(🌶️🌶️🌶️🌶️🌶️)
Apa yang terjadi jika orang yang pernah meninggalkan trauma besar di masa lalu kembali hadir di dalam hidupmu?
Itulah yang dialami oleh Luna, gadis cantik berumur 21 tahun.
Di tengah perjuangannya menyelesaikan kuliah, muncul sebuah berita bahwa mantan kekasihnya yang sangat posesif, kini telah di bebaskan dari penjara, setelah delapan tahun menetap di dalam penjara.
Akan kah Luna lolos darinya?
yuk mampir dan saksikan kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab-27
...🖤🖤🖤...
Saat polisi tengah sibuk menginterogasi Luna, pintu ruangan tiba-tiba terbuka lebar menarik perhatian mereka semua. Terlihat Nyonya Regina muncul sambil diikuti Sofia dari belakang masuk ke dalam ruangan.
"Luna, kamu kenapa Nak?" lirih Nyonya Regina segera menghampiri Luna dengan panik.
"Maaf Luna, tapi Tante terus memaksa," ucap Sofia merasa bersalah, berjalan mendekati Luna.
"Tidak apa-apa Sofia, terima kasih sudah jaga Mama," ucap Luna tersenyum hangat.
"Luna... kenapa para polisi itu disini?" tanya Regina semakin cemas, sambil menggenggam tangan Luna."Kamu tidak membuat masalah kan, Nak?" tanya Nyonya Regina lagi, melirik para polisi itu dengan takut.
"Tidak perlu takut Nyonya, kami hanya bertanya soal orang yang menganggu Nona Luna kemarin siang. Karena tadi pagi, mereka semua ditemukan sudah tak bernyawa di apartemen mereka," jelas salah satu polisi.
Deg!
Tubuh Nyonya Regina langsung menegang, Jantungnya pun langsung berdetak kencang, sambil mengeratkan genggaman tangannya di menggenggam tangan Luna, karena ia pun tau, siapa pelakunya.
"Ma," panggil Luna lembut, menyadarkan sang ibu, lalu menatapnya dengan sendu.
"I-iya..." sahut Nyonya Regina membalas tatapan Luna.
Dari tatapan Luna, Nyonya Regina menyadari kalau putrinya itu sedang memohon agar sang ibu tidak menimbulkan kecurigaan para polisi. Dengan susah payah, Nyonya Regina menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan.
"Nyonya, apakah anda mengetahui sesuatu?" sela seorang polisi bertanya.
Nyonya Regina menggeleng pelang memasan wajah tegas."Maaf Pak, saya tidak tau. Dan saya sangat bersyukur mereka semua meninggal, karena mereka sudah berani mengganggu putriku hingga membuatnya masuk rumah sakit," ucap Nyonya Regina dengan tegas.
"Maaf soal itu, Nyonya. Namun-"
"Pak, bagaimana kalau kemarin orang baik itu tidak menolong putriku, dan mereka berhasil membawa putriku pergi? Pasti pagi ini, putriku lah yang akan ditemukan sudah tak bernyawa," potong Nyonya Regina, mulai marah.
"Ma," lerai Luna menggenggam erat tangan sang ibu, agar sang ibu bisa mengontrol emosinya.
Para polisi itu dibuat terdiam, lalu mulai berbisik satu sama lain, kemudian...
"Kalau begitu kami pamit Nyonya, maaf sudah menganggu waktu kalian," ucap salah satu polisi, lalu mengajak rekan kerjanya pergi dari sana.
Setelah para polisi itu menghilang dibalik pintu ruangan, Tubuh Nyonya Regina langsung lemas sambil menghela nafas lega. Melihat itu, Luna langsung khawatir karena sang ibu belum sepenuhnya sembuh.
"Mama gak apa-apa, kan?" tanya Luna.
"Mama gak apa-apa Luna, tapi yang Mama khawatirkan adalah kamu sayang... karena Alex, dia..." Seluruh tubuh Nyonya Regina gemetar tak karuan menatap Luna.
"Mama," Luna mengulurkan tangannya menggenggam lembut pipi Nyonya Regina sambil tersenyum."Mama jangan khawatir, Alex tidak akan menyakitiku," ucap Luna mencoba meyakinkan sang Ibu.
"Tapi Mama takut, dia itu gila Luna." Nyonya Regina semakin cemas.
"Iya Luna tau Ma... tapi Alex tidak akan menyakiti Luna Ma, percayalah," bujuk Luna terus tersenyum, agar sang ibu bisa tenang kembali.
Namun Nyonya Regina terus saja cemas, hingga Sofia pun melangka mendekat lalu memeluk Nyonya Regina.
"Tante tenang saja. Walaupun Alex begitu kejam terhadap orang lain, dia tidak akan menyakiti Luna, karena dia sangat mencintai Luna," ucap Sofia, sambil mengusap punggung Nyonya Regina dengan lembut.
Cintai? Luna terdiam menunduk sedih, pikirannya melayang jauh membayangkan bagaimana Alex menjebak sang ayah, lalu mengurung dirinya, apakah itu termasuk karena cinta? Tidak mungkin.
*
*
*
(Keesokan harinya)
Luna sudah sembuh dan kembali beraktifitas seperti biasa, dan ia mengajak Sofia untuk mendatangi perusahaan Aleandro setelah kuliah selesai, karena kemarin sebelum meninggalkan rumah sakit, Luna sempat meminta kartu nama yang ditinggalkan oleh Aleandro kepada pihak rumah sakit, agar bisa mengucapkan terima kasih secara langsung kepada Aleandro yang sudah mau membantunya.
"Luna, kamu yaking?" tanya Sofia, terus mengendarai motor matiknya menuju perusahaan Aleandro.
"Iya, kamu ini kenapa sih?" Luna menjadi heran melihat reaksi Sofia.
"Enggak, aku takutnya nanti kita berpapasan dengan Alex," ucap Sofia, mulai merasa firasat buruk, mengingat Alex adalah pria yang sangat berbahaya.
"Hais... kita itu cuman mengucapkan terima kasih, sambil memberi sedikit buah sebagai tanda terima kasih, itu saja," ujar Luna, mencoba meyakinkan Sofia.
"Baiklah, terserah kamu saja."
Sofia malas berdebat dan menambah kecepatan motor matiknya, hingga tak butuh waktu lama, mereka pun tiba lalu masuk dan memarkirkan motor.
"Luna, perusahaan ini sangat familiar," ucap Sofia menatap gedung besar yang berdiri dengan kokoh itu.
"Apa maksudmu Sofia? Ayolah... jangan membuang waktu lagi, ayo kita masuk."
Luna segera menarik lengan Sofia, dan menariknya masuk lobi perusahaan, dan menghampiri seorang resepsionis perusahaan yang sedang berjaga disana.
"Selama siang Kak, apa Tuan Aleandro nya ada?" tanya Luna.
"Ada, beliau sedang berada di lantai atas, silahkan gunakan lift itu, Nona," tunjuk resepsionis itu sambil tersenyum ramah.
"Baik, terima kasih."
Luna kembali menarik lengan Sofia berjalan masuk ke dalam lift, namun saat kaki mereka baru saja melangka masuk, lift di samping mereka terbuka lebar, dan terlihat Alex melangka keluar dari dalam lift bersama Lucas, dan sengaja mendengar suara Luna yang sedang tertawa. Secepat kilat Alex melirik ke arah pintu lift di samping itu, namun sayangnya, pintu lift itu sudah tertutup rapat.
(Bersambung)