Kisah cinta rumit terjalin di antara empat bersaudara, seorang wanita hadir menjadi rebutan.
Dialah Art Tara Biancasandra, seorang wanita cantik yang memiliki nasib buruk semenjak memiliki ibu tiri. Nasibnya berubah setelah mengenal seorang pria kaya yang memanfaatkan dirinya. Dari sanalah ia mendapatkan kisah asmaranya yang rumit, segala keluh kesah kehidupan di dapatinya mulai dari hal baik hingga hal buruk.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Apakah ia mampu menghadapi asmara jajar genjang itu?
Tidak ada permasalahan yang tidak mendapatkan jalan keluarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rha Setia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AJG 28
"Aku ga setuju," jawab Tara ragu-ragu membuat Sammuel tersentak dalam kejutannya yang lagi mendapat penolakan kerasnya. Apa maksudnya ini? Sammuel merasa terkejut sekaligus merasa marah akibat kalimat itu.
Tara menilik wajah tampan yang telah menahan emosinya itu. "Aku ga setuju kalo kamu bantu aku tanpa balasan dari aku." Ia melengos membuat Sammuel menggeleng tidak percaya jika wanita yang terlihat lugu itu berhasil membuat harga dirinya terjatuh.
"Oke sebagai balesannya, lo cukup terima tawaran gue!" sahut Sammuel melega hingga mengusap anak rambut berantakan itu, membuat wanita tua yang berada di hadapannya menggeram kesal.
"Setuju!" angguk Tara tanpa ragu.
Sammuel tersenyum menyertai kemenangannya. Akhirnya keinginannya terkabulkan membuat napasnya berembus lega.
Tara segera menolehkan wajahnya ke arah Gerta yang sudah menatap jengah kepadanya. "Saya bayar sekarang lima puluh juta dulu apa ibu mau menerimanya?" rajuknya penuh waspada kala menatap dua pria bertubuh kekar itu telah menyorot tajam mata indahnya.
"Lintah bodoh mana yang ga mau terima uangnya?" ketus Sammuel dengan mencibir, menatap Gerta dengan tatapan iblisnya, memancarkan aura kelamnya. Jelas jika kalimatnya ditujukan pada wanita tua itu.
Gerta membeku hingga membuat bibirnya kelu ketika mendapat aura bengis dari pria berwajah tampan, namun bermulut iblis yang berada di hadapannya.
"Saya hanya menagih milik saya," balas Gerta, menyahut lantang menyembunyikan rasa takutnya yang gengsi jika pria di hadapannya mengetahuinya.
"Dengan menyebar informasi pada orang lain?" tepis Sammuel menyindir, membuat wanita tua itu terkujur kaku setelah melihatnya melipat kedua tangannya di dada, memberikan kesan lebih bengis dari nada bicaranya, mengancam wanita tua yang masih bersikeras menutup rasa takutnya.
"Tidak, itu belum terjadi," sahut Gerta bersilat lidah, ia memalingkan arah pandangnya menyembunyikan tatapan kikuknya.
"Anda pikir saya tidak tahu jika Anda berbohong, setelah Anda mengalihkan tatapan Anda dalam ucapan Anda?" ucap Sammuel mengungkap dusta lawan bicaranya. "Jawab jujur atau saya akan menyeret kasus ini pada pihak berwajib?!” imbuhnya yang memberi ancaman dengan suara dingin, membuat wanita tua itu kian terpuruk kikuk.
Gerta mengakui kecerdasan lelaki yang tengah menjadi lawan bicaranya kali ini, terasa dari aura yang memancar dari pria itu bahwa ia bukanlah orang sembarang yang akan mudah dikelabuinya.
Sedang Tara tersenyum dalam tatapan kagum pada lelaki yang akan menjadi suaminya itu.
"Maaf Tuan dan Nona, saya sudah menyebar informasi keberadaan Nona pada dua orang yang Nona ini pinjami uangnya," seru Gerta berpasrah jujur membuat pria di hadapannya tersenyum sadis menatap wajahnya yang mulai kikuk.
"Lebih bagus Anda mau jujur dari tadi," sahut Sammuel ketus saat emosi telah merangkak dari dalam asmanya. "Katakan berapa total utangnya?"
"60 juta!" sahut Gerta secepat cahaya.
"Hitung modalnya aja jangan sama bunganya," seru Sammuel membalas kecepatan jawaban saat lalu. Ia mulai menggeleng menimpal perlakuan yang selalu dibencinya. Yakni, sebuah pemerasan.
"Sudah perjanjiannya begitu."
"Baiklah jangan salahkan saya jika saya memanggil 10 kali lipat orang seperti mereka." Sammuel melentingkan telunjuk jenjangnya pada kedua pria yang berada di belakang wanita tua itu.
Gerta menatap lirih wajah pria yang telah menyorot tajam manik matanya dalam gumaman benaknya, ini bukan pertama kalinya ia berurusan dengan seseorang yang mengenal hukum serta lingkup piutang dengan baik.
Dengan demikian ia sudah dapat menebak akhir dari ceritanya kali ini. Tidak baik baginya jika harus mempertahankan keangkuhannya. Alih-alih mendapat untung, malah dirinya yang terseret ke dalam mara bahaya. "Saya setuju, tapi di atas materai." Gertaknya tidak ingin mendapat ancaman setelahnya.
Sammuel tersenyum sinis menyertai kemenangannya, lain dengan Tara yang kian terkagum dengan tindakan pria di sampingnya. Dapat dipastikannya jika calon suaminya memiliki kepintaran di atas batas normalnya.
Sedang Alina bertanya-tanya tentang hubungan Sammuel dengan anak buahnya yang sebelumnya tidak diketahuinya sama sekali.
"Saya yakin Anda sudah mempersiapkan materai dan ulasannya," ungkap Sammuel si cerdas yang mampu menebak setiap gerakan lawan bicaranya.
Gerta tersentak kembali mendapat kejutan yang membuat dirinya tidak mampu mengelak ataupun menolak kecerdasan lawan bicaranya. Segera ia meraih selembaran kertas yang sudah berada di balik tasnya.
Sammuel meraih paksa selembaran kertas tersebut, ditelaahnya dengan saksama. Setelah melihat barisan kata yang di setujuinya, ia segera menyerahkannya kepada wanita yang akan menjadi istrinya kelak itu.
"Tandatangani itu!" perintah Sammuel, menegaskan tidak ada penolakan pada wanita di sampingnya.
Tanpa bicara, Tara segera melakukannya dengan bantuan peminjaman pena dari Alina. Setelahnya, Sammuel meminta Gerta melakukan hal sama dengan Apa yang dilakukan Tara.
Usai menandatangani sebagai persetujuan, Sammuel meraih selembar kertas giro bertuliskan nominal angka lima puluh juta rupiah sesuai apa yang sudah dijanjikannya terhadap wanita tua yang kini telah tersenyum penuh kemenangan.
Akhirnya Gerta enyah dari hadapan Sammuel serta Tara tanpa pamit, para pengawalnya mengekor tanpa banyak bicara, masalah sudah diatasi. Lantas mereka kembali menuju ruang sebelumnya yang mereka singgahi. Kembali pada posisi semula di mana Tara duduk di samping kiri Sammuel.
"Besok gue tunggu lo di rumah gue, Nona Art Tara Biancasandra," kata Sammuel sambil menatap lekat wajah wanita yang terlihat tercengang di sana. "Selamat menyambut status barumu."
Tara melengos sewot, enggan nama lengkapnya disebut-sebut. "Hei, jangan sebut nama itu di sini." Namun ia menyeringai menyikapi perkataan terakhir calon suaminya itu.
"Ga ada orang lain ini," sahut Sammuel yang tak acuh membalas gerakan kikuk itu dengan menyiratkan senyuman andalannya, senyum yang mampu menggoda kaum hawa tak terkecuali sang hawa yang berada di sampingnya.
Benar adanya, Tara bungkam, ia meresapi senyuman penggoda itu yang membuatnya kembali terbuai dalam pesonanya. Hanya sesaat, Tara segera memalingkan arah wajahnya setelah jantungnya mulai loncat bahkan menyumbat saluran pernapasannya.
"Kenapa diem? Mau ingkar lagi lo?" Sammuel menerka jika si wanita pengingkar janji ini akan kembali menggodanya.
"Aku ga tau rumah kamu di mana, Setan mesum!" balas Tara melenting tatkala berusaha menyembunyikan rasa malunya.
"Sayangnya setan mesum ini calon suami lo," balas Sammuel menggoda, mengacak puncak kepala wanita itu
Sejenak Tara terdiam, mengembuskan napas kasarnya mengingat ia telah menyetujui permintaan itu. "Status resmi ‘kan?" ucapnya mengajukan pertanyaan dengan lirih tak lantas menatap kosong arah depannya saat sebuah bayangan nasib anaknya terbersit dalam angannya.
"Hmm." Sammuel menggali kesempatannya, ia merangkul pinggang wanitanya tanpa mau tahu lirihan itu. "Cuma sirih," imbuhnya, membuat sang wanita termenung meresapi nasib naasnya yang selalu menjadikannya hidup dalam status hubungan di luar batas normalnya.
Setelah mendapat petaka yang merenggut kesuciannya bahkan hingga membuat darah dagingnya tidak mengetahui ayahnya, bak pepatah yang mengatakan keluar dari mulut macan masuk ke dalam mulut singa. Seusai ia melepas nasib naas itu, ia mendapat seorang konglomerat bejat yang membuatnya hidup tanpa martabat bahkan kehilangan berkat tanpa ikatan resmi dalam waktu lima tahun lamanya.
"Nyonya Nate," ujar Sammuel lembut namun berhasil mencabik lamunan wanita di sampingnya yang kini berdesis ngeri.
"Iya iya aku setuju ga akan ingkar lagi!" sahut Tara melenting sebal, mendelik tajam hanya untuk menutupi lirihannya, namun membuat sang pria merasa gemas.
Sammuel menyelipkan rambut hitam panjang itu ke telinga sang empunya. “Gue balik, lo juga balik, jangan lupa pamitan sama Alina, besok Nicky jemput lo ke kostan lo," bisiknya penuh nafsu hanya untuk menggoda semata, lantas ia bangkit berdiri dan disambut sang wanita yang turut bangkit berdiri di hadapannya namun mengalihkan wajahnya yang kembali merona.
"Oke kamu catet dulu alamatnya."
Sammuel memaparkan senyum sensualnya setelah menatap wajah belingsatan itu, dengan gelengan kepalanya ia menahan rasa gemasnya. "Rupanya anak dari ibu Marlin Hasim dan Rizal Prayuda ini bukan cuma ****, tapi oon juga."
Kembali Tara terperangah mendapat kejutan, bagaimana bisa Sammuel mengetahui nama ayah dan ibunya jika selama 12 tahun ini ia sudah tercoret dari kartu keluarga ayahnya.
Namun ia enggan memikirkan lebih lantaran Sammuel telah berlalu dari hadapannya.
Sesuai perjanjiannya dengan Sammuel, Tara dengan identitas Vara segera berpamitan kepada Alina. Namun ia tidak menyebutkan bahwa dirinya tidak akan kembali bekerja di kemudian hari lantaran ia masih meragukan niat pria yang dipanggilnya setan mesum itu.
•
•
hmm...apakah jackson tahu bahwasanya dia telah jadi seorang ayah??
semoga segera dipertemukan oleh takdir.
dan perasaan mendalam antara kasihan sesal dan tumbuhnya cinta ...
mengapa pula sikap nya sungguh terlihat kejam ke tara,mungkinkah tara anak yg tdk di inginkan kelahirannya??
selamat berjuang tara,menata masa depan dengan peluh halalmu.
ujian terberat tara akan segera dimulai,kenapa kebablasan?kenapa tdk dengerin sahabat kamu tara
saya langsung cus ngingip visualnya mom😁