Putus karena tahu ternyata hanya dijadikan barang taruhan, bagaimana perasaan kalian? Itulah yang dialami oleh Candra. Mau marah, tapi tidak bisa. Tertekan? Tentu saja, karena tidak bisa meluapkan semua emosinya. Penyebab dari semua ini adalah Arjuno, seorang cowok laknat yang hobinya taruhan.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkan luka di hati Candra. Berbagai macam cara dia lakukan demi terlepas dari bayang-bayang Juno. Hingga akhirnya memutuskan terbang ke Paris. Namun ternyata semuanya sia-sia.
Apa yang membuat semua perjuangan Candra sia-sia? Lalu bagaimana kisah Candra ini berlanjut? Akankah Candra menemukan seseorang yang benar-benar mampu menyembuhkannya?
"Jodoh nggak usah dicari, nanti juga datang sendiri." Quotes by Candra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Fujiwara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjenguk Calon Mertua
Juno tersenyum mengingat bagaimana kemarin Candra sudah membuat keputusan. Pria itu sangat puas dengan jawaban dari Candra. Kini Juno akan benar- benar membuktikannya pada Candra, selama ini dia sudah mati- matian mempertahankan wanita itu. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas meja. Juno berniat menelpon seseorang.
“Halo? Temui gue di Mentari sekarang!” perintah Juno begitu sambungan telepon itu terjawab. Lalu pria itu langsung memutus panggilan secara sepihak tanpa memberi kesempatan pada seseorang di seberang sana untuk menjawab.
Juno segera bersiap, dia menyambar jasnya dan keluar dari ruangannya. Di depan pintu Juno dicegat oleh salah satu sekretarisnya yang sepertinya hendak memberikan sebuah berkas.
“Taruh di meja gue. Gue ada urusan penting,” ucap Juno sambil berlalu. Sementara sekretaris Juno hanya mengelus dada.
Beberapa menit kemudian, Juno sampai di Mentari. Pandangannya menatap sekitar mencari orang yang tadi di teleponnya. Mata tajamnya menemukan sosok itu duduk di salah satu meja. Tungkai Juno pun melangkah menghampiri sosok itu.
“Gue nggak mau basa- basi,” ucap Juno setelah dia duduk.
Nayla yang daritadi menunduk, kini mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah lawan bicaranya. Juno mengernyit melihat wajah Nayla, ada beberapa lebam di wajah itu.
“Muka lo kenapa?” tanya Juno. Nayla tidak menjawab, malah kembali menundukkan kepalanya. “Ah, sepupu lo.”
“Kak Juno mau bicara apa?” tanya Nayla.
“Ayo, akhiri semuanya,” ujar Juno menyandarkan punggungnya dan tatapannya menatap lurus pada Nayla, ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu.
Nayla menggeleng dengan wajah yang ketakutan. “Jangan, Kak! Nayla nggak ma…”
“Gue yang akan tanggung jawab. Lo mau bebas, kan? Gue bisa kabulin permintaan lo. Juga lo bisa pegi sama pacar lo itu tanpa ada bayang- bayang sepupu lo.”
Ada keraguan di wajah Nayla. Saat ini sudah tidak ada lagi yang bisa Nayla percaya, dia takut jika nantinya orang- orang itu kembali mengkhianatinya.
“Untuk sementara lo ke luar negeri dulu. Tenang, gue jamin semua kebutuhan yang lo perluin. Sampai lo bisa berdiri di atas kaki lo sendiri,” tutur Juno. “Lo bisa berangkat besok. Orang suruhan gue yang akan urus semua. Inget, saat ini gue bukan kasih pilihan. Tapi perintah.”
...👠👠👠...
Juno tersenyum miring setelah keluar dari Mentari, dia memperbaiki dasinya yang sedikit miring. Lalu segera memasuki mobilnya dan pergi dari sana. Tujuan selanjutnya, yaitu menemui sang pujaan hati. Namun sebelumnya Juno mampir terlebih dulu ke sebuah toko membeli sesuatu untuk Candra. Kemudian pria itu segera menuju studio Candra. Beberapa menit kemudian, Juno sampai di studio pujaan hatinya. Namun sebuah kernyitan di dahi muncul tatkala tidak melihat ada motor Candra terparkir di depan.
“Candra mana?” tanya Juno begitu dia masuk ke dalam.
“Astaga! Kaget gue!” kaget Nisa.
“Candra mana?” tanya Juno lagi tidak menghiraukan Nisa.
“Nggak ada di sini. Dia lagi anterin Papanya ke rumah sakit,” jawab Ifi masih melanjutkan aktivitasnya.
“Rumah sakit?” tanya Juno lirih, lalu tangannya merogoh saku celana hendak menghubungi Candra.
“Percuma lo telepon dia. Dari semalem nggak aktif nomernya,” ujar Ifi.
“Dimana rumah sakitnya?” tanya Juno.
“Rumah sakit Sumber Waras,” jawab Nisa.
Setelah mengucapkan terima kasih, Juno kembali melangkah menghampiri mobilnya. Namun tiba- tiba langkahnya terhenti, dia melihat barang yang sedang dipegangnya. Juno berbalik.
“Buat kalian,” kata Juno memberikan barang itu pada Ifi dan segera berlalu.
Sedangkan Ifi dan Nisa saling pandang, lalu menatap kotak kue di tangan Ifi. “Dia kesurupan, ya?”
Di lain tempat, Candra sedang duduk di depan ruang rawat Pak Haris. Semalam Pak Haris mengalami kecelakaan ketika dalam perjalanan pulang dari bekerja. Tentu setelah mendengar kabar itu, Candra dan Bu Maya panik.
Sesampainya di rumah sakit, Pak Haris sedang menjalani operasi. Hingga kini sang Papa masih belum sadarkan diri. Candra menutup wajahnya, sejak semalam dia sudah lelah menangis. Sebuah tepukan pelan di bahunya membuat Candra terkejut. Wanita itu mendongak, seketika matanya membulat melihat siapa yang kini berdiri di depannya.
“Lo ngapain di sini?” tanya Candra masih dengan ekspresi terkejutnya.
“Mau jenguk Papa mertua,” jawab Juno tersenyum, pria itu duduk di samping Candra. “Bagaimana keadaannya?”
Air mata Candra kembali mengalir alih- alih dia menjawab pertanyaan Juno. Melihat hal itu Juno membawa Candra ke dalam pelukannya, berusaha menenangkan wanita itu. Sementara Candra tidak meronta, dia memang sedang membutuhkan sebuah pelukan saat ini. Tangan Candra mencengkeram kemeja Juno, dia menangis dalam dekapan Juno.
Setelah sedikit tenang, Candra melepas pelukannya. Merasa tidak enak juga pada perawat atau dokter yang lewat memperhatikan mereka tadi. Juno menatap wajah Candra yang hidungnya memerah. Jarinya terulur untuk menyeka sisa- sisa air mata di pipi wanita itu.
“Candra! Papa bangun,” kata Bu Maya tiba- tiba. “Lho? Ada Juno?”
Candra dan Juno langsung masuk ke dalam kamar rawat Pak Haris. Tidak lama kemudian tim dokter masuk setelah Bu Maya memanggil mereka. Tim dokter memeriksa keadaan Pak Haris.
“Pak Haris sudah melewati masa kritisnya, untuk sekarang akan selalu kami pantau perkembangannya,” jelas sang dokter.
“Terima kasih, Dok,” ucap Bu Maya.
Setelah dokter itu meninggalkan kamar rawat Pak Haris. Candra berjalan mendekati Pak Haris, dibelakangnya Juno juga mengikuti langkah Candra.
“Kamu nangis?” tanya Pak Haris melihat mata sang putri merah.
“Nggak,” jawab Candra bohong.
Pak Haris ingin menyanggah jawaban Candra, tapi matanya melihat keberadaan seseorang yang berdiri di belakang putrinya itu. Dahinya sedikit berkerut, karena tidak mengenali sosok itu.
“Dia siapa?” tanya Pak Haris.
“Saya Juno, Om. Calon menantu Om dan Tante,” jawab Juno maju selangkah.
Candra menoleh menatap Juno, matanya memelotot ngeri. Bisa- bisanya di saat seperti ini Juno mengenalkan dirinya sebagai calon menantu.
Pak Haris terdiam, beliau memang belum pernah bertemu dengan Juno ketika pria itu masih menjalin hubungan dengan Candra. Ketika itu Pak Haris masih aktif di militer sehingga jarang sekali pulang. Bu Maya menghampiri sang suami, lalu menjelaskan kronologinya. Sedangkan Candra ternganga mendengar penjelasan Bu Maya yang berisi hoax.
“Jadi gitu, Pa. Sekarang ini mereka sudah CLBK,” tutup Bu Maya setelah berhasil menyebarkan hoax.
“Kita nggak pacaran,” ucap Candra berusaha terus menyanggah.
“Iya, Om. Kita nggak pacaran. Tapi saya berniat menikahi putri Om,” tambah Juno.
“Heh!”
Candra benar- benar ingin memukul Juno saat ini juga. Sementara Pak Haris dan Bu Maya saling pandang, beliau terkekeh melihat sikap tegap Juno yang bagaikan sedang menghadap atasan ketika di militer. Namun percaya atau tidak, diam- diam keringat bercucuran di dahi Juno.
...🥊🥊🥊...
Tertanda: Otor bafer ☺☺☺
Betewe CLBK itu adalah Cinta Lama Belom Kelar 😗😗😗