Ketika Li Yun terbangun, ia mendapati dirinya berada di dunia kultivator timur — dunia penuh dewa, iblis, dan kekuatan tak terbayangkan.
Sayangnya, tidak seperti para tokoh transmigrasi lain, ia tidak memiliki sistem, tidak bisa berkultivasi, dan tidak punya akar spiritual.
Di dunia yang memuja kekuatan, ia hanyalah sampah tanpa masa depan.
Namun tanpa ia sadari, setiap langkah kecilnya, setiap goresan kuas, dan setiap masakannya…
menggetarkan langit, menundukkan para dewa, dan mengguncang seluruh alam semesta.
Dia berpikir dirinya lemah—
padahal seluruh dunia bergetar hanya karena napasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 – Tamu Misterius dan Kesalahpahaman Fatal
Angin malam berhembus lembut di antara pepohonan hutan. Cahaya bulan menetes pelan, menyinari kediaman sederhana Li Yun—tempat yang dari jauh tampak seperti rumah biasa, namun bagi mereka yang peka… bukan, bahkan bagi mereka yang melampaui langit, tempat itu tidak bisa dianggap biasa.
Xiao Zhen tiba di depan gerbang kayu itu seperti meteor yang kehilangan arah. Kakinya mendarat dengan lembut, namun tubuhnya masih sedikit bergetar oleh sisa keheranan dari perjalanan yang barusan ia lakukan.
“Bau ini… benar-benar berasal dari sini?”
Ia menunduk, mencium udara lagi seperti anjing pemburu kelas immortal. Matanya menyipit.
“Tidak salah lagi. Dari sini. Tapi… kenapa ada kediaman di tengah hutan belantara seperti ini? Tidak ada qi formasi, tidak ada kunci realm, tidak ada penjaga…”
Garis di antara alisnya menajam.
“…tapi justru itu mencurigakan.”
Xiao Zhen mengulurkan Qi untuk mencoba melihat struktur dalam rumah itu—sekadar memeriksa apakah ada bahaya. Namun sesaat kemudian—
BLAK!
“Ku—!”
Tubuhnya tersentak. Wajahnya memucat. Segera setelah Qi-nya menyentuh gerbang kediaman, sesuatu seperti dinding Dao muncul dan menampar balik energi miliknya seakan menolak makhluk rendahan.
Dalam sekejap, darah segar memenuhi mulutnya.
“Ghuakh!!”
Ia batuk darah, lututnya hampir lemas. Xiao Zhen cepat-cepat mengusap sudut bibirnya dan memeriksa Qi-nya. Tidak rusak, tapi terpukul mundur seperti anak ayam yang mencoba melawan naga.
“Gila… apa apaan itu…”
Ia menelan ludah.
“Qi-ku… diblokir begitu saja? Dengan santai? Bahkan tanpa peringatan?”
Xiao Zhen membeku. Situasi ini buruk. Sangat buruk.
“Tidak mungkin… tidak mungkin! Bahkan formasi tingkat immortal tertinggi pun tidak bisa memantulkan Qi milikku tanpa reaksi.”
Suaranya getar.
“Kalau begitu… rumah ini… bukan hanya rumah.”
Matanya jatuh pada papan kayu kecil tergantung di gerbang.
Kediaman Li.
Sesaat Xiao Zhen mengulang dalam hati.
Li…?
Kemudian seolah setiap huruf itu berubah menjadi monolit Dao tak terhingga, menekan batinnya, memaksanya bersikap sopan. Xiao Zhen terdiam, tubuhnya merinding, napas menegang.
“Sajak Dao pun… tidak sanggup membuatku tertekan seperti ini…” gumamnya lirih. “Namanya saja sudah seperti petuah langit… bagaimana dengan orangnya?”
Butiran keringat turun dari pelipisnya. Ia mengusap wajahnya.
“Xiao Zhen… apa kau benar-benar mau mencari masalah dengan sosok seperti ini? Hah? Hanya karena… aroma anggur?”
Dia menunduk, menatap tanah, lalu menatap langit—retakan besar di atas sana masih menganga, menunggu untuk diperbaiki. Ia menatapnya sebentar, lalu menoleh ke arah aroma anggur yang memanggil-manggil.
“…”
Lalu ia mengutuk dirinya sendiri dalam hati.
“Bodo amat sama retakan langit,” bisiknya lirih namun tegas. “Baunya terlalu menggoda.”
Akhirnya ia menghela napas panjang.
“Aku… aku harus bertamu dengan cara sopan. Paling tidak, aku harus mencoba. Kalau dia marah… yah, aku mati. Tapi setidaknya sepadan..”
Lalu dengan keberanian setipis kertas, ia mengetuk gerbang.
Di dalam kediaman Li Yun
Li Yun sedang menuang anggur hasil fermentasi dari barrel ke botol porselen putih. Setiap tetes memancarkan aroma harum yang membuat dunia seolah bergetar. Setelah selesai, ia duduk santai di halaman, menuang sedikit ke gelas, memutarnya pelan seperti sommelier profesional.
Xiao Bao muncul dengan mata berbinar.
“Papa… boleh minta itu?”
Li Yun menahan tawa.
“Anak kecil tidak boleh minum alkohol.”
Xiao Bao langsung cemberut.
Li Yun mengusap kepalanya lembut.
“Besok papa belikan manisan.”
Seketika wajah Xiao Bao cerah seperti mentari. Ia melompat kecil lalu kembali bermain dengan Baal yang sudah stres dari tadi.
Sementara itu, anggur itu menyentuh lidah Li Yun.
“Ahh… nikmat.”
Ia menatap gelas itu.
“Tapi kenapa ada sedikit rasa tanah…?”
Baal, Naga Air, dan Pohon Nirvana sekaligus: MENEGANG!
Mata mereka terbelalak. Mereka saling tatap.
Li Yun: mengangkat bahu santai
“Mungkin barrel-nya kurang bersih.”
Sebelum ketiga makhluk itu sempat pingsan karena stres, terdengar suara—
Tok tok tok
“Hm?” Li Yun mengangkat alis.
“Siapa malam-malam begini? Mu Qinglan lagi? Duh, kupikir aku bisa hidup tenang…”
Ia berdiri, membuka gerbang.
Saat pintu terbuka, Li Yun terdiam.
Di hadapannya berdiri seorang pria dengan pakaian lusuh, topi jerami basah, wajah berantakan, dan pedang tua tergantung di punggung. Seperti pemulung yang tersesat.
Li Yun:
“…uh?”
Dalam hati:
Anjir? Pemulung kultivator? Atau… pengembara mabuk?
Sementara Xiao Zhen menatap Li Yun dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Tidak ada fluktuasi qi. Tidak ada aura. Tidak ada akar spiritual.
Mustahil… tidak mungkin… ini pasti penyamaran tertinggi. Tuan agung yang menghapus semua jejak kekuatannya…
Li Yun: “Pak? Anda baik-baik saja?”
Xiao Zhen tersentak dari pikiran liar.
“Ah! Iya! Maaf telah mengganggu… apakah Anda pemilik kediaman ini?”
“Iya, ini rumahku. Ada apa?”
Xiao Zhen langsung panik.
Sial apa yang harus kukatakan!? Aku tidak bisa bilang aku mengikuti aroma alkohol!! Itu tidak sopan!! Nanti dikira aku tidak beradab!
Ia meremas kedua tangannya gelisah. Napasnya pendek. Wajahnya memerah.
Li Yun memperhatikannya.
“…pak?”
Li Yun menyipit.
“Bapak lagi kebelet?”
XIAO ZHEN:
“…….APA??”
Li Yun:
“Tenang saja pak, kalau butuh toilet bilang saja. Perjalanan panjang pasti berat menahan.”
Xiao Zhen:
“…..”
Dalam hati:
Apa… ini… ujian? Apakah tuan ini menyuruhku… membersihkan pikiran dari kotoran duniawi?
Li Yun: “Bapak mau masuk? Toiletnya di dalam.”
Xiao Zhen otomatis mengangguk dengan ekspresi ‘aku mengerti pesanmu wahai tuan agung’.
“Terima kasih… aku sangat menghargai bimbinganmu.”
Li Yun:
Bimbingan? Astaga orang ini stres banget hidup di hutan ya…
Xiao Zhen masuk dengan langkah mantap. Li Yun menunjuk bilik kecil.
“Itu toiletnya. Pakai saja, tapi siram ya.”
Xiao Zhen menatap toilet itu seperti seorang murid menerima teknik kultivasi kuno.
“…aku akan mengingat ini seumur hidup.”
Ia menunduk hormat lalu masuk…
Mengunci pintu.
Li Yun memandangnya dengan iba.
“Kasihan sekali dia… pasti trauma buang air di hutan.”
Xiao Bao menarik ujung baju Li Yun.
“Papa… orang itu siapa?”
Li Yun tersenyum lembut.
“Hanya seorang pria yang mencari jati dirinya.”
Xiao Bao berkedip bingung.
Xiao Zhen duduk di toilet, memandang dinding.
“…apa… maksud dari ini?”
Ia menghela napas panjang.
“Membersihkan diri dari kotoran dunia…” gumamnya dengan sungguh-sungguh. “Tuan… kau benar-benar luas hati dan mendalam.”
Ia menatap gayung di sebelahnya.
“…bahkan alatnya pun penuh makna.”
Lalu ia benar-benar mulai meditasi di atas toilet.
Li Yun: “Astaga lama banget…”
Lima menit.
Sepuluh menit.
Lima belas menit.
Li Yun menghela napas.
“…astaga, dia sembelit parah ya?”
Baal nyaris pingsan menahan tawa.
Xiao Bao berkata pelan, "Sepertinya paman itu lagi berkultivasi
Li Yun terkekeh, “Kultivasi apaan di toilet?”
Pohon Nirvana gemetar karena tidak boleh tertawa keras.
Setelah beberapa lama. Pintu toilet terbuka perlahan. Xiao Zhen keluar dengan langkah ringan, wajah berseri-seri.
Ia merasa tercerahkan.
Lebih tenang.
Lebih bijaksana.
“Tuan… terima kasih banyak atas pengajaran barusan…”
Li Yun garuk kepala.
“Hah? Oh… iya, sama-sama. Lega ya?”
Xiao Zhen menunduk khidmat.
“Sangat… sangat… lega.”
Li Yun:
“…syukurlah.”
Keduanya duduk di halaman.
Xiao Zhen menatap gelas anggur porselen di tangan Li Yun. Matanya langsung berbinar.
Ia menelan ludah.
“Maaf… apakah boleh… aku bertanya… apa aroma yang tadi menyebar sampai langit itu… berasal dari anggur ini?”
Li Yun tersentak.
“Hah? Masa sampai langit? Itu lebay banget pak…”
Tiga makhluk suci di belakang:
TIDAK, ITU TIDAK LEBAY!!
Xiao Zhen mengangguk cepat.
“Betul… aromanya… menembus jiwa. Seolah memanggil langit.”
Li Yun tertawa kecil.
“Ah kau melebih-lebihkan. Ini cuma anggur rumahan. Rasanya juga agak gimana gitu… kayak ada tanah.”
Xiao Zhen membatu.
“…rasa tanah…? Tidak… tidak… itu pasti… cita rasa primordial…”
Li Yun:
“Hah?”
Xiao Zhen:
“Tuan… bolehkah aku… mencicipi sedikit saja?”
Li Yun mengangkat alis.
Hmm… mukanya kasihan sih. Ya udahlah.
“Tentu. Sebentar aku ambilkan gelas.”
Xiao Zhen menelan ludah seperti akan menerima harta karun dunia.
Saat gelas kecil berisi anggur itu mendekat ke bibirnya…
Dunia berhenti.
Aroma itu meledak, bukan hanya di hidung, tapi di dalam jiwanya.
Cahaya seperti bintang-bintang Dao berpendar.
Kakinya gemetar.
Tubuhnya seolah ditarik naik ke alam lain.
Dalam hati:
AKU… AKU TERANGKAT…!
Ia minum seteguk.
Dan…
BRUGHH!!
Aura Dao-nya meledak dalam diam.
Qi-nya berputar gila-gilaan.
Retakan realm yang ia coba tembus selama seribu tahun—terbuka begitu saja.
Xiao Zhen:
“….”
Li Yun:
“…pak? Kok bengong?”
Xiao Zhen meneteskan air mata.
Tuan… ini bukan anggur. Ini… keajaiban langit.
Lalu ia menatap Li Yun, penuh hormat, penuh rasa terima kasih.
“Tuan… izinkan aku… menjadi pelayan yang membersihkan halamanmu…”
Li Yun tersedak.
“Hah!? Kenapa jadi bersih-bersih!?”
“Mohon… izinkan aku membalas kebaikanmu!”
Li Yun mundur.
“Tidak! Tidak perlu! Duduk saja!”
Xiao Zhen:
“Tuan… aku bersumpah akan melayani—”
“UDUDUD—udah duduk dulu!!”