Pernikahan Impian. Itulah yang di harapkan oleh Kirana Amanda akan rumah tangganya bersama Rasya Adilla Ibrahimi. Namun nyatanya, Pernikahan yang dia Impikan tak sesuai dengan yang ia harapkan. Pria yang sejak awal menjadi penguatnya justru menjadi suami yang selalu membuatnya makan hati hampir setiap waktu.
Akankah Kirana mampu bersabar dengan sang suami yang belum selesai dengan masa lalunya itu? Atau Kirana akan mengambil sikap atas pernikahan Impiannya?
•••••
"Tolong beri aku satu kesempatan sekali lagi. Kali ini aku berjanji akan memperbaiki pernikahan yang kamu impikan selama ini." Rasya Adilla Ibrahimi
"Andai kamu ingkar janji, Tolong izinkan aku membangun pernikahan Impian bersama pria lain.." Kirana Amanda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Viena2106, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Rasya
Niat Rani dan Ameena pergi dari kota itu agar mereka bisa bebas dari keluarga Daddy Abimana. Uang dari Rasya masih tersisa di ATM nya. Semua itu untuk biaya mereka kedepannya.
Sampai saat ini, Gerak gerak ibu dan anak itu masih di awasi. Setelah beberapa hari yang lalu Ameena mencurigai seseorang, Sekarang orang itu sudah tak lagi. Tanpa mereka ketahui bahwa orang suruhan Rasya bukanlah orang sembarangan.
Merasa telah di curigai, Pria itu kini bermain dengan mapan agar tidak ketahuan. Bahkan pria yang biasa di sapa Dani itu menyewa kontrakan tepat di sebelah kontrakan Rani.
Tentu saja selain lebih leluasa mengawasi, Dani tidak di curigai sama sekali.
Alasan kenapa sampai sekarang mereka belum di tangkap oleh polisi. Rasya memang sengaja melakukan itu. Membiarkan Rani dan Ameena menghabiskan uangnya sampai-sampai benar-benar habis agar nanti mereka tidak punya bantuan apapun lagu ketika polisi bertamu.
"Akhirnya kita bisa lari ke kota ini. Selain jauh dari tagihan uang itu, Kita juga jauh dari kejaran polisi.." Rani tersenyum bahagia sekali. Wanita itu merasa paling hebat karena berhasil melabui Rasya dan keluarganya.
"Huuufftt..." Ameena datang dengan segelas teh hangat. Gadis itu menyadarkan tubuhnya di sandaran kursi seraya memejamkan matanya.
"Kamu itu kenapa sih? Dari kemarin di perhatiin bawaannya lemes banget. Mana mukanya pucat lagi, Udah kayak orang hamil aja.." Ucap Rani yang memerhatikan putrinya.
"Hamil? Ngaco ibu ah! Orang belum pernah ngapa-ngapain...
"Yakin gak ngapa-ngapain? " Potong Rani sebelum Ameena menyelesaikan perkataannya. Ameena diam, Ia memegang perutnya. Bagaimana kalau yang di katakan ibunya benar?
"Ya kenapa? Kalau kamu emang beneran hamil. Kamu datang aja ke rumah Rasya, Dan bilang kalau kamu hamil anak nya.. Pasti kamu akan langsung...
"Duh ibu! Kalau pun aku ngaku hamil anak Rasya mereka gak akan percaya bu. Jangankan cuma ngaku-ngaku.. Andai hamil beneran aja kita gak akan di percaya.. Yang ada kita yang di usir..
"Lah ya gak bakalan bisa ngusir kita. Ya kita tuntutan balik.." Ameena menghela nafas panjang. Ibunya ini terlalu banyak berhayal.
"Sudahlah bu. Jangan terlalu banyak menghalu. Sekarang kira berhasil kabur dari sini saja sudah syukur.." Ameena menyesap teh hangatnya. Rasa pusing di kepalanya semakin lama semakin menjadi. Padahal dia sudah minum tadi. Belum lagi rasa mual di pagi hari hingga membuat ia muntah.
"Yaudah bu, Meena mau ke kamar dulu ya? Aku mau tidur dulu.. Kepalaku pusing.." Rani mengangkat bahu.
Sementara Ameena sudah masuk ke dalam kamarnya. Akhir-akhir ini dia memang merasa sangat pusing sekali. Bahkan satu kali Ameena mimisan. Mungkin karena efek pusingnya saja.
****
Di tempat lain. Rasya terbangun karena mendengar suara adzan subuh berkumandang. Pria yang semalam tidur di kamar yang terpisah itu beranjak.
Rasya mencuci muka terlebih dahulu, Berwudhu lalu pergi ke kamar sang istri.
Tok
Tok
Tok
"Kirana.. Kirana bangun. Kira sholat subuh bareng yuk.." Pria itu kembali mengetuk pintu hingga tak lama pintu itu terbuka.
Rasya tersenyum begitu melihat Kirana sudah bangun dengan muka bantalnya.
"Ada apa?
"Ini sudah subuh? Kita sholat bareng yuk..." Ajak Rasya dengan lemah lembut. Mungkin dengan cara ini juga Rasya bisa lebih dekat dengan istrinya dan merubah sikapnya.
"Hm, Tunggu sebentar.." Kirana kembali masuk tanpa menutup pintunya. Tak berselang lama, Kirana telah muncul dengan penampilan yang amat berbeda.
Wajahnya berseri dan bercahaya. Parasnya semakin cantik dengan balutan mukena berwarna laverder. Rasya sempat terpana menatap wajah cantik istrinya itu.
Ternyata selama ini Istrinya begitu cantik sekali. Tapi dirinya saja yang tak pernah menyadarinya sama sekali.
"Kenapa masih diam? Ayo.." Rasya terkesiap. Pria itu tersenyum tipis dan mengajak Kirana ke mushalla yang berada di rumah itu.
Kirana masih mengantuk sebenarnya. Terbukti dengan wanita itu yang menguap berulang kali.
"Assalamualaikum warahmatullah..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Kirana hanya diam saja. Selama hampir satu tahun menikah. Ini baru pertama kalinya Rasya mengajak Kirana sholat berjamaah.
"Aku akan kembali.. Mau lanjut tidur.." Rasya menoleh. Belum juga selesai berdoa Istrinya itu sudah melenggang begitu saja.
"Dasar..
.
.
.
Usai sholat subuh bersama sang suami, Kirana kembali melanjutkan tidurnya. Namun sayang, Semua itu hanya sebentar saja. Rasa mual dan muntah kembali Kirana rasakan.
Dia tidak mengerti sama sekali. Padahal selama satu bulan ini, Kirana tak merasakan apapun. Namun sejak kedatangan Rasya rasa mual itu kembali datang.
"Apa kamu sering seperti setiap hari?" Seperti kemarin, Rasya datang tepat waktu. Pria itu memberikan perhatiannya terhadap istrinya. Memijat leher bagian belakang hingga Kirana sudah merasa lebih baik dan mendingan.
"Sudah.." Kirana menghela nafas panjang. Matanya terpejam usai muntah-muntahnya selesai. Tubuhnya serasa semakin lemas dan hampir saja ambruk namun dengan begitu sigap Rasya meraih tubuh itu lalu membawanya ke atas tempat tidur.
"Istirahatlah dulu.. Aku akan buatkan teh hangat agar lebih baik.." Kirana tidak menjawab. Wanita yang sedang hamil tersebut memejamkan matanya.
Tak lama, Rasya kembali datang. Sayangnya pria itu tidak menemukan sang istri di sana. Suara gemericik air terdengar, Rasya yakin mungkin Kirana sedang mandi atau mencuci muka.
Ceklek..
"Kamu mandi..?" Tanya pria itu memecahkan kecanggungannya. Kirana mengangguk.
"Aku telah buatkan kamu teh hangat. Di minum ya?"
"Iya terima kasih.. Sekarang keluarlah. Aku mau ganti pakaian dulu.." Dahi Rasya mengkerut mendengar perintah itu.
"Kita ini suami istri Kirana.. Kalau kau ingin berganti pakaian ganti saja, Lagi pula aku sudah tahu seperti apa isinya.." Kata Rasya membuat pipi Kirana merona merah. Ia lupa jika Rasya pernah menyentuhnya. Meski menyentuh karena keterpaksaan dan tanpa pemanasan sama sekali tetap saja pria itu pernah melihatnya. Bahkan bisa lebih dari itu. Kalau tidak mana mungkin akan hadir bayi.
Kirana membuka lemari, Meraih pakaiannya kemudian kembali masuk ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya.
Begitu keluar, Rasya masih berada di sana.
"Sekarang minum teh nya. Mumpung kehangatannya masih ada.." Tanpa mengatakan apapun Kirana melakukan apapun yang Rasya katakan dengan minum teh hangat itu.
"Aku akan bekerja hari ini. Bu Sia juga sedang libur, Kalau kau belum ingin pulang tolong jaga rumah dengan baik.." Rasya tak menjawab. Pria itu berlalu keluar dan menutup pintu. Kirana menghela nafas panjang..
"Huuufftt.. Apa yang kau harapkan dari manusia es itu Kirana? " Sebelah tangannya terangkat mengusap perutnya yang mulai menonjol itu.
"Semoga saja kau tidak menurun padanya.. " Gumam Kirana pada sang anak yang berada dalam perutnya itu. Kirana mulai bersiap untuk bekerja hari ini. Tapi sebelum itu..
"Aku sudah siapkan roti bakar untukmu.. Sebelum berangkat bagaimana kalau kita sarapan dulu.." Kirana diam menatap suaminya itu. Ia mengangguk dan mulai sarapan bersama. Rasanya pagi-pagi begini ia tak punya waktu untuk berdebat.
"Jam berapa kamu pulangnya.. Nanti aku jemput. Sekalian kita belanja bulanan. Di kulkas tidak ada apapun.." Kirana memandang heran pria yang berstatus suaminya itu.
"Ada apa dengannya? Kenapa dia begitu perhatian sekali apa sebelum berangkat kesini kepalanya terbentur?
.
.
.
TBC