Pernikahan Rocky dan Brigita rupanya menjadi awal munculnya banyak konflik di hidup mereka. Brigita adalah bawahan Rocky di tempat kerja. Mereka harus menikah karena satu alasan tertentu.
Statusnya sebagai seorang janda yang mendapatkan suami perjaka kaya raya membuat gunjingan banyak orang.
"Aku harus bisa mempertahankan rumah tanggaku kali ini,"
Apa dia berhasil mempertahankan rumah tangganya atau justru lebih baik berpisah untuk kedua kalinya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Pria gila
Sementara Brigita berkutat dengan kekacauan pikirannya. Rocky Tanjung justru bergerak lincah, seperti bidak catur yang tahu ke mana harus melangkah ketika lawan lengah.
Kesempatan selalu datang padanya.
Jika ada kata yang lebih mengerikan dari kata br3ngsek, mungkin itu cocok di lontarkan pada sosok Rocky ini.
.
B Style Hotel
"Mama dan Kak Ira bisa istirahat disini satu malam. Besok kalian bisa kembali ke rumah," ucap Rocky memberikan kartu akses kamar ke tangan Ira.
"Ternyata memang keren hotel ini tidak hanya di internet, aslinya pun sungguh mewah pantas saja tenar. Lounge mu juga tenar di sosial media," Ira melihat sekeliling tanpa menatap Rocky yang sedang memberikan kartu akses di tangannya.
Mereka masih berdiri di tengah lobi bernuansa emas serta wewangian lembut yang masuk ke indera penciuman mereka.
"Apa kami bisa dapat layanan lebih? Layanan spesial sebagai keluarga direksi?"
Rocky menghembuskan napasnya berat, ia tahu sifat Ira sebagai wanita bergelar dokter itu selalu meributkan hal-hal kecil. Hal-hal yang tidak perlu, menjadi perlu validasi baginya.
Saat Rocky menggandeng paksa tangan kedua wanita itu menuju lift, sekilas dia melihat siluet Lena yang sedang berjalan berdampingan dengan Arga.
Ia berdehem. Picik sekali pikirannya untuk soal ini, tangannya terangkat memanggil staff yang berdiri di sudut resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya staff wanita itu.
"Saya mau bertemu Arga, bisa tolong panggilkan?"
Staff hotel itu mengangguk kemudian memegang alat komunikasi nirkabel nya untuk menghubungkan dirinya dengan Arga. Hanya dalam hitungan menit Arga dengan langkah sigap menghampiri Rocky— secara profesional sebagai seorang manager hotel yang melayani tamunya.
"Pastikan semuanya rapi untuk keluargaku. Mereka harus nyaman tanpa komplain," ucapnya singkat.
Arga mengangguk sopan, mendengarkan serius dan mencatat segala permintaan Rocky di otaknya. "Tentu, Pak Rocky. Kami akan siapkan layanan terbaik."
Rocky tersenyum tipis, lalu menoleh ke arah lift. Sejenak pandangannya berhenti pada sosok Lena yang melintas dari arah belakang menuju area lounge mereka. Wanita itu tampak buru-buru, mengenakan seragam hitam ketat dengan name tag kecil di dadanya.
Sesuatu dalam dirinya bergetar. Sudah lama sejak terakhir kali ia memperhatikan Lena dan sekarang, ketika Brigita sedang sibuk mengobrak-abrik masa lalu, kenapa tidak?
Tanpa pikir panjang, Rocky mengikuti langkah Lena. Namun, langkahnya terhenti karena tangannya di pegang erat oleh Arga.
"Saya mohon, jangan ganggu Lena," katanya.
"Ganggu, kamu pikir saya ini siapa? Dia itu bawahan saya sudah sewajarnya saya berkomunikasi dengannya untuk urusan pekerjaan!" pekik Rocky, matanya seketika melebar hampir saja emosinya tersulut.
Rocky menghempas kasar genggaman Arga, dan kembali berjalan cepat mengejar Lena. Bukan tidak berani hanya saja Arga tidak ingin membuat keributan di tempatnya bekerja.
“Lena,” panggilnya pelan namun tegas.
Lena menoleh, agak terkejut melihat sosok Rocky berdiri di belakangnya. Wajahnya kaku.
"Pak Rocky…" Ia langsung menunduk sopan. "Ada yang bisa saya bantu?"
Rocky melangkah mendekat, menurunkan suaranya. “Apa sekarang kamu selalu menjaga jarak seperti ini? Apa aku begitu menakutkan bagimu?”
Lena menegakkan bahunya. “Saya sedang bekerja, Pak.”
"Tapi dulu kamu tidak kaku seperti ini." Rocky menyandarkan tubuhnya di dinding, mengamati Lena seperti seekor kucing yang siap menerkam tikus yang lengah. “Aku tahu kamu masih mengingatnya.”
Lena menahan napas, menatap Rocky dengan tatapan takut dan ia menolah kanan kiri takut hal tersebut di dengar oleh orang lain. "Itu suatu kesalahan, Pak. Mohon tidak mengingatnya kembali!"
Rocky tertawa kecil. “Kamu lucu kalau berlagak cuek padahal kamu menikmati malam itu.”
Saat itu, suara pintu lounge terbuka. Beberapa tamu keluar dan di susul Titi di belakangnya. Menatap Rocky sinis tapi ia mengacuhkan Lena. Saat itu juga Lena merasa aneh dengan pandangan mereka berdua.
“Saya permisi," ucap Lena meninggalkan Rocky di sana.
.
Titi berjalan ke arah luar Lounge, sudut yang sepi dimana tidak banyak orang yang lalu lalang disana setelah mengantar tamunya keluar.
Rocky menyalakan rokok berdiri tidak jauh dari tempat Titi juga berdiri.
"Ada apa?"
"Cukup bermain-main dengan banyak wanita, kamu itu pimpinan disini sadar lah! Ada yang lebih penting dari sekedar wanita. Aku rasa Brigita mulai mencurigai apa yang kita lakukan?" jawab Titi lirih tanpa menoleh ke arah Rocky.
"Memangnya apa yang kita lakukan?" Rocky menyeringai.
Titi mengerutkan alisnya dan menolah. "Tentang kecurangan kita di lounge, bod0h!"
"JAGA UCAPANMU!" Rocky menekankan kalimatnya.
Mereka saling beradu pandang, bola mata mereka menyatu penuh amarah.
Rocky mematikan rokoknya, mengambil napas berat dan berkata. “Aku butuh kesenangan malam ini, jika kau tidak bisa memberikannya aku akan mencari kesenangan itu.”
Untuk pertama kalinya Titi merasa begitu kesal dengan sifat Rocky yang semakin hari tidak sepaham dengannya. “Asal jangan Lena.”
“Sejak kapan kau juga mengurusi mainanku?” jawabnya sinis. “Kau seharusnya tinggal diam menerima uang yang selama ini kita cari bersama!”
“Tapi jika kau terus membuat masalah dan kesalahan semuanya bisa hancur, apa napsumu itu membutakan caramu mencari uang?” suara Titi mulai meninggi.
“Tidak ada hubungannya antara seksualku dengan pekerjaan. Cerewet sekali kau ini!”
Tak lagi menjawab Rocky dengan langkah kesalnya masuk ke dalam lounge mencari Lena untuk ia terkam malam ini juga. Matanya sudah memerah menahan segala gejolak hasrat buruknya itu.
Seluruh lantai satu sudah di cari, tapi Lena tidak ada di sana. Ia naik ke lantai dua ruangannya juga tidak menemukan Lena.
“Arrgghh, sial! Kemana wanita itu!” teriaknya.
Rocky mengambil telepon di meja kantornya menekan angka 1 yang mana langsung terhubung ke operasional bawah.
Suara Sera mengangkat telepon tersebut. “Dengan Sera, Pak.”
Rocky menjawab. “Segeralah naik!” kemudian dia menutup telepon tersebut.
.
“Ada apa, Pak?”
“Lena mana?” tanyanya tanpa basa basi.
“Sedang di latih ke bagian dapur oleh Pak Zoel, apa perlu saya panggilkan?”
Rocky berdecak kesal, ia tahu jika memanggil Lena sekarang pasti Zoel akan curiga atau bahkan mengikutinya naik. Percuma saja!
Pandangannya masih tertunduk menahan kesal dan hasrat yang bergejolak menjadi satu di dalam tubuhnya. Ia mengusap wajahnya kasar.
“Sera, apakah kau mau mendengarkan ceritaku?” tiba-tiba saja Rocky menurunkan nada bicaranya sambil menengadahkan pandangannya menuju Sera.
Wanita berambut keriting itu mengangguk.
“Dulu, tidak ada satupun wanita yang menyukaiku karena takut denganku. Apa itu masih berlaku sampai sekarang menurutmu?”
Sera menggeleng. “Buktinya bapak sudah menikah jadi bisa dikatakan tidak.”
“Apa kau juga akan menyukaiku jika aku memberikanmu harapan agar bisa melakukan apapun padaku, kau bisa mencintaiku sepuasnya Sera.” Rocky berdiri dari kursinya menatap Sera lekat.
“Saya hanya butuh uang, Pak!” tegasnya.
“Dasar j4lang!”
rekomendasi dech...
dijamin penasaran dan gemesin..
sukses thor
geli banget celap celup gitu kali
eeuyuh...ogah banget🤑
gretet aku ☺️☺️