Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 28 - Aku akan melindungimu
Lanjut...
Begitu melewati gerbang utama, langkah Rita langsung menggema keras di pelataran vila yang megah. Sedangkan Nadine berjalan di sampingnya sambil menyapu seluruh penjuru halaman dengan tatapan sinis.
Tak ada sedikit pun kesan bahwa mereka datang untuk bersilaturahmi. Sementara Wirawan, ayah kandung Azura, hanya menunduk diam dan menyusul perlahan dari belakang.
Azura yang sudah berdiri di depan pintu utama hanya mencoba tetap tenang meski dadanya bergemuruh.
"Silakan masuk, Bu... Nadine... Ayah..." ucapnya pelan.
Namun belum sempat mereka duduk, Rita langsung membuka mulutnya, "Berapa banyak lagi yang akan kamu rampas dari kami, hah?!," bentak Rita yang berjalan mendekat ke arah Azura sambil menunjuk-nunjuk wajahnya.
Spontan Azura pun mundur selangkah ke belakang. "Bu, tolong jangan buat keributan. Kalau Ibu mau bicara, mari duduk baik-baik—"
"Duduk baik-baik, katamu?!," sela Rita. "Sudah berapa kali aku datang ke rumah ini dan ditolak masuk? Bahkan satpam-satpam itu memperlakukan kami seperti pengemis jalanan!," bentaknya lagi.
"Itu bukan keinginanku, Bu. Itu keputusan dari Pak Adrian..."
"Hah! Tentu saja. Sekarang kamu punya orang berkuasa yang bisa kamu suruh-suruh. Dan kamu jadikan alasan buat menyingkirkan kami!," sergah Rita.
"Cukup, Bu. Aku tidak pernah berniat menyingkirkan siapa pun..."
"Munafik!," bentak Nadine. Lalu dia maju dan langsung menepuk bahu Azura dengan keras sehingga gadis itu sedikit terdorong. "Kalau kamu masih punya hati, kamu gak akan diam saja saat kami dipermalukan di luar pagar berulang kali!," lanjut Nadine dengan mata yang melotot.
"Nadine, tolong jangan kasar..." lirih Azura, seraya menahan sakit di bahunya. "Aku tidak tahu Ibu dan kamu sering datang..."
"Omong kosong!," sahut Rita. "Apa kamu pikir dengan tinggal di rumah mewah ini, kamu bisa berpura-pura bahwa kamu bukan bagian dari keluarga kami? Kami membesarkanmu! Aku yang mengurus kamu sejak kecil!."
"Mengurus?," tanya Azura akhirnya. Kini suaranya mulai meninggi meski matanya basah karena air mata.
"Mengurus atau menyiksa, Bu? Sejak Ibu datang ke rumah, hidupku berubah jadi mimpi buruk. Aku dipaksa masak, bersih-bersih, dipukul kalau salah sedikit... Bahkan Ayah hanya diam!," lanjut Azura seraya menoleh ke arah Wirawan yang masih berdiri kaku di ambang pintu.
"Ayah... kenapa dulu tidak pernah melindungiku?!," tanya Azura lirih.
Namun Wirawan hanya diam. Bibirnya bergetar, tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Jangan libatkan Ayah!," bentak Nadine sambil memelototi Azura.
Tiba-tiba Rita mendorong Azura lagi, kali ini lebih keras hingga gadis itu tersandung ke meja.
Gubrak!!!
"Kamu anak durhaka!."
Sontak beberapa asisten rumah yang mendengar keributan itu segera masuk dengan wajah yang cemas. Namun Azura langsung mengangkat tangannya, sebagai isyarat agar mereka tidak ikut campur.
Dengan napas terengah dan wajah yang menahan amarah, Azura pun berdiri kembali.
"Aku tidak akan mengusir kalian, tapi aku juga tidak akan membiarkan kalian memperlakukanku seperti dulu," tegas Azura.
"Sudah merasa berkuasa, ya? Sudah merasa cukup aman karena menikahi orang gila itu?! HAHAHAHA...," ejek Nadine sambil tertawa. "Jangan lupa, Azura. Semua ini bisa dibalik. Kamu cuma tamu di rumah ini, bukan pemiliknya!."
Azura mengatupkan rahangnya kuat-kuat dan menatap mereka dengan amarah yang hampir membludak.
"Aku mungkin bukan pemilik rumah ini... tapi aku istri dari pemiliknya. Dan aku tidak akan diam jika kalian datang hanya untuk menyakitiku lagi."
"Kurang ajar!!." Rita mengangkat tangannya dan hendak menampar, tapi Wirawan akhirnya bergerak dan menahan tangan istrinya itu.
"Cukup, Rita. Sudah cukup."
"Mas! Kamu—"
"Kita pulang." tegas Wirawan dengan suara yang dalam dan terdengar lelah.
Namun Rita malah menepis tangannya dengan marah sambil terus memaki, sementara Nadine hanya mendengus dan berjalan keluar pintu. Kemudian Wirawan juga menyusul sambil menarik tangan Rita.
"Lepaskan aku, Mas! Anak itu harus di beri pelajaran!!."
Dan saat pintu utama tertutup, Azura menyandarkan dirinya ke dinding dan mengusap matanya yang basah.
"Aku bukan Azura yang dulu lagi..." batinnya.
**
Setelah pertikaian panas dengan keluarganya, Azura memilih untuk menenangkan diri sejenak di ruang belakang, menyeduh secangkir teh sambil memandangi taman dari balik jendela.
Namun, baru saja ia duduk, suara gaduh dari arah aula utama membuatnya tersentak.
"Aaaaarghhh!!!."
Suara itu... suara Rangga.
Azura langsung berlari ke arah sumber suara. Saat ia tiba di ruang tamu utama, matanya membelalak.
Ia melihat Rangga yang berdiri dengan mata membelalak merah, tubuhnya gemetar, dan napasnya memburu seperti binatang buas yang merasa terancam.
Tangannya meremas vas bunga besar hingga pecah berhamburan di lantai, bahkan serpihan vas itu menggores lengannya hingga berdarah.
"Rangga!," pekik Azura. Ia ingin mendekat tapi dua penjaga yang berjaga langsung menahannya.
"Jangan, Nona! Tuan Rangga sedang tidak stabil!."
Namun Azura mengelak dan berlari menembus batas pengamanan.
Sementara itu, Rita dan Nadine yang rupanya belum pulang, mereka berdiri tidak jauh dari situ dan mematung saat menyaksikan pemandangan itu.
"Astaga… dia lebih gila dari yang kubayangkan," bisik Nadine sambil meringis geli.
"Inilah yang kamu pilih, Azura? Suami seperti monster?!," cemooh Rita sambil tertawa mengejek.
HA HA HA HA HA HA....!!
Tawa mereka menggema... dan itulah yang membuat Rangga menggeram.
"Diam… diam… DIAMMMM!!!." Rangga mengamuk lalu mengambil bingkai foto dan melemparkannya ke arah Rita dan Nadine.
"Aaakkhh!!." Nadine menjerit histeris dan langsung bersembunyi di balik kursi. Sedangkan Rita, ia juga mundur sambil berteriak ketakutan.
"Kalian jahat! Jahat! Jangan ganggu aku! Jangan ambil Azura!," teriak Rangga seperti anak kecil yang marah karena mainannya diambil paksa.
Dua penjaga yang siaga pun langsung bergerak menghalangi Rangga yang tampak hendak menyerang mereka berdua.
"Tuan Rangga! Tolong tenang!," pekik salah satu penjaga sambil menahan tubuh Rangga yang mulai mengamuk dan menendang ke segala arah.
Azura melihat semuanya dan dalam kepanikannya ia menatap Rangga dengan hati yang remuk redam. Ini bukan amukan biasa. Ini jeritan batin. Luka lama. Ketakutan yang tidak pernah benar-benar sembuh.
"Rangga… Rangga, lihat aku…" ucap Azura sambil berjalan mendekat dengan perlahan.
"NONA JANGAN!" teriak para penjaga.
Namun Azura tidak peduli. Ia hanya terus mendekat dengan perlahan, hingga hanya berjarak beberapa langkah dari suaminya yang terengah-engah dan penuh amarah.
"Hah! Hah! Hah!!."
"Mereka tidak akan menyakitimu, Rangga. Aku di sini…"
Rangga pun menoleh dengan sorot mata yang liar. "Mereka tertawa… mereka bilang aku gila… mereka akan suntik aku lagi! Aku gak mau! Jangan sentuh aku!," teriak Rangga sambil memegangi kepalanya.
"Tidak ada yang akan menyuntikmu, Rangga. Tidak ada yang akan memisahkan kita…" bujuk Azura.
Namun Rangga malah mendorong Azura dengan keras hingga gadis itu jatuh membentur lantai.
BRAK!!
"NONA!" para penjaga bergerak, tapi Azura langsung mengangkat tangannya.
"Jangan… jangan ganggu dia!," seru Azura.
Azura pun berusaha bangkit meski tubuhnya terasa nyeri, tapi ia tetap mendekat. Lalu ia memeluk Rangga meski tubuhnya bergetar hebat, meski suaminya seperti binatang yang ketakutan.
"Aku di sini, Rangga… Aku… istrimu… Azura…" bisiknya pelan sambil menahan air matanya.
"Aarrgghh!." Rangga mengerang dan mencoba melepaskan diri, meronta, memukul, tapi pelukan Azura tidak terlepas.
Ia semakin menguatkan dirinya meski tubuhnya sangat sakit. Karena ia berharap ini adalah satu-satunya jalan untuk menenangkan Rangga.
"Jangan tinggalkan aku… Aku takut… Azura…" lirih Rangga akhirnya, dan suaranya pun langsung berubah parau dan nyaris menangis.
Pelan-pelan, tubuh Rangga pun melemas dalam pelukan Azura. Napasnya mulai teratur, tangannya jatuh terkulai tak berdaya, dan kepalanya yang tadi mendongak marah kini bersandar lemas di bahu Azura.
Para penjaga dan semua asisten tertegun. Sedangkan Rita dan Nadine hanya bisa berdiri membatu dan wajah mereka pun tak lagi penuh cemooh melainkan ketakutan.
Azura memeluk tubuh suaminya itu erat-erat. Dan dalam pelukannya yang rapuh itu, Rangga kembali menjadi sosok kecil yang hanya butuh satu hal, perlindungan.
"Kau aman sekarang… Aku tidak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi…"
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong