Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab24
"Mba sudah pulang?" Mansur, orang yang dulu Anjasmara pekerjaan untuk menjadi sopir Queensa masih setia tinggal di kediaman itu. Bekerja untuk Queensa, dan tetap menjadi sopir pribadi perempuan itu. Setelah bercerai, Anjasmara memberikan rumah beserta isinya pada Queensa. Hal itu membuat Queensa semakin terperosok dalam penyesalan. Selama ini setiap kebaikan Anjasmara selalu dibalasnya dengan luka, dan Queensa sangat-sangat menyesal.
Queensa tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Mansur, setiap kali melihat kehadiran pekerja dirumah ini Queensa seperti merasakan kehadiran suaminya, bukan ingin serakah dan ingin mengusai harta Anjasmara dengan cuma-cuma. Tapi sejak ditinggalkan Anjasmara hanya rumah ini yang memberinya ketenangan, hanya di rumah ini perempuan itu dapat terlelap di malam hari yang sunyi.
Selain Mansur, masih ada Pak Dadang, Bu Asih dan putrinya, mereka adalah orang-orang yang dipekerjakan Anjasmara, cuma mereka yang mau tinggal. Sebagian besar dari mereka memilih pergi setelah tahu jika dirumah itu kini hanya ditempati oleh Queensa saja, karena bos mereka sudah bercerai.
Setelah melintasi ruang keluarga, Queensa berbelok menuju kamar utama, kemudian membuka pintu dengan antakan pelan. Setelah pintu kembali tertutup rapat perempuan itu berlari menuju tempat tidurnya, berbaring meringkuk dengan isak kecil yang mulai terdengar.
Selama enam bulan ini perempuan itu juga tak hanya tinggal dirumah, Queensa tidak ingin mengecewakan mendiang Ayah juga kepercayaan Anjasmara, perempuan itu bangkit melakukan apa yang jadi tanggung jawabnya, bersama Ridwan dia mulai belajar mengelola perkebunan milik Agung. Sejak saat itu dia tau seberapa banyak yang sudah Anjasmara lakukan untuk perkebunan Ayahnya. Tidak sampai satu tahun perkebunan itu berada di tangan Anjasmara, hasil panennya meningkat berlipat-lipat. Tapi dulu, Queensa justru mencurigai suaminya akan mengambil keuntungan darinya.
"Mas... sebenci itukah kamu padaku? Sampai sekedar berteman saja kamu tak mau?" selembar photo dibawah bantal menjadi teman perempuan itu setiap kali penyesalannya datang.
Sebuah photo pernikahan yang dulu tak ingin di lihatnya, moment yang dulu sangat menyiksa untuk di lalui, kini lembaran yang dulu tak bernilai itu menjadi harta paling berharga yang ia punya.
Lihatlah! Betapa tak serasinya mereka? Si pria hitam manis dengan senyum tulus, sedangkan si wanita sangat cantik, kulitnya putih, Namun, tatapan begitu sinis tanpa senyum sedikitpun.
"Aku... Rindu..... " Ratusan kali dua kata itu yang keluar dari bibir bergetarnya. Sudah enam bulan, tapi penyesalannya tak juga pudar.
********
Hampir pukul tujuh malam saat mobil yang Anjasmara kendarai tiba di halaman rumah kenalannya, Laksmana. Pria itu menepati rumah besar berlantai dua yang juga digunakan sebagai kantor dan tempat tinggal.
Laksmana berasal dari Menado, Sulawesi. Dia adalah orang yang Anjasmara tugaskan untuk mengurus perceraiannya dengan Queensa.
Sesuai jadwal, hari ini Anjasmara akan mengambil akta cerainya.
"Selamat dataang," sapa sebuah suara ceria begitu Anjasmara menggeser sliding door. Itu suara Laksmana, sahabat Anjasmara yang merupakan seorang pengacara.
"Hai, Laksmana!" balas Anjasmara setelah munculkan diri di balik pintu.
Laksmana berdiri di dekat meja resepsionis yang lumayan tinggi, dengan map berwarna biru tua di tangan. "Anjas!" serunya riang setelah mengetahui siapa yang datang. Dia segera meletakkan map itu ke atas meja.
"Aku datang sesuai janji," kata Anjasmara.
"Kalau gitu, ikut ke atas dulu aja. Kita makan malam dulu. Pasti kamu belum makan malam, kan?" tawar Laksmana.
Walaupun jarang bertemu tapi hubungan Anjasmara dan Laksmana selalu baik, mereka berteman lumayan lama.
Sampai di meja makan, Laksmana mulai menanyakan kondisi sahabatnya itu.
"Sukses, dan ya... semua lancar!"
Anjasmara diam dan mendengarkan. Anjasmara menduga jika Queensa sudah bahagia sekarang setelah terlepas dari hubungan yang tak dikehendaki oleh perempuan itu. Sejak awal dialah yang memaksa perempuan itu untuk menikah, meskipun sesungguhnya tidak ada penyesalan setelah semua yang terjadi, Anjasmara tidak menyesali keputusanya dulu menikahi Queensa, karena memang itu yang inginkan, meski pada akhirnya semuanya tetap hancur.
"Belum ada kabar soal rumah?" tanya Anjasmara.
"Sampai saat ini nggak ada kabar jika rumah itu ingin dijual," terang Laksmana yang membuat Anjasmara mendongak dari piring yang di pandangnya.
Apa Queensa menolak pemberiannya? Mungkin benar, karena sejak awal Queensa menjuluki rumahnya sebagai gubuk derita. Anjasmara tersenyum kecut.
"Kabar terakhir yang ku dengar, mantanmu justru tinggal disana." terang Laksmana.
Anjasmara merasa salah dengar.
"Saat aku mengantar dokumen perceraian kalian, dia terus bertanya keberadaanmu, yang kulihat tidak ada tanda-tanda kebahagiaan diwajahnya, malahan hari itu mantanmu sangat pucat seperti orang yang kurang istirahat."
"Perceraian kami untuk kebebasannya, dia pasti akan bahagia." saut Anjasmara tenang.
*******
Pulang dari rumah Laksmana Anjasmara tak lantas kembali ke rumah yang kini ia tinggali, Laki-laki itu malah membelokkan mobilnya ke jalan menuju ke rumah lamanya, entah mengapa mendengar Queensa memilih tinggal di rumah yang ia berikan mengusik hatinya, rasanya mustahil dan ia ingin memastikannya secara langsung.
Anjasmara memarkirkan mobilnya sedikit lebih jauh dari kediaman lamanya, pria itu membuka jendela mengamati rumah lamanya tampak terang karena lampu-lampu yang menyala.
Saat pikiran pria itu mengembara, Anjasmara dikejutkan dengan sapaan seseorang.
"Mas Anjas!?"
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...
queensa ini gak kapok kapok lho ya ...
haddeuh 🤦♀️