Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malu
Setelah masalah pagi ini sudah diurus oleh pihak yang berwenang, Refan mengajak Misha sarapan di luar. Adanya masalah tadi membuat mood Refan berantakan.
Kini mereka berdua berada didalam mobil dalam perjalanan mencari tempat makan. Keadaan jalan sedikit ramai, karena bertabrakan dengan jam anak sekolah dan orang bekerja.
"Mas, hari ini kan jadwal sidang pertamaku. Kalau suasana jalanan seperti ini, mending kita sarapannya di dekat Kantor PA saja."
Refan mengangguk. "Baiklah."
Yah, hari ini memang jadwal sidang antara Misha dan Rian. Awalnya Misha tidak ingin datang dan mempercayakan semuanya kepada Kevin. Tapi, dia ingat kalau Rian pernah bilang akan menuntut harta gono gini. Misha tidak mau nantinya persidangan berjalan alot. Dengan bekal bukti yang dia miliki, dia akan datang dan menghadapi Rian.
Tak terasa mereka sudah sampai disebuah rumah makan.
Refan dan Misha sarapan terlebih dahulu di warung makan tersebut.
Sementara di kontrakan Rian, Rian terlihat masih tertidur dengan pulas. Padahal sebentar lagi pukul 09.00 WIB. Dan itu tandanya sidang perceraiannya dengan Misha akan segera dimulai.
Semalam dia melayani beberapa pelanggan. Stamina Rian seakan terkuras karena pelanggannya begitu kuat. Bahkan dia lembur hingga dini hari dan itu membuat Rian merasa lelah dan mengantuk.
Satu jam kemudian, Tika membangunkan Rian karena sudah tidak tahan menahan lapar. Dia juga lelah mendengar ceramahan Dewi.
"Mas, Mas. Bangun. Aku lapar nih. Beliin makan dong."
Tika menepuk-nepuk bahu Rian karena posisi Rian tidur tengkurap.
Eughh,,
"Apa sih? Aku masih ngantuk, jangan ganggu." Jawab Rian masih dengan mata tertutup.
"Tapi, Mas. Aku itu lapar. Mana Mama ngomel terus sedari tadi. Ayolah Mas. Bangun. Belikan kita makanan." Tika mencoba membangunkan Rian dengan menggoyangkan tubuh Rian. Namun, hal tersebut membuat Rian menjadi emosi.
"Diam." Bentak Rian. Rian merubah posisi tidurnya dan menatap Tika dengan rasa emosi yang memuncak.
"Aku bilang aku masih ngantuk. Kalau kamu mau makan, sana ambil uang di kantong celana terus beli sendiri. Hus hus sana, aku mau tidur lagi." Rian mengusir Tika dan memperbaiki posisi tidurnya.
Sedang Tika merasa kesal dengan sikap Rian. Semakin kesini sikapnya mulai berubah.
Akhirnya Tika merogoh uang di saku celana Rian yang tergeletak di lantai.
'Awas saja kamu, Mas. Setelah ini. Aku akan pergi ninggalin kamu. Aku benar-benar lelah hidup denganmu. Semua tidak sesuai dengan ekspektasiku. Aku sekarang menyesal.' Gerutu Tika dalam hati.
Tika melangkah keluar kamar, duduk di sofa dan memilih memesan makanan melalui aplikasi. Dia
begitu malas untuk berjalan keluar.
*****
Sidang pertama telah selesai. Misha harus menunggu beberapa minggu lagi untuk menghadiri sidang ke dua. Dia tidak sabar menanti sidang keputusan.
Refan juga dengan setia mendampingi Misha.
Kevin sebagai pengacara Misha berjanji akan berusaha sepenuhnya agar Misha dapat berpisah dengan laki-laki tidak normal seperti Rian.
Mereka bertiga memutuskan untuk duduk di bangku taman samping Kantor PA.
"Bagaimana perasaanmu setelah sidang pertama ini?" Tanya Refan menatap Misha dengan begitu penasaran.
"Biasa saja, Mas. Hanya aku seperti orang yang benar-benar mempunyai seorang suami. Kalau ini Misha asli, pasti saat ini dia tidak mau bercerai dengan Rian." Jawab Misha.
"Apa Misha asli sebucin itu ya? Terus, apa Rian itu lupa kalau sekarang jadwal sidang pertama, kok tidak datang?"
Kini Kevin yang bergantian bertanya. Dia penasaran dengan Misha yang asli.
"Mungkin begitu."
Misha menopang dagunya dengan tatapan kosong.
"Beberapa hari ini, gue dilihatin potongan-potongan memori Misha. Kalau dari situ, Misha emang bucin banget. Dan gue merasa miris banget sama hidupnya."
Misha menghela nafas.
"Misha ini udah gak punya siapa-siapa. Seperti gue. Cuma nasibnya aja yang beda." Imbuh Misha.
Refan dan Kevin manggut-manggut.
"Kalau besok kamu sudah resmi bercerai dengan Rian. Boleh dong aku deketin kamu?" Goda Kevin.
Refan melirik Kevin tidak suka. Sementara Misha sendiri menatap Kevin dengan tatapan datar.
"Gak lucu. Gue udah anggap loe sebagai teman gue. Gue juga gak mau sama loe. Gue gak mau nanti dikit-dikit dikasusin. Secara loe kan pinter hukum, lah gue. Cuma kongkalikong doang."
Kevin meringis mendengar jawaban Misha. Dia mengusap tengkuknya yang terasa panas karena terkena sengatan sinar matahari.
"Hah, disini mulai panas nih. Gara-gara kamu nolak aku juga nih jadi aku kepanasan sekarang."
Plak!
Misha tiba-tiba memukul bahu Kevin.
"Jahil amat sih. Suka banget pukul-pukul. Baru juga ditolak eh sudah kena KDRT nih." Ucap Kevin berganti mengusap bahunya bekas pukulan Misha.
Refan yang tadinya kesal dengan Kevin akhirnya tertawa.
Kevin dan Misha menatap heran Refan yang tertawa sendiri.
Menyadari kalau dirinya tertawa sendiri, seketika Refan diam apalagi melihat Kevin dan Misha menatapnya datar, Refan langsung mengalihkan pandangannya dan merubah ekspresinya.
*****
Karena Refan mendadak mendapat panggilan dari Kantor, Misha memutuskan untuk pulang kerumahnya saja. Karena Refan tidak bisa mengantarnya, akhirnya dia diantar oleh Kevin karena klien Kevin searah dengan rumah Misha.
"Gimana kasus si Arum tadi?" Tanya Misha.
Kevin yang sedang menyetir menengok kearah Misha.
"Sudah teratasi. Kamu tenang saja. Dia mendapat hukuman penjara 5 tahun." Jawab Kevin.
Misha hanya ber Oh saja.
Tak lama mereka sampai di depan rumah Misha.
"Maturnuwun. Gak mampir dulu?"
"Aku buru-buru. Lagian takutnya nanti kamu merasa bosen kalau keseringan sama aku. Gak apalah cinta ditolak, asal temenan masih bisa."
Misha memutar bola matanya malas.
"Ya udah, gue turun ya. Sekali lagi makasih loh ya."
Kevin tersenyum mengangguk.
Misha turun sedangkan Kevin melanjutkan perjalanannya.
Dan disinilah dia sekarang. Di rumahnya sendiri, rumah warisan dari mendiang orang tua Misha.
Beberapa waktu lalu Misha sudah menyewa seseorang untuk membersihkan rumahnya. Jadi, sekarang Misha tidak perlu melakukan apa-apa karena rumahnya sudah bersih dan rapi.
Misha saat ini berada di kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya diatas kasur.
"Ah, nyamannya." Ucapnya.
Lama dia merebahkan tubuhnya, rasa kantuk tiba-tiba menyerang, matanya semakin lama semakin berat untuk terbuka. Dan akhirnya Misha tertidur.
Kebiasaan Misha selalu begitu.
Eugghh,,,
Misha membuka matanya.
"Loh, Mas Refan." Misha langsung bangun dan memposisikan dirinya untuk duduk. "Sejak kapan Mas Refan berada disini?" Misha terkejut kerena keberadaan Refan yang tiba-tiba duduk di samping dirinya tertidur.
"Sejak satu jam yang lalu."
'Hah??? Satu jam? Buset, ternyata gue tidur lama banget.' Batin Misha.
"Perasaan aku baru saja memejamkan mata, Mas. Ternyata sudah satu jam ya?"
Refan mengangguk.
"Aku tidak tega untuk membangunkanmu. Kamu kelihatan sangat lelah. Sudah sana kamu bersih-bersih dulu. Tuh ilermu kemana-mana?"
Sontak Misha melap wajahnya. Dia begitu malu karena Refan menyinggungnya. Dengan cepat dia beranjak dari kasur dan melangkah menuju toilet.
Misha menatap wajahnya melalui pantulan cermin dalam toilet. Dia memperhatikan wajahnya.
"Ih, Mas Refan sepertinya mau ngerjain gue deh. Mana ada gue ileran? Gue baru bangun aja kelihatan cantik begini kok. Asem bener nih gue beneran dikerjain. Dia tadi lihat wajah gue yang malu gak ya? Hihh, sebel gue." Gerutunya.
Sementara Refan tersenyum gemas. Padahal dirinya hanya bergurau. Tapi, melihat wajah Misha yang langsung berubah memerah dia menjadi gemas sekali.
Karena hari sudah semakin sore, Refan mengajak Misha untuk pulang ke rumahnya. Karena kalau lama-lama di rumah Misha, takutnya nanti menimbulkan fitnah dan warga akan curiga atau bahkan bisa menghakimi mereka berdua.
Refan tidak mau orang-orang menilai jelek Misha.