NovelToon NovelToon
The Killer

The Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Pembaca Pikiran / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Novianti

Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 29

Lin Hua menatap Pangeran Han Yuan dengan sorot mata sedingin es. Di bawah remang cahaya lentera yang menggantung di sekitar kolam air panas, wajah pangeran itu semakin mendekat, aroma ginseng dan sedikit musk menyeruak memenuhi indra penciumannya. Hampir saja bibir pria itu menyentuh bibirnya, namun Lin Hua dengan sigap memalingkan wajah, menghindari ciuman tersebut. Dengan gerakan anggun namun tegas, ia bangkit dari pelukan Pangeran Han Yuan, meninggalkan kehangatan yang tadi sempat menjalar di tubuhnya.

Tak lagi mempedulikan kain sutra tipis yang kini melekat erat, menampakkan siluet tubuhnya yang menggoda, Lin Hua melangkah keluar dari kolam air panas. Uap mengepul lembut di sekelilingnya, menciptakan efek dramatis saat ia berkata dengan nada datar, "Minatku lenyap seketika." Kata-kata itu terlontar setelah ia mengetahui cara untuk mendapatkan sihir yang selama ini ia cari.

Pangeran Han Yuan mengikuti setiap gerakan Lin Hua dengan tatapan penuh minat. Telinganya sedikit memerah saat tanpa sengaja menangkap lekuk tubuh wanita itu yang begitu sempurna. Mungkin berkat latihan dan disiplin tinggi sebagai pemimpin organisasi Lotus, tubuh Lin Hua terbentuk dengan indah.

"Ah, kau meninggalkanku begitu saja? Sungguh tak kusangka, pemimpin organisasi Lotus ternyata tidak bertanggung jawab," ujar Pangeran Han Yuan, mencoba mengalihkan suasana dengan nada sedikit menggoda.

Lin Hua, yang kini telah mengenakan jubah mandinya, berbalik menghadap sang pangeran. Ia menatap Pangeran Han Yuan yang masih berendam di kolam air panas dengan sebelah alis terangkat. "Apakah kau hamil?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya, tanpa tedeng aling-aling.

Pangeran Han Yuan mengerutkan kening, ekspresinya menunjukkan ketidakmengertian. "Laki-laki mana yang bisa hamil?" jawabnya dengan nada heran.

Lin Hua mendelik sinis. "Jika kau tidak hamil, lalu untuk apa aku harus bertanggung jawab?" balasnya acuh tak acuh, lalu bersiap untuk berbalik.

"Tapi kau sudah menyentuh tubuh nagaku, Nona Wei. Bukankah seharusnya kau bertanggung jawab?" Pangeran Han Yuan berseru, tak ingin kalah dalam percakapan itu.

Mata Lin Hua menyipit, menatap pangeran dengan tatapan mengejek. "Seharusnya di sini akulah yang merasa dirugikan. Kau datang ke paviliunku tanpa izin, lalu mengintipku saat sedang mandi. Jika ada orang lain yang melihat, reputasiku akan hancur dan aku akan kesulitan mendapatkan suami di masa depan."

Mendengar ucapan Lin Hua, Pangeran Han Yuan bangkit dari kolam air panas. Lin Hua dengan cepat mengalihkan pandangannya, menghindari pemandangan yang bisa membuat wanita manapun terpesona. Pangeran Han Yuan tersenyum tipis saat melihat telinga Lin Hua yang memerah. Dengan langkah ringan, pria itu naik ke permukaan kolam dan meraih jubahnya.

"Baiklah, kalau begitu aku akan bertanggung jawab padamu. Aku akan menikahimu," ujar Pangeran Han Yuan dengan nada tenang, sebelum tiba-tiba menghilang dalam pusaran kabut tipis, meninggalkan Lin Hua yang tertegun seorang diri.

"Sialan! Baru bertemu beberapa kali, ternyata dia tidak seperti yang digosipkan selama ini," umpat Lin Hua geram, seraya mengusap rambutnya yang masih basah.

Dengan langkah cepat, wanita itu meninggalkan paviliun kolam air panas dan bergegas menuju kamarnya. Cahaya matahari siang mulai menyusup melalui celah-celah jendela, menerangi ruangan yang didominasi warna putih dan emas itu. Tidak ada pelayan wanita yang membantunya bersiap, semua kebutuhan pribadinya ia urus sendiri. Lin Hua memang lebih suka kemandirian.

Lin Hua tidak terlalu menyukai hiasan rambut yang berlebihan. Ia hanya memilih sebuah tusuk konde sederhana berhiaskan batu giok putih untuk mempercantik rambutnya yang hitam legam. Sentuhan minimalis itu sudah cukup untuk menonjolkan kecantikannya yang alami.

Tepat saat ia selesai menata rambut, suara ketukan lembut terdengar dari balik pintu. Lin Hua segera bangkit dari kursi rias dan membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Shen Jian?" tanyanya dengan nada ramah.

"Hari sudah siang, Nona. Saya sudah menyiapkan makanan untuk Anda," jawab Shen Jian dengan senyum sopan. Pria itu kemudian membawa masuk nampan berisi hidangan yang tampak menggugah selera ke dalam kamar Lin Hua. Aroma harum langsung memenuhi ruangan.

Shen Jian dengan cekatan menata hidangan di atas meja. Lin Hua memperhatikan gerakannya dengan seksama. "Istrimu sangat beruntung memiliki pria yang pandai memasak seperti dirimu," puji Lin Hua tulus.

Wajah Shen Jian sedikit memerah mendengar pujian dari sang nona. "Terima kasih atas pujiannya, Nona. Putri saya sangat menyukai resep minuman yang Anda ajarkan pada saya," ujarnya dengan nada bangga.

"Baguslah kalau dia sudah bisa membuatnya sendiri," sahut Lin Hua dengan senyum tipis.

Shen Jian dan beberapa anak buahnya sudah hafal betul dengan makanan kesukaan Lin Hua. Mereka selalu berusaha menyajikan hidangan yang mereka masak sendiri, sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Lin Hua. Meskipun makanan itu terkadang terlihat aneh di mata mereka, namun rasanya selalu luar biasa enak. Lin Hua memang sengaja membuat hidangan-hidangan modern yang mudah diterima oleh lidah dan perutnya, membawakan sedikit cita rasa dari dunia asalnya ke dunia yang kini ia tinggali.

. . .

"Kakak, kenapa Kakak tidak pergi ke akademi hari ini?" tanya Lin Hua, menghampiri Liu Han yang sedang asyik membaca buku di ruang baca. Sinar matahari siang yang masuk melalui jendela besar menerangi wajah Liu Han, menampakkan ketenangan yang selalu terpancar dari dirinya.

"Aku dan Yuan'er mengambil libur hari ini. Kami ingin menemanimu jalan-jalan," jawab Liu Han, sambil tersenyum lembut.

Mata Lin Hua berbinar mendengar jawaban kakaknya. "Benarkah?" tanyanya dengan nada riang. Senyumnya merekah sempurna, menampakkan lesung pipi yang dalam di pipinya.

"Tentu saja. Ayo, kita pergi sekarang," ajak Liu Han, menutup buku yang sedang dibacanya dan meletakkannya di atas meja.

"Ah, tapi tunggu sebentar. Aku harus pergi ke bengkel Ayah sebentar. Kalian tunggu saja di depan, aku tidak akan lama," ujar Lin Hua dengan nada bersemangat. Tanpa menunggu jawaban dari kakaknya, ia berlari keluar dari ruang baca, meninggalkan Liu Han yang tersenyum geli melihat tingkah adiknya.

Bengkel sang Ayah terletak tidak jauh dari rumah mereka. Bangunan itu cukup besar dan kokoh, dikelilingi oleh benteng tinggi untuk meredam kebisingan yang dihasilkan di dalamnya agar tidak mengganggu ketenangan lingkungan sekitar. Suara dentingan palu dan percikan api sudah terdengar bahkan sebelum Lin Hua memasuki gerbang bengkel.

"Ayah," panggil Lin Hua, menghampiri sang Ayah yang terlihat sibuk membantu para pekerja menempa pedang. Keringat membasahi pelipisnya, namun semangatnya tak terlihat surut.

"Tunggu di sana, Lin Hua. Jangan mendekat," seru sang Ayah tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya. Nada suaranya tegas, namun tersirat nada khawatir di dalamnya.

Lin Hua menghentikan langkahnya, menuruti perintah Ayahnya. Ia berdiri di ambang pintu bengkel, merasakan gelombang panas yang memancar dari tungku pembakaran. Udara di dalam bengkel dipenuhi bau besi panas, arang, dan sedikit minyak. Percikan api beterbangan setiap kali palu besar menghantam bilah pedang yang membara, menciptakan simfoni dentingan logam yang khas. Para pekerja terlihat fokus, otot-otot mereka menegang di bawah cahaya oranye kemerahan.

"Ayah, aku hanya ingin mengambil sesuatu," kata Lin Hua, sedikit meninggikan suaranya agar terdengar di tengah hiruk pikuk bengkel. Ia menunjuk ke sebuah ruangan di ujung bengkel, pintunya dihiasi dengan kaligrafi indah yang bertuliskan namanya. Ruangan itu adalah ruang kerjanya, tempat pribadinya, tempat ia merancang dan membuat senjata-senjata unik miliknya.

Sang Ayah, dengan wajah berlumuran jelaga dan keringat yang mengkilap di bawah cahaya tungku, akhirnya menoleh. Sorot matanya melembut saat melihat putrinya. Ia mengangguk singkat, memberi isyarat agar Lin Hua berhati-hati. "Ambillah, tapi tetap waspada. Jangan sampai terkena panasnya bara."

Lin Hua berjalan dengan langkah ringan di antara para pandai besi yang sibuk. Aroma besi panas dan arang menusuk hidungnya, namun ia sudah terbiasa dengan bau khas bengkel ini. Matanya menyapu sekeliling, mengagumi keahlian dan ketekunan para pekerja yang dengan sabar menempa logam menjadi berbagai bentuk. Ia tiba di depan ruangannya, membuka pintu dengan hati-hati, dan masuk ke dalam.

Di dalam, ruangan itu jauh lebih tenang dan rapi. Berbeda dengan suasana bengkel yang berantakan, ruang kerja Lin Hua tertata dengan apik. Ia menghampiri sebuah meja kerja yang dipenuhi dengan berbagai perkakas dan bahan-bahan. Di atas meja, terdapat sebuah kotak kayu kecil yang terukir indah dengan motif bunga plum. Lin Hua membuka kotak itu, memperlihatkan isinya, beberapa set perhiasan clover yang dibuat dengan tangannya sendiri, terbuat dari emas murni yang berkilauan dan dihiasi dengan ruby merah yang memancarkan cahaya mewah.

"Sudah selesai, Ayah," lapor Lin Hua setelah mengamankan kotak itu.

Ayahnya mengusap peluh di dahinya dengan punggung tangan. "Bagus. Sekarang pergilah, jangan sampai mengganggu perjalananmu. Hati-hati di jalan." Ada nada kehangatan tersembunyi di balik kata-kata tegas itu.

Lin Hua mengangguk, tersenyum tipis. "Aku pergi dulu, Ayah. Sampai jumpa nanti." Ia berbalik, melangkah keluar dari bengkel, meninggalkan suasana bising dan panas, menuju udara pagi yang lebih segar. Di luar, Liu Han dan Liu Yuan pasti sudah menunggunya.

1
Murni Dewita
double up thor
Murni Dewita
lanjut
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
hai kak aku mampir
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩: aku suka ceritanya kak semangat ya
total 2 replies
Murni Dewita
tetap senangat
Murni Dewita
lanjut
Murni Dewita
💪💪💪💪
Murni Dewita
menarik
Murni Dewita
next
Murni Dewita
lanjut
Murni Dewita
👣
Andira Rahmawati
kerennn
Andira Rahmawati
lanjutt..crasy up dong thorrr💪💪💪
SamdalRi: Gak bisa crazy up, 3 bab aja ya/Smile/
total 1 replies
Gedang Raja
bagus 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!