Kisah pernikahan paksa yang di alami oleh seorang gadis berusia 22 tahun dengan seorang laki-laki arogan yang di pilih ayahnya sebagai mempelai pria putrinya.
Sabrina, terpaksa menerima pernikahan ini demi menyelamatkan perusahaan milik ayahnya yang hampir bangkrut, dia harus merelakan dirinya sebagai alat balas budi kepada laki-laki yang telah bersedia membantu keluarganya.
Meskipun sang suami adalah laki-laki yang begitu tampan dan mapan, Sabrina kurang menyukainya. Sabrina memiliki karakter yang cenderung mudah mengeluh dan keras kepala, ia wanita yang tidak suka di atur dan bertindak sesukanya.
Di novel ini, kalian akan di buat kesal tujuh turunan sama si pemeran utama. HAHAHA
Selamat membaca, semoga suka ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan wanita idaman
"Hmm, maafkan saya, Tuan, saya hanya bermaksud membuat papa senang, jadi saya memanggil tuan seperti itu." Aku mencoba sejujur mungkin, karena ini memang tujuan awalku.
"Kau juga tidak ingin membuatku senang?"
"Hmm." Aku bingung harus menjawab apa.
"Coba katakan sekali lagi, panggil aku suamiku, begitu, cepat!"
"Malas!"
"Cepat, atau aku akan memakanmu hidup-hidup sekarang juga." Ancamannya membuatku sedikit takut.
"Baiklah, Suamiku, puas?"
"Aku suka." Dia tersenyum, lalu memiringkan tubuhnya mendekatiku.
Aku diam saja tidak menanggapi, lalu membelakanginya, aku tidak tahan melihat wajahnya terus menerus, bisa-bisa aku semakin terpesona dibuatnya.
Tiba-tiba langan kekarnya melingkar di perutku, gerakannya begitu lembut, tubuhku seperti di dekap oleh harimau jinak, mataku hanya melirik tangan yang sedang meremas kain tipis yang menempel di bagian perutku.
"Panggil aku dengan sebutan sayang," ucapnya lalu menyibak rambut bagian belakangku, dia menempelkan bibirnya di leherku.
"Tidak mau."
"Kenapa?"
Ya karena aku tidak menyayangimu, Tuan. Bodoh sekali.
"Apa karena kau tidak menyayangiku?" tanyanya sambil terus menciumi tengkuk leherku. Bagaimana bisa dia menebak pikiranku.
"Bisa jadi." Aku bergerak-gerak, badanku terasa risih dia melakukan aktifitas nakalnya ini.
"Aku akan membuatmu bukan hanya menyayangiku, bahkan jatuh cinta padaku dan memohon-mohon balasan cintaku."
"Untuk apa, bahkan pernikahan kita hanya di dasari atas belas kasihan tuan pada keluarga saya, untuk apa tuan membuat saya jatuh cinta dan mengemis kasih sayang pada tuan?" Aku mencoba mengendalikan hatiku, tidak sedikitpun aku berpikir untuk mendapatkan ketulusannya, karena aku benar-benar tau kalau semua yang dia lakukan hanya atas dasar kasihan pada keluargaku, dan pernikahan ini sebagai alat balas budi keluargaku padanya.
"Kau memang bukan tipe wanita idamanku."
"Benarkah?" Aku mencebik mendengar ucapannya.
"Tentu saja." Dia semakin mempererat pelukannya.
"Lalu untuk apa tuan menerima pernikahan ini?"
"Entahlah, yang penting kamu bukan gadis impian banyak lelaki" Enteng sekali dia menjawab, seperti tiada dosa yang melekat pada dirinya.
"Baiklah, mungkin karena saya ini jelek dan keriting, jadi saya bukan wanita idaman tuan"
"Kamu tidak jelek, Sabrina, hanya saja .... "
"Apa?"
"Kamu tidak cantik."
Apa? kenapa setiap kata-kata yang keluar dari mulutmu itu selalu menjengkelkan, Tuan. Benar-benar tidak berperasaan.
Ingin sekali rasanya aku membungkam wajah laki-laki yang sedang asik di punggungku ini dengan bantal sampai dia lupa bernafas, sungguh merepotkan hidup dengannya, baru satu minggu aku bersamanya tapi kewarasanku hampir hilang di buatnya.
Hening, laki-laki itu sudah tidak mengoceh yang tidak-tidak, hanya suara nafasnya saja yang terdengar nyaring di telingaku, bahkan dia masih menempelkan bibirnya di pundakku.
Beberapa menit kemudian pelukannya mulai mengendor, sepertinya dia benar-benar tertidur sambil memelukku, posisi seperti ini membuatku tidak leluasa untuk bergerak, tapi aku tidak berani membangunkannya untuk bergeser, akhirnya aku ikut tertidur dengan posisi yang tetap seperti ini.
...
"Selamat pagi," ucapnya membangunkanku, dia sudah selesai mandi dan terlihat sangat rapi mengenakan kemeja putih polos dengan celana hitam panjang.
"Jam berapa ini?" Aku terkejut melihat ke arah jendela kamar yang sudah menampakkan cahaya terang benderang.
"Jam delapan."
"Maaf saya bangun kesiangan, Tuan." Aku langsung duduk dan merapikan tempat tidur.
"Tidak apa-apa, sepertinya tidurmu sangat nyenyak karena semalaman penuh aku memelukmu," ucapnya sambil tersenyum melirikku.
"Saya harus ke butik hari ini."
"Aku akan mengantarkanmu."
"Tidak perlu, saya akan memesan taxi online saja."
"Jangan membantah."
Aku hanya pasrah, hari masih pagi, aku sedang tidak bertenaga meladeninya berdebat. Aku memutuskan untuk segera mandi sebelum matahari semakin merangkak naik.
...
Di meja makan, aku melihat tuan Arga dan tuan Joe sudah duduk manis menungguku sarapan bersama.
Kami bertiga sarapan bersama dengan santai, aku mulai terbiasa melayani tuan Arga dengan mengambilkannya segelas air putih sebelum makan dan meletakkan beberapa potong buah di piring kecil sebagai penutup.
Aku tidak tau di mana tuan Joe tinggal, tapi dia lebih sering datang ke sini pagi-pagi sekali dan menyempatkan sarapan bersama, namun jarang dia terlihat ikut makan malam di rumah ini.
"Joe, kau berangkat sendiri saja, aku harus mengantarkan Sabrina ke butik," ujar tuan Arga.
"Aku saja yang mengantarkannya, Boss," jawab tuan Joe.
"Kau tidak keberatan?"
"Tidak sama sekali," ucap tuan Joe sambil melahap sebuah pisang berukuran mini.
"Baiklah, terimakasih, Joe, kebetualan aku harus sampai di kantor lebih pagi, ada yang harus aku urus hari ini."
"Baiklah, Boss, tenang saja."
Usai sarapan, tuan Arga berangkat lebih dulu ke kantor, sedangkan aku masih sibuk mengemasi barang-barang yang harus ku bawa ke butik pagi ini, karena sudah seminggu lebih aku tidak kesana, jadi banyak sekali barang yang harus aku persiapkan.
Di depan pintu utama, sudah terlihat tuan Joe berdiri menyandarkan punggungnya di tiang besar sambil matanya fokus ke arah layar ponsel pintarnya.
"Aku sudah siap, Tuan."
"Ah, cantik." Dia memandangku dan berkata pelan, tapi telingaku masih sangat jelas mendengarnya.
"Apa?" Aku pura-pura.
"Tidak, tidak apa-apa, ayo berangkat," ucapnya sambil berjalan ke arah mobil mendahuluiku, sedangkan aku hanya berjalan mengikutinya.
"Silahkan." Dia membantuku membuka pintu mobil.
"Aku bisa sendiri, Tuan, jangan berlebihan."
"Hmm." Dia tidak menjawab, tetap menungguku masuk ke dalam mobil dan menutupnya.
Jalanan terlihat sudah ramai, kemacetan sudah menjadi hal yang lumrah ketika memasuki jalanan kota.
Jarak rumah tuan Arga dan butikku memakan waktu hampir setengah jam, namun terasa lebih dekat dari pada jarak dari rumahku sendiri.
Di sebuah lampu merah perempatan, pada deretan ruko-ruko berukurang sedang terlihat sebuah toko bunga yang sudah buka, di depannya berjejer rapi bunga-bunga hias yang mekar berbarengan.
"Tuan, bolehkah kita mampir ke toko bunga itu sebentar?"
"Untuk apa?"
"Tentu saja untuk membeli bunga, mana mungkin untuk membeli baju," ucapku sedikit ngegas, lagi pula pertanyaannya aneh, kalau mau ke toko bunga kan sudah pasti untuk membeli bunga.
"Baiklah." Dia cuek menjawabnya.
Aku turun dari mobil dan memilih beberapa bunga mawar hidup berukuran sedang, tidak lupa membeli beberapa pot bunga dan pupuk juga, sekalian untuk bunga-bungaku yang ada di butik.
"Kau suka mawar?" tanya tuan Joe memperhatikanku.
"Sangat."
"Kau suka warna apa?"
"Semua, tapi aku lebih suka warna putih."
"Ya, warna putih itu cantik, polos dan juga melambangkan ketulusan," ujarnya memandangku dengan tatapan aneh.
"Apa kau selalu memandang wanita dengan sorot mata tajam seperti itu, Tuan?" Aku mulai merasa aneh setiap kali dia memandangku, jadi aku memberanikan diri menegurnya.
"Tidak, hanya wanita-wanita tertentu saja yang menarik perhatianku."
"Ada-ada saja, berhentilah menatapku seperti itu, aku tidak suka!"
"Ini kan mataku, terserah dong."
"Percuma ngomong sama tembok!" Aku kesal, bergegas meninggalkannya lalu menuju kasir toko.
"Kau disini saja, aku yang akan membayar," ucapnya sambil menarik lenganku dan menghentikan langkah kakiku.
"Baiklah, terserah." Aku sedikit senang, karena aku jadi lebih berhemat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung ...
semoga suka, sama kayak novel othor yg lainnya,,,,
🥰🥰🥰🥰
.justru klo hamil nanti Arga JD makin sayang
.walopun mulutnya Kdng sesuka
hati nya ..kamu hidup dalam kemewahan kok