NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:416
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Operasi Berjalan Lancar

Saat semua sibuk berdoa, Hangga justru teringat kembali kejadian beberapa jam yang lalu. Saat itu Hangga melihat Yuna dan Nadine meninggalkan restoran, dia buru-buru menyusul ke parkiran. Tapi ia heran, mobil yang gunakan Supri untuk mengantarkan Nadine dan Yuna tidak terlihat. Sedangkan Supri ternyata masih ada di sana.

“Pak Supri! Kok bapak di sini? Bukannya bapak yang nyupirin Nadine sama Yuna?” Seru Hangga dengan napas terengah.

Supri menunduk gelisah, wajahnya cemas.

“Saya… saya nggak bisa ikut, mas. Nona Nadine marah besar. Dia paksa bawa mobil sendiri. Saya sudah cegah, tapi kunci diambil paksa.”

Darah Hangga langsung berdesir.

“Apa?!” Ia mengumpat lirih, lalu cepat-cepat menyalakan mobilnya.

“Si*al, bahaya kalau Nadine nyetir dalam keadaan emosi…”

Ia menekan pedal gas dalam-dalam, mencoba menyusul arah mobil Nadine. Jalanan malam itu ramai. Lampu-lampu jalan hanya menjadi garis samar di pandangannya yang fokus mencari.

Namun suara benturan keras dari arah terowongan membuat jantungnya tercekat. Saat mobilnya semakin mendekat, matanya membelalak melihat kepulan asap tipis, kaca pecah berserakan, dan mobil yang sudah ringsek menabrak dinding terowongan.

“Ya Tuhan…”

Hangga langsung menepi tanpa pikir panjang, keluar dari mobil dan berlari ke arah bangkai kendaraan. Beberapa orang sudah berhenti, ada yang menelepon ambulans, ada yang panik berusaha menolong.

“Tolong! Ada yang terjepit!” Teriak salah seorang yang kebetulan sedang melintas.

Hangga langsung merunduk, melihat bagian mobil yang rusak parah di sisi kiri. Tubuh Yuna tergencet di sana, kepalanya bersimbah darah, wajahnya pucat.

“Yuna!” Teriaknya, napasnya tercekat.

Tanpa ragu, ia mencoba mengeluarkan Yuna sebelum tim medis datang. Tangannya cekatan meski gemetar, melepaskan sabuk pengaman, menahan pecahan kaca agar tak makin melukai. Tak lama, ambulans pertama datang dengan dua orang petugas medis.

“Tarik pelan-pelan… jangan sampai tulangnya makin parah!” Suaranya tegas, menunjukkan keahlian seorang dokter, meski dalam hatinya panik luar biasa.

Dua orang petugas itu mengenal Hangga, sehingga mereka menuruti perkataan laki-laki itu tanpa membantah.

Butuh waktu, tapi akhirnya tubuh Yuna berhasil dikeluarkan. Begitu digotong ke tandu, darahnya mengalir deras, mengotori baju Hangga. Setelannya berubah menjadi merah pekat.

Hangga terus menekan luka di paha Yuna dengan kain darurat.

“Tahan, Yun… tahan sebentar lagi. Aku di sini…” Bisiknya lirih, matanya panas menahan tangis.

Ambulans kedua datang, seiring sirine ambulans pertama meraung. Hangga ikut naik, tetap menekan luka Yuna selama perjalanan ke rumah sakit. Setiap detik terasa menyesakkan, darahnya mengalir begitu cepat, dan Hangga merasa seolah hidupnya sendiri sedang terkuras bersama warna merah itu.

*****

Hangga tersentak ketika suara berisik memecah keheningan lorong rumah sakit. Ingatannya tentang kecelakaan barusan masih jelas, begitu nyata, hingga aroma anyir darah terasa di hidungnya.

“Di mana Yuna?!” Suara nyaring itu membuat semua orang menoleh.

Sania muncul dengan langkah cepat, wajahnya tegang bercampur amarah. Rambutnya sedikit berantakan, riasannya luntur, tapi matanya menyala penuh tuduhan. Di belakangnya, seorang perawat tampak kewalahan mencoba menenangkan, sementara Nadine duduk di kursi roda, tangan kanannya diperban karena terkilir, wajahnya hanya lecet tipis di pelipis.

“Nyonya, tolong tenang dulu. Putri Anda sedang di ruang operasi...” Perawat mencoba menjelaskan.

“Tenang?! Gimana aku bisa tenang kalau anak itu lagi-lagi bikin masalah?!” Namun Sania menepis kasar.

“Sania! Jangan bicara sembarangan! Yuna sekarang sedang berjuang untuk hidupnya!” Indra yang duduk tak jauh langsung berdiri.

“Justru itu masalahnya, Mas!” Sania menunjuk lurus ke arah pintu operasi.

“Anakmu itu selalu bikin onar! Kalau bukan karena dia, Nadine nggak akan luka begini!”

Nadine menunduk, pura-pura lemah, meski hanya lecet kecil menghiasi wajahnya. Hangga yang melihatnya dari sudut ruangan mengepalkan tangan, hatinya mendidih. Ia tahu jelas siapa yang ugal-ugalan membawa mobil tadi.

“Mbak, jangan tuduh Yuna begitu. Semua orang di sini tahu siapa yang menyetir mobil waktu itu. Jangan lempar kesalahan pada anak yang bahkan masih berjuang untuk kesembuhannya!” Nike bangkit dari duduknya, mencoba menengahi.

“Kamu belain Yuna? Karena dia anak sepupumu? Jangan munafik. Aku merawat Nadine sejak kecil. Aku tahu persis siapa yang harus dipercaya.” Sania melotot.

Lorong kembali ricuh. Indra semakin gelap wajahnya, suaranya bergetar karena menahan marah. Hatinya tak rela anak kandungnya di kata-katai, tapi mulutnya tak mampu untuk membela.

*****

Suasana lorong rumah sakit masih panas oleh pertengkaran, tapi mendadak langkah cepat dan suara terburu-buru membuat semua orang menoleh.

Rizal datang, tubuhnya masih lemah, wajah pucat karena baru memaksa datang ke sini. Infusnya sudah diganti dengan perban yang masih tampak basah di pergelangan tangan. Kevin berjalan di sampingnya, setengah menopang tubuh sang atasan yang keras kepala itu.

“Nak Rizal, seharusnya kamu masih...” Indra hendak menegur, namun terhenti saat melihat mata Rizal yang merah dan berkilat penuh cemas.

“Aku mau lihat Yuna. Sekarang...” Suara Rizal bergetar, nyaris pecah.

Detik itu juga, pintu ruang operasi terbuka. Seorang dokter keluar, wajahnya letih namun tersenyum tipis. Semua langsung mendekat, menahan napas menunggu kabar.

“Operasi berjalan lancar...” Ucap sang dokter.

“Kami berhasil menghentikan perdarahan dan memperbaiki tulang pahanya dengan pen. Namun… pasien masih belum sadar. Saat ini dia sudah melewati masa kritis, tapi tetap harus mendapat pengawasan ketat di ICU.”

Lutut Indra nyaris lemas, ia bersyukur sambil menghela napas panjang. Nike menunduk penuh rasa syukur, berulang kali mengucap doa. Hangga menutup wajah dengan telapak tangannya, akhirnya bisa bernapas lega meski matanya masih basah.

Sania hanya menghela napas pendek, tidak banyak bicara, sementara Nadine di kursi roda melirik sekilas, wajahnya sulit terbaca.

Rizal maju selangkah, matanya langsung memerah.

“Jadi… gimana keadaan Yuna, dok?”

“Untuk sementara ini, dia stabil.” Dokter mengangguk mantap.

Kevin menahan bahu Rizal yang mulai bergetar.

Rizal menatap pintu ICU yang baru saja terbuka, tempat Yuna dibawa masuk dengan ranjang dorong. Tubuhnya penuh perban, wajahnya pucat, tapi napasnya teratur dengan bantuan alat. Pandangan Rizal tak beranjak, dadanya sesak sekaligus lega.

Pelan, ia berbisik nyaris tak terdengar.

“Mas di sini, Yun… mas yakin kamu bisa, kamu kuat. Kamu pasti sembuh.”

Hangga yang sedari tadi memerhatikan Rizal, sedikit merasa tak rela. Apalagi melihat sorot mata Rizal yang benar-benar mengkhawatirkan Yuna.

Karena Yuna di rawat di ICU, setiap orang bergantian masuk, itu pun tidak lama. Saat ini menyisakan Rizal yang menemani yuna sambil terus menggenggam tangan Yuna.

"Ayo bangun, sayang..." Lirih Rizal.

Kata sayang itu meluncur dengan mulus dari bibir Rizal. Laki-laki itu kini tak segan menunjukkan kasih sayang dan oerhatiannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!