NovelToon NovelToon
Senandung Sang Bunga

Senandung Sang Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Teen School/College / Karir / Fantasi Wanita / Chicklit
Popularitas:422
Nilai: 5
Nama Author: Baginda Bram

Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.

Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.

Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Mulai saat itu, dunianya pun berubah.

(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Tangga telah habis kuturuni. Kembali ke tempat dimana seharusnya aku berada. Sudah seperti menuruni dataran tinggi yang minim udara.

Rasanya satu kali tampil saja sudah sangat melelahkan. Aku mulai paham kenapa latihan idol itu sangat keras. Karena memang butuh banyak sekali stamina.

Kakiku melemas. Duduk mengunjur bersandarkan dinding di lantai. Mataku mendapati sebuah televisi yang menayangkan acara secara online.

Keringat tak berhenti bercucuran. Meski napas sudah mulai stabil. Sembari memulihkan tenaga, kupandangi layar. Kali ini giliran senior-seniorku yang unjuk gigi.

Aku tak pernah menyaksikan penampilan mereka secara langsung. Selama ini, aku cuma menonton mereka dari balik layar.

Duh, andai tenagaku pulih, aku akan langsung keluar dari sini lalu menonton mereka dari bangku penonton.

Aku yakin penampilan mereka akan sangat memukau. Dari balik layar saja, mereka sudah nampak kilauannya. Mereka yang memakai kostum cantik berwarna warni sudah seperti bunga di taman.

Selain sedap dipandang, mereka juga membahagiakan hati pengunjungnya. Jadi, tidak salah kalau sebutan mereka adalah Flower.

Aku baru paham. Bunga dalam bahasa Inggris adalah Flower. Kami, semua anggota Flow, disebut sebagai Flower oleh orang-orang. Lalu fans kami disebut Flowing. Yang katanya sebuah pelesetan dari kata Following.

Nyanyian mereka, gerakan mereka, ekspresi mereka, tak ada satupun yang tidak estetik. Hanya dengan menonton mereka, dapat menghilangkan segala kepenatan yang tertumpuk hebat dalam kepala. Keindahan mereka layaknya bunga yang tumbuh merekah dengan disinari cahaya panggung.

Sepuluh menit aku termangu, tak henti-hentinya menatapi mereka. Kakiku yang sebelumnya lemas, memulih perlahan. Aku bangkit dengan tergopoh. Perlahan menuju pintu demi melihat mereka tanpa dibatasi oleh layar kaca.

Kepalaku melongok dari dalam. Memperhatikan sekitar. Seluruh pandangan terenggut penuh ke atas panggung.

Seharusnya tak ada yang memperhatikanku sekarang.

Tubuhku keluar seutuhnya. Menyatu dengan bayangan tiang raksasa. Pandanganku pun ikut terseret ke dalam arus yang penuh dengan kilauan.

Sebenarnya aku ingin melihat mereka lebih dekat lagi, tapi aku khawatir akan terjadi kegaduhan.

Bayangkan saja seorang anggota Flow malah ikut berkerumun dengan fans hanya untuk merasakan sensasi menonton secara langsung.

Yah, walaupun aku tak terkenal sama sekali.

Karena itu, aku hanya bisa menonton dari kejauhan. Walaupun sudah seperti menonton semut yang sedang berdansa, semangat yang mereka pancarkan tersampaikan bahkan sampai ke tempatku berdiri.

Namun, aku sudah cukup puas. Walau tak sampai akhir lagu, aku senang sekali bisa menonton mereka.

...----------------...

Acara selesai cukup malam. Jam sebelas lewat hampir menuju tengah malam, di mana pada jam itu, kendaraan umum telah berhenti beroperasi.

Staf yang memahami hal demikian, mengantarkan tubuh-tubuh kami yang kelelahan menuju ke rumah masing-masing. Sebagian besar dari kami terlelap. Hanya ada beberapa orang yang masih terjaga, termasuk aku dan Viola.

Bukannya aku tak capek, cuma tak bisa tidur saja dalam kondisi tubuhku yang masih meronta begini. Mata memang menuntut untuk segera terpejam, tapi meski dipaksa pun, kesadaranku tak kunjung mau menghilang.

Perasaan aneh memenuhi dadaku. Pemandangan dari atas panggung tadi tak kunjung hilang. Rasanya seperti ada yang kurang. Tapi aku tidak tahu apa itu.

Di tengah kegalauan, sebuah Colekkan dari Viola berhasil menyadarkanku.

"Lihat nih, postinganku dapat 200 like. Aku pertama kali begini lho." Ucapnya antusias sambil menunjuk -nunjuk layar bercahaya.

Aku melengos lemas. Aku heran, darimana tenaganya berasal? Yang lain sudah terlelap, ia masih terlihat segar bugar. Bahkan sempat-sempatnya memposting sesuatu di media sosialnya.

"Yes! Aku udah mulai terkenal. Lihat nih, Ran, Followers-ku naik 3000. Wow!"

Aku hanya bisa merespon dengan anggukan kecil. Sejak awal, ia memang seorang calon bintang. Aku tidak terkejut lagi.

"Eh kamu enggak mau buat medsos?"

"Enggak."

"Kenapa Enggak? Lumayan lho, kalo bisa dapet banyak followers, siapa tau ada yang mau endorse kita."

Aku sedang dalam kondisi tak ingin mengucapkan kalimat yang panjang. Kubalas saja pertanyaan itu dengan jawaban sekenanya,

"Males."

"Jangan gitu, Ran! Jangan ngeremehin kekuatan media. Coba bayangkan kalau kita di-endorse produk terkenal, kita bisa dapat barang bagus dengan gratis, sekaligus dibayar. Enak banget 'kan?

"Iya iya, nanti kubuat." Sahutku asal.

Iyain aja deh, biar cepet.

Mataku kembali memejam. Sementara Viola melanjutkan perselancarannya. Menaik turunkan layar sambil sesekali terkekeh.

"Ternyata dunia ini banyak macam orang ya." Ucapnya tanpa angin tanpa hujan.

Mataku yang terpejam, mendadak melek. Kutatap wajah bercahaya itu dengan seksama.

"Kok mendadak puitis begitu?"

"Lihat deh komen-komen ini!" Jawabnya sambil menyerahkan layar bercahaya dari tangannya.

Ponsel mulai pindah tangan, mataku yang mulai mengantuk, mendadak segar karena guyuran cahaya yang datang mendadak.

Sebuah postingan dari akun official. Ternyata postingan tentang penampilan kami.

Kalau soal ini, aku pun cukup penasaran dengan komentarnya. Kubaca kalimat-kalimat yang ada pada kolom di bawahnya. Bergeleng tak percaya.

Stafnya sengaja itu pilih anaknya artis terkenal.

Halah digendong ibunya.

Jual nama ibu dong wkwk.

Hah? Maksudnya?

"Kok komentarnya begini?" Tanyaku keheranan.

"Kamu enggak tau maksudnya apa?"

Aku bergeleng cepat.

"Yang dimaksud komentar itu ... Anna."

Anna? Aku tahu kalau dia center di lagu ini. Tentunya ia mendapat sorotan lebih banyak. Tapi kenapa sampai bawa-bawa ibu?

"Kamu bener belum tau?"

"Dari tadi apa maksudmu? Terus maksud 'digendong ibu' itu apa?"

Viola menghela napas panjang. Sepersekian detik terdiam.

"Kamu kenal Mia Paula 'kan?"

Tentu aku tahu. Artis papan atas yang sering kali nongol dalam berbagai acara di televisi. Bahkan tak jarang muncul dalam film.

"Kenal dong."

"Nah, itu nama ibu Anna."

"Maksudmu Anna itu anak dari Mia Paula?"

Viola mengangguk cepat. Jika begitu faktanya, semuanya mulai terdengar masuk akal. Kata-kata netizen mulai terasa seperti ejekan untuknya.

"Makanya, kita enggak bisa bikin semua orang suka dengan kita, pasti ada aja orang yang benci, enggak peduli apa yang kita lakukan."

"Apa Anna sudah lihat ya?" Tanyaku sambil mendongak melirik ke kursi Anna.

"Kupikir belum, soalnya dia belum buka medsos sama sekali."

Kulihat lagi postingan yang lain. Beberapa foto dan video dari senior kami. Kalo soal mereka, like-nya mencapai puluhan ribu bahkan sampai ratusan dan komentarnya pun tak kalah banyak.

Kupantau komentarnya satu persatu. Penasaran, apakah ada yang "nyeleneh" atau tidak.

Pada bagian awal, berisi komentar-komentar positif. Setelah menyelam lebih jauh, dari puluhan komen yang kulewati, ternyata ada saja komentar yang mengandung kebencian.

Paling itu lipsing.

Jual paha.

Jual tampang doang, lagu sama dance-nya biasa aja.

Benar apa yang dibilang Viola, akan selalu ada orang yang tidak peduli pada kita dan perasaan kita.

Kembali lagi, ini era digital, dimana semua hal dapat dilakukan dengan mudah. Termasuk komentar seenak jidat. Mudah dan asik untuk dilakukan.

Adakalanya manusia itu bahagia ketika melihat penderitaan orang lain. Memang begitulah sifat alamiahnya. Tak terkecuali diriku.

Aku tak menyangkalnya. Karena kenyataannya memang benar.

Rasanya menjatuhkan orang yang kita benci itu ... sangat luar biasa. Rasanya ada kepuasan yang meledak-ledak dalam dada.

Karena itu, aku paham mengapa ada komentar seperti ini. Tapi, sebagai teman dari orang yang dikomentari, aku tidak menyukainya. Meski aku paham, bukan berarti aku menyukai perbuatan mereka.

Kalau mengujar kebencian pada orang yang memang layak dibenci, silakan saja. Itu hal yang manusiawi menurutku.

Tapi, membenci orang yang tak pernah melakukan apa-apa, bahkan kenal satu sama lain saja tidak, itu hal yang terlewat kejam.

Bayangkan. Hanya karena sebuah komentar, bisa merusak mental orang, padahal orang itu sudah berusaha mati-matian.

Kalau bukan penjahat, apa ada sebutan lain bagi mereka?

1
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Bagus banget deh, bikin nagih!
KnuckleDuster
Buat gak bisa berhenti baca!
Coke Bunny🎀
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!