, bahkan ia memakai sendok yang sama dengan istrinya, tanpa takut bahwa kemungkinan ia akan tertular flu yang diderita sang istri.
“Mas, kok pakai sendok aku?” protes Nada.
Kenzo menjawab dengan isyarat acuh, tak peduli walau ada kemungkinan akan tertular. Lagi pula sejak semalam mereka sudah berbagi segalanya termasuk keringat serta cairan cinta lainnya.
Siapa yang peduli jika sesudahnya ada resiko ketularan, lagi pula cuma flu, bukan penyakit berat lainnya.
“Nanti Mas ketularan, lho.”
“Nggak akan,” jawabnya yakin.
“Dih, sombong.”
“A—”
“Jangan banyak-banyak nasinya!”
“Ah, berisik! Ini biar cepat selesai, aku mau berangkat kerja habis ini.”
Nada hanya bisa menahan rasa dongkol, padahal tadi sudah dilarang, tapi tak mau dengar, jika buru-buru kerja, kenapa repot-repot menyuapinya? Itulah yang hendak Nada katakan, namun tak juga bisa, karena Kenzo seolah bisa menghitung waktu yang pas kapan Nada menelan makanannya.
Beberapa saat kemudian, ponsel Kenzo berbunyi. Pria itu segera mengangkatnya karena itu adalah panggilan dari asisten yang mengawasi pasien-pasiennya di rumah sakit. Mereka adalah para dokter yang juga sedang mengambil spesialisasi bedah saraf seperti dirinya.
“Iya.”
“Dok, Nona Claudia sudah sadar … “
Kenzo mendengarkan dengan seksama, kondisi Claudia setelah sadar kembali. “Baiklah, nanti kita bicarakan sisanya setelah aku tiba.”
“Claudia sudah sadar.”
Nada hanya mengangguk pelan, tak tahu harus bereaksi seperti apa pada orang yang tak pernah menganggapnya sebagai adik.
“Kami bisa menyelesaikan sarapanmu sendiri, kan?”
“Bisa, Mas. Nanti aku yang akan bawa nampan ini ke bawah.”
“Bagus, manfaatkan hari liburmu untuk istirahat, jangan berfikir untuk pergi kemana-mana selagi aku tak di rumah!” Kenzo kembali memberikan ultimatum.
“Iya, Mas Suami,” jawab Nada patuh namun diselingi sedikit gurauan.
Kenzo mengacak rambut Nada, kemudian bangkit untuk bersiap-siap, Nada mengikuti sang suami ke walk in closet, ia pun ingin belajar menyiapkan segala sesuatu untuk suaminya sebelum pergi kerja.
“Kenapa ikut ke sini?”
“Pengen belajar.”
“Kan semalam sudah belajarnya,” sindir Kenz mengingat pelajaran pertama Nada menyenangkannya.
Raut wajah Nada merona, ia mencubit pelan lengan suaminya. “Ish … masih dibahas lagi.”
“Ya iya, dong. Atau mau di tambah lagi porsi belajar seperti semalam?” kekeh Kenzo, semakin malu istrinya Kenzo semakin senang.
•••
Beberapa mobil polisi, berhenti di rumah dinas milik Pak Basuki, security buru-buru berjalan menghampiri pintu gerbang.
“Selamat pagi, Pak.”
“Selamat pagi. Ada perlu apa, bapak-bapak kemari?” tanya security sedikit gugup. Ini adalah rumah pejabat, jika di datangi polisi tak lama lagi pasti akan menjadi buruan media masa ibu kota.
“Benar ini rumah Tuan Kanaka Sunardi?”
“Benar, Tuan.”
“Ada apa ini?!” Pak Basuki Sunardi yang hendak pergi ke tempat kerja, ikut penasaran.
Marco dan para polisi lain segera memberi hormat pada Pak Basuki, maklumlah, pria itu adalah salah satu pejabat ibu kota. “Kami ingin bertemu dan meminta keterangan pada putra Anda, Pak.”
“Putraku? Kenapa dia?”
“Ada saksi yang mengatakan bahwa ia melakukan rekayasa kecelakaan atas perintah putra Anda.” Marco tetap menjawab tenang seperti seharusnya.
•••
Kembali ketempat Nada. Wanita itu baru saja kembali ke kamarnya setelah membawa peralatan bekas makan turun, serta menyeruput jahe lemon hangat buatan Bik Na.
Ia berjalan ke arah balkon kamar, berjemur sesaat, karena matahari pagi menyorot tajam ke tempat tersebut.
Nada tersenyum simpul ketika melihat buku-buku serta peralatan kuliahnya berjajar rapi di atas meja, sementara tasnya yang semalam basah, sudah di gantung di sandaran kursi oleh suaminya.
“Mas Kenz ternyata manis sekali,” gumamnya, tiba-tiba Nada ingat kembali pada peristiwa semalam, ketika dengan sabar suaminya bertanya tentang kesiapannya, bahkan membimbingnya untuk bisa menikmati percintaan mereka.
“Jutek sih, tapi bikin gemes.” Nada tersenyum-senyum sendiri, ingin berbagi kabar bahagia pada kedua sahabatnya, tapi ternyata malu jika bercerita tentang hal-hal intim. Jadi Nada mengurungkan niatnya.
Sebuah pesan masuk ke ponselnya, beberapa saat kemudian, sedikit aneh karena tak biasanya Mama Laura mengirimkan pesan singkat padanya.
Kletak!
Ponsel Nada terjatuh, ketika membaca caption yang menyertai foto yang dikirimkan sang ibu tiri. "Mantan ... memang sulit untuk dilupakan."
“Tidak, pasti Mama bohong,” gumamnya menolak percaya.
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..