NovelToon NovelToon
SUAMI TAK PERNAH KENYANG

SUAMI TAK PERNAH KENYANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Angst / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Euis Setiawati

Judul: Suamiku Tak Pernah Kenyang
Genre: Drama Rumah Tangga | Realistis | Emosional

Laila Andini tak pernah membayangkan bahwa kehidupan rumah tangganya akan menjadi penjara tanpa pintu keluar. Menikah dengan Arfan Nugraha, pria mapan dan tampak bertanggung jawab di mata orang luar, ternyata justru menyeretnya ke dalam pusaran lelah yang tak berkesudahan.

Arfan bukan suami biasa. Ia memiliki hasrat yang tak terkendali—seakan Laila hanyalah tubuh, bukan hati, bukan jiwa, bukan manusia. Tiap malam adalah medan perang, bukan pelukan cinta. Tiap pagi dimulai dengan luka yang tak terlihat. Laila mencoba bertahan, karena “istri harus melayani suami,” begitu kata orang-orang.

Tapi sampai kapan perempuan harus diam demi mempertahankan rumah tangga yang hanya menguras

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Euis Setiawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

malam kemenangan bi ratmi

Malam itu, sunyi. Lampu-lampu di rumah besar milik Arfan hanya menyisakan cahaya kekuningan yang temaram di ruang keluarga. Di luar, angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah sisa hujan sore tadi.

Namun, di dalam rumah, suasananya berbeda. Bukan sekadar sunyi tetapi sunyi yang berbahaya, karena diam-diam telah terjadi sesuatu yang akan mengubah arah hidup rumah tangga Arfan dan Laila.

Bi Ratmi, dengan rambutnya yang sedikit berantakan dan tubuh yang masih terbungkus selimut tipis, duduk bersandar di kepala ranjang. Napasnya belum sepenuhnya teratur, tapi senyum di wajahnya jelas menandakan rasa puas. Senyum kemenangan. Senyum milik seseorang yang tahu bahwa ia baru saja menaklukkan sesuatu yang selama ini ia incar.

Di sisi lain ranjang, Arfan duduk menunduk, kedua sikunya bertumpu di lutut, napasnya berat dan panjang. Dada yang tadi bergemuruh oleh hasrat, kini bergemuruh oleh rasa bersalah. Bayangan wajah Laila tiba-tiba muncul di benaknya, begitu jelas seakan Laila sedang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan mata yang penuh tanya.

"Bi… saya minta maaf," ucap Arfan lirih, seperti bicara pada dirinya sendiri.

Bi Ratmi hanya melirik sekilas, lalu kembali tersenyum samar.

"Kenapa minta maaf, Pak?" tanyanya dengan nada menggoda yang samar-samar terselip nada kemenangan.

"Harusnya ini nggak terjadi… saya lepas kontrol." Arfan mengusap wajahnya, seolah ingin menghapus semua yang baru saja terjadi.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya… senang bisa melayani Bapak," jawab Bi Ratmi, kali ini dengan nada yang lebih pelan, tapi matanya berbinar penuh arti.

"Tapi, Bi…" Arfan terhenti. Kata-katanya seperti tertahan di tenggorokan. Ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi berat untuk keluar.

"Tenang saja, Pak. Bapak khawatir sama Bu Laila, kan?" potong Bi Ratmi cepat.

Arfan terdiam, lalu mengangguk pelan. Wajahnya seperti seseorang yang sedang menelan pil pahit.

"Saya akan tutup mulut atas apa yang terjadi malam ini," lanjut Bi Ratmi, suaranya lembut, tapi entah kenapa terdengar seperti janji yang punya harga mahal.

Arfan hanya bisa menatap lantai. Ia ingin percaya. Tuhan tahu, ia ingin sekali percaya. Tapi ada perasaan aneh di dadanya sesuatu yang membuatnya tidak yakin bahwa Bi Ratmi benar-benar akan menyimpan rahasia itu selamanya.

Tanpa berkata lagi, Arfan bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Ia butuh membersihkan tubuhnya. Ia merasa kotor, bukan karena keringat atau debu, tetapi karena dosa yang baru saja ia perbuat.

Di balik pintu kamar mandi yang tertutup, suara air mengalir membasuh kulitnya, tapi tidak bisa membasuh hatinya yang kini penuh rasa bersalah.

Di atas ranjang, Bi Ratmi meraih ponsel yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Dengan gerakan cepat, ia membuka daftar kontak. Jari telunjuknya bergulir mencari satu nama yang sudah ia siapkan sejak lama.

Ketika menemukannya, bibirnya membentuk senyum tipis. Ia menekan tombol panggil, menunggu nada sambung. Tidak butuh waktu lama, seseorang di seberang sana menjawab.

"Halo…" suara di telepon terdengar rendah, seperti milik seseorang yang sudah lama menunggu kabar ini.

"Sudah saya lakukan," ujar Bi Ratmi singkat, tapi sarat makna. "Beres semuanya."

Tidak ada tanya dari seberang. Hanya suara napas berat, lalu sambungan telepon diputus begitu saja.

Bi Ratmi menatap layar ponselnya, lalu tersenyum puas. Ia memasukkan ponsel kembali ke bawah bantal, lalu merebahkan diri sambil memejamkan mata.

Di kepalanya, ia sudah menyusun rencana lanjutan. Malam ini hanyalah permulaan.

Sementara itu, di kamar mandi, Arfan berdiri di bawah pancuran. Air hangat mengalir membasahi tubuhnya, menetes dari kepala hingga ke kaki. Tapi rasa dingin justru menjalar dari dalam dirinya.

"Astaga, Laila…" gumamnya lirih. "Apa yang sudah aku lakukan?"

Ia menutup mata, mencoba menghapus kilasan memori yang baru saja terjadi. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin jelas wajah Bi Ratmi menari di benaknya, dengan tatapan dan senyum yang membuatnya jatuh ke jurang tadi.

Arfan menghela napas panjang. Ini sudah hari ketiga Laila berada di rumah ibunya. Selama tiga hari itu, ia merasa hampa. Tidak ada yang meredakan hasratnya. Dan malam ini, godaan itu datang, terlalu dekat, terlalu nyata.

Dan ia kalah.

Di luar kamar mandi, Bi Ratmi beranjak turun dari ranjang. Ia berjalan menuju lemari, mengambil pakaian tidurnya yang sederhana. Saat ia berdiri di depan cermin, ia menatap pantulan dirinya.

"Kamu hebat, Ratmi," gumamnya sambil menyentuh lehernya sendiri.

"Satu langkah lagi, dan posisi itu akan jadi milikmu."

Suara pintu kamar mandi terbuka membuatnya buru-buru mengenakan pakaian. Arfan keluar dengan wajah lesu. Ia tidak berkata apa-apa, hanya langsung menuju sisi ranjang, mengambil ponselnya, dan duduk di tepi ranjang sambil menunduk.

Bi Ratmi melirik, mencoba membaca ekspresi majikannya itu.

"Pak, saya… nggak akan cerita ke siapa-siapa," katanya pelan, mencoba menenangkan.

Arfan hanya mengangguk, tapi tidak menatapnya. Dalam hati, ia tahu, yang namanya rahasia… pada akhirnya akan selalu mencari jalan untuk keluar.

Malam semakin larut. Angin malam kembali bertiup, kali ini lebih dingin. Arfan akhirnya memutuskan untuk tidur di kamar tamu. Ia berdalih ingin istirahat sendiri, tapi sebenarnya ia butuh jarak dari Bi Ratmi.

Di kamarnya sendiri, Bi Ratmi memandangi langit-langit sambil memutar kembali kejadian tadi. Tangannya mengusap-usap selimut, dan senyum itu kembali muncul.

Ia tahu, setelah malam ini, hubungan antara dirinya dan Arfan tidak akan pernah sama lagi. Dan ia siap memanfaatkannya.

1
Vanni Sr
ini laila ny terlalu bodoh sib klo kt aku mah ya, udh tiap mlm d gempur terus apa² d pendem, gada ketegsan jg, laki ny jg seenk ny sndri, crta ny kek yg udh² suami main sm pembatu. tnggl cari org but rawat ibu ny yg skit ini malah lama2 d kampung , mending dah pisah aja. krn g cm sekali berhubungn psti tuh mereka
Zoe Medrano
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Euis Setiawati: terimakasih ka....😍
total 1 replies
Mepica_Elano
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!