Pengenalan Tokoh
Isma Wulandari(29th) janda muda yang memiliki 2 orang anak, Refa(9thn) dan Rafa (3thn). Suaminya meninggal 2 tahun lalu, karena penyakit ginjal yang dideritanya. Sepeninggal suaminya Isma bekerja keras menghidupi diri dan kedua anaknya dengan profesinya sebagai seorang penata rias, atau bahasa kerennya MUA.
Andika Maulana Hartanto(39th) seorang duda yang berprofesi sebagai seorang dokter specialis di sebuah rumah sakit. Dika dan istrinya bercerai tiga tahun yang lalu, dan dari pernikahannya itu, dia dikaruniai anak laki-laki bernama Reyhan yang sekarang berusia -+16 tahun.
Dika mempunyai wajah yang tampan, tak heran jika banyak wanita yang berusaha mendekatinya, apalagi semenjak ia menyandang status duda. Namun sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang bisa merebut perhatian Dika, kecuali Isma.
Pertemuannya dengan sang Mua terasa membekas dihati abang duren itu.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Yuk kita simak kisah selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom's chaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman part 1
Dika Turun dari kamarnya, dan menghampiri bu Nur yang sedang sarapan dimeja makan. "Reyhan mana bu? Kok ibu sendirian?."Tanya Dika
"Dia sudah berangkat, baru saja. Tadi dia nunggu kamu, tapi kamu nggak turun-turun.
Kamu kenapa nggak sarapan?."Tanya bu Nur
"Nanti saja bu."
"Sebaiknya kamu sarapan sekarang, temani ibu. Ibu nggak mau kalau sampai kamu sakit gara-gara telat makan." Dika akhirnya menurut pada ibunya, dia mengambil piring, dan mengisinya dengan nasi goreng yang ada dimeja makan.
Padahal, tadi ia mengatakan pada Isma, kalau dia tak butuh sarapan pagi ini, tapi nyatanya ia tetap sarapan juga. Dika mengunyah makanannya dengan cepat. Ia takut kalau-kalau Isma turun dan melihatnya sedang sarapan sekarang.
"Ibu senang akhir-akhir ini kamu lebih banyak dirumah, nak." Ucap bu Nur
"Iya bu, aku janji, mulai sekarang aku akan selalu pulang kerumah. Aku nggak akan tinggalin ibu dan Reyhan. Aku khawatir pada kalian."
"Benarkah? Apa cuma karena itu ?."Tanya bu Nur.
"Apa maksud ibu?"
"Sudahlah... lupakan saja." Jawab bu Nur
Isma menuruni tangga, ia akan membersihkan ruang tamu, namun tiba-tiba bu Nur memanggilnya dengan melambaikan tangannya pada Isma. Isma menghampiri bu Nur. "Ada apa bu, ibu memanggil saya"
uhuukk...uhuukk, Dika tersedak, mendengar suara wanita yang baru saja berbicara. Isma....batinnya.
Bu Nur dan Isma menoleh ke arah Dika. Bu Nur memberikan air minum padanya. "Makanya pelan-pelan kalau makan. Kamu kayak anak kecil aja makan cepat-cepat."
Dika seperti seorang pencuri yang tertangkap basah oleh Isma, apalagi setelah mendengar ucapan bu Nur barusan. Dika semakin malu karena pasti Isma mengerti dia makan dengan cepat, karena takut ketahuan oleh Isma.
Sementara itu, Isma menundukkan wajahnya sambil tersenyum, dan Dika melihatnya. Dika semakin malu, wajahnya berubah merah. Rasanya dia ingin sekali kabur dari sana.
Isma tidak kuat menahan tawa, melihat wajah majikannya yang merah. Namun, sebisa mungkin ia tidak mengeluarkan suaranya, takut bu Nur mengetahuinya. Setelah berhasil mengendalikan tawanya, Isma kembali bertanya pada bu Nur. "Ibu ada apa memanggil saya?."
"Oh iya, saya sampai lupa, saya cuma mau ngajak kamu sarapan disini." Isma terkejut mendengar ajakan bu Nur.
"Maaf bu, saya sudah sarapan tadi di dapur,
saya masih kenyang, jadi nggak mungkin saya sarapan lagi." Jawab Isma sengaja mengeraskan suaranya, dia sengaja menyindir Dika, sembari melirik ke arahnya.
Mendengar ucapan Isma, Dika menoleh ke arah Isma yang juga sedang menoleh ke arahnya. hingga pandangan mereka bertemu. Isma tersenyum geli melihat wajah merah majikannya.
Dika terlihat malu dan kesal melihat Isma yang menertawakannya. Isma memutuskan untuk meninggalkan ke dua majikannya dan pergi ke ruang tamu untuk melanjutkan pekerjaannya.
Tanpa Dika dan Isma sadari, bu Nur dari tadi memperhatikan mereka. Ia tidak tahu apa yang terjadi diantara keduanya, namun bu Nur dapat memastikan ada sesuatu diantara mereka. Dan apa yang selama ini dia dengar, mungkin saja benar. Bu Nur mendengar, kalau Dika anaknya itu seperti tertarik pada Isma. Bahkan dia tahu, kalau Dika suka mengantarkan Isma pulang. Semua itu dia dengar dari bi Nani, dan suster Heni.
Awalnya bu Nur tidak yakin dengan kabar itu.
Isma memang cantik dan baik, bu Nur pun menyukainya. Tapi bu Nur ragu, kalau anaknya benar-benar tertarik pada Isma. Bukan karena statusnya, tapi karena setau bu Nur, anaknya itu menyukai wanita-wanita yang berpenampilan seksi seperti mantan istrinya dulu, bukan wanita berkerudung seperti Isma.
Tapi belakangan ini bu Nur memperhatikan dan menyadari, kalau kabar yang didengarnya mungkin saja benar, apalagi melihat sikap anaknya akhir-akhir ini. Semenjak Isma datang, dia sekarang betah dirumah, dan tidak terlihat murung seperti tiga tahun ini. Dan bu Nur semakin yakin, setelah melihat kejadian didepan matanya barusan. Dia memang sengaja memanggil dan mengajak Isma sarapan, karena ingin tahu reaksi mereka berdua.
...
Dika telah selesai dengan sarapannya. Dia pamit pada bu Nur lalu mencium tangannya. Dika melangkahkan kakinya, melewati Isma yang sedang membersihkan ruang tamu. Dia menoleh Isma sekilas, lalu membuka pintu.
"Tunggu!!. Suara Isma menghentikan langkah Dika. Isma menghampiri Dika, lalu memandang wajah majikannya itu,dan ia berkata : "Saya baru tau, ternyata anda juga suka memakai blush on tuan?." Ucap Isma sambil tersenyum meledek Dika.
Dika memegang pipinya, dia bercermin dikaca hias yang ada diruang tamu. Dia melihat pipinya yang tadinya putih, menjadi merah merona, sama seperti ia melihat pipi Isma, ketika Isma sedang merasa malu.
Dika berniat meninggalkan Isma, yang sedang tersenyum tanpa mengatakan apapun, dengan tangan yang masih memegang pipi. Tak seperti biasanya, kali ini Dika sangat tidak ingin melihat senyum Isma, karena memang senyuman itu hanyalah sebuah ledekan untuknya.
Melihat majikannya akan pergi, Isma kembali menghampiri Dika, kali ini dia berani memegang tangan Dika, mencegah Dika yang akan pergi. Dia tidak menyadari sikapnya yang seberani ini pada majikannya, saking senangnya ia bisa meledeknya. Dika terkejut ketika tangan Isma memegang tangannya cukup kuat.
"Apa besok pagi, anda juga tidak butuh sarapan tuan?." Tanya Isma sambil tertawa kecil, meninggalkan Dika yang sedang mematung mendengar perkataan Isma barusan. Dia sangat malu karena Isma yang terus menyindirnya, ia diam memikirkan jawaban untuk membalas Isma. Dia terus berfikir hingga akhirnya sebuah senyuman terukir dibibirnya.
Keadaan berbalik, kini Dika yang mencekal tangan Isma saat sedang berjalan meningalkannya. Isma membalikkan badan.
"Ada apa tuan? Apa anda mau sarapan lagi." Tanya Isma yang masih saja meledek majikannya. Dika tersenyum pada Isma, dengan senyuman yang sangat aneh menurut Isma, membuatnya heran dan agak sedikit takut, tapi Isma mengacuhkan perasannya itu.
Dika masih memegang tangan Isma dengan kuat. Dia menatap Isma yang sedang tersenyum menang itu lalu Dika berkata; "Tiga kali.". Ucapnya sambil tersenyum.
Isma masih tersenyum. Dia tidak mengerti ucapan majikannya itu.
"Ingat... tiga kali pelanggaran, berarti tiga kali juga hukuman yang akan kamu terima." Kata Dika, lalu berbalik, tapi Isma kembali menahan tangannya.
"Apa maksud anda, tiga kali pelanggaran, tiga kali hukuman?." Tanya Isma penasaran. Dika kembali tersenyum....
"Kamu lupa atau pura-pura lupa? Atau kamu mau mendapatkan hukumanmu sekarang?." Tanya Dika
"Saya semakin tidak mengerti perkataan anda tuan, tolong anda jelaskan?."
"Empat kali." Sahut Dika kembali, dengan senyumnya, semakin membuat Isma bingung.
"Apa sih maksudnya, tadi tiga kali, sekarang empat kali."
"Ingatan kamu memang buruk Isma. Apa kamu lupa, apa yang saya katakan tadi dikamar saya?." Jawab Dika sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Isma.
Isma mencoba mengingat kejadian dikamar Dika tadi, namun sebelum mendapatkan jawabannya, Dika berbisik pada Isma.
"Siap-siap saja besok, saya akan mencium bibir kamu empat kali, sesuai kesalahan kamu." Ucapnya sambil tersenyum penuh kemenangan, lalu keluar dari rumahnya.
Mata Isma membulat, mendengar perkataan Dika. Sekarang dia ingat, kalau dia tadi sudah memanggil majikannya, dengan sebutan tuan. Dan dia pun ingat akan ancaman Dika, yang akan menciumnya kalau seandainya Isma memanggil Dika dengan sebutan tuan. Ia sedikit takut dengan ancaman majikannya,
Tapi Isma berusaha menepis ketakutannya.
Dia hanya mengancamku, aku yakin dia tidak akan melakukannya, emangnya siapa dia mau nyium segala? Tenang saja Isma. Tapi bagaimana kalau dia serius?. Waktu itu saja, dia sudah hampir melukannya kan?. Apa aku besok minta bantuan bi Nani saja, untuk membersihkan kamar dokter Dika?.Tapi apa alasan yang harus ku katakan pada bi nani? Ayo berfikir Isma....hmmmm aku tahu."
Merasa telah menemukan ide, kini Isma merasa tenang, dan akan menjalankan idenya itu.
tapi jangan prustasi ya Feb.
tetep aja berjuang, Khan janur nya belum melengkung...